Tapanuli Utara, Sumut 22/2 (Antara) – Penenun ulos dan sarung yang masih menggunakan alat Kasuksak (alat tenun bukan mesin) di Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) mengharapkan bantuan pemerintah dalam permodalan dan promosi hasil kerajinannya.

“Umumnya, kami para penenun memasarkan hasil tenunan, bukan pada pembeli langsung. Melainkan kepada para pengumpul. Itulah persoalan mendasar yang menjadikan para penenun kerap sebagai korban monopoli dari para pengumpul,” ungkap Corry Cristiani Simanjuntak (37), Minggu, di Siatas Barita, Taput.

Menurut warga Dusun Banjar Ginjang, Desa Enda Portibi, Siatas Barita, Taput itu, persoalan yang dihadapi saat ini, setidaknya menjadi alasan utama para penenun seperti dirinya mengharapkan perhatian dari pemerintah daerah dalam pemberian bantuan modal.

Selain sebagai modal penopang aktivitas tenunnya agar tetap eksis, bantuan modal tersebut juga dapat digunakan untuk lepas dari ikatan para pengumpul tenunan. Sehingga para penenun dapat memasarkan tenunnya dengan bebas dan juga ikut andil dalam penentuan harga.

“Padahal pasar dari tenunan ini sangat banyak bahkan hingga ke kawasan Pekan Baru. Karena itu jika kita bertenun dan dimodali oleh pemerintah kita bisa lepas dari ikatan para pengumpul,”ujar penenun yang masih menggunakan alat kasuksak itu.

Menurut Corry, ulos hasil tenunannya, pada dasarnya merupakan barang tenunan unggulan jika dinilai dari sisi harga. Sebab jika dijual kepada pembeli dan bukan pada pengumpul harganya berkisar Rp.900 ribu hingga Rp.3 juta per helai. Namun jika dijual kepada penadah harganya turun drastis pada kisaran harga Rp.700 ribu hingga Rp.1,5 juta.

Selain Corry, penenun lain dengan alat kasuksak, S Silitonga (63) juga menyebutkan bahwa ancaman lain bagi para penenun adalah industri tekstil untuk barang tenunan yang biasa diproduksi dengan tenunan tangan.

“Disamping persoalan modal. Hadirnya hasil tenunan ulos dan sarung yang diproduksi industri tekstil dan dijual dengan harga yang sangat murah di pasaran. Juga menjadi ancaman bagi kami. Saat ini, secara nyata, hasil pabrikan tersebut banyak didatangkan dari luar daerah ke Taput. Hal ini, juga harus menjadi perhatian Pemerintah,” pintanya.
Harapannya, para penenun memang harus diperkuat sehingga kelak mampu bersaing dengan produk industri yang saat ini sudah masuk ke daerah itu.

Menyikapi hal ini, Bupati Taput Nikson Nababan mengatakan bahwa tenunan di daerah Tapanuli pada dasarnya lahir untuk kebutuhan keseharian yang selanjutnya masuk dalam konsep adat. Saat ini yang harus diperhatikan guna melestarikan tenunan tersebut adalah fungsi. Karena itu, secara mutlak, penenun ulos masih merupakan bagian terpenting yang harus dipertahankan agar fungsi barang tenun ulos dapat dibudayakan dan dilestarikan.

“Untuk persoalan dukungan modal dan promosi pihak Pemkab Taput akan lebih maksimal lagi lewat Dinas Perindustrian dan Koperasi. Sehingga para penun dapat terus beraktifitas sebagai bagian dari pengembangan ekonomi kreatif,” tukasnya.

Pewarta: Rinto Aritonang

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015