Jakarta, 19/12 (Antara) - Badan Nasional Penanggulangan Teroris menyatakan teroris mengancam pelaksanaan Pemilihan Umum 2014 karena kelompok jahat itu membenci demokrasi.

"Secara teori, kami asumsikan Pemilu jadi target. Musuh terbesar mereka demokrasi, dan Pemilu adalah wahana demokrasi utama," kata Kepala BNPT Ansyaad Mbai di Jakarta, Kamis.

Ansyaad menjelaskan bahwa pelaku teroris amat membenci demokrasi karena paham tersebut dinilai sangat "barat". Sementara, dalam pandangan mereka, sesuatu yang kebarat-baratan adalah kafir yang harus dihancurkan.

"Demokrasi itu juga sangat mengagungkan kebebasan dan kedaualatan individu perorangan. Menurut versi mereka, tidak ada manusia yang berdaulat di bumi ini selain di bawah 'khalifah'," ujarnya.

Dijelaskan Ansyaad, pada awalnya para pelaku terorisme itu sebenarnya tidak
punya kepentingan dengan Pemilu.

Namun, bukti menunjukkan salah satu pemicu bom di Hotel JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton pada 2009 adalah rasa tidak puas atas terpilihnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang kala itu memenangi Pemilu.

"Bom Marriot itu (sebabnya) ada yang tidak puas dengan hasil Pemilu, itu betul karena dasarnya mereka tidak ingin ada pemimpin yang muncul dari proses demokrasi," katanya.

Indikasi keterlibatan berlanjut saat peristiwa pelemparan bom rakitan terhadap Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo para November 2012. Dalam peristiwa itu, disinyalir adanya ancaman dalam aksi teror terkait proses Pilkada setempat yang saat itu hendak dilaksanakan.

"Oleh karena itu, bagi aparat keamanan harus mengantisipasi itu," katanya.

Ansyaad berharap segenap masyarakat bisa ikut berpartisipasi bersama BNPT, Polri dan TNI, untuk terus mengupayakan penegakan hukum dalam pemberantasan terorisme. Menurutnya, memberantas terorisme merupakan kewajiban bersama. (A062)

Pewarta: Ade Irma Junida

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013