Paris, 27/5 (ANTARA/AFP) - Polisi anti huru hara Prancis menghadang ratusan pengunjukrasa yang membuat keributan di Paris, Minggu, mengakhiri arak-arakan damai kelompok masyarakat yang menentang undang-undang baru Prancis yang mengesahkan pernikahan kaum homo.

Unjukrasa utama terlihat dalam tiga bagian prosesi didominasi dengan warna merah muda dan biru --warna resmi gerakan anti-pernikahan homo.

Polisi mengatakan sekitar 150.000 diperkirakan turun ke jalan untuk memprotes undang-undang baru tersebut, tetapi berlainan dengan pengakuan pihak demonstran yang mengatakan ada sejuta orang yang unjuk diri dalam menentang hukum itu.

Hingga sore hari tidak ada kekacauan yang dilaporkan meskipun pegiat sayap-kanan --beberapa orang membentangkan spanduk di depan markas Partai Sosialis, mendesak Presiden Francois Hollande untuk mengundurkan diri.

Namun saat arak-arakan bubar, sekitar 500 orang demonstran mulai menyerang polisi dengan melempar batang besi, botol bir serta nyala api.

Polisi menahan 95 orang dan menggunakan gas air mata untuk melawan para pengacau tersebut.

Kaum muda meneriakan seruan-seruan yang menentang pemerintah seperti "Diktator sosialis" dan juga melemparkan benda-benda kepada wartawan yang meliput kejadian itu.

Pada Sabtu malam polisi telah menangkap 50 orang yang terlibat dalam aksi protes pernikahan homo dalam unjuk rasa yang mereka lakukan di kawasan sibuk Champs-Elysees.

Kekhawatiran akan kekerasan dalam unjuk rasa hari Minggu itu terjadi sejak awal bulan ini ketika terjadi serangan terhadap turis, mobil dan toko-toko oleh orang-orang yang merayakan kemenangan klub bola Paris Saint- Gemain.

Sekitar 4.500 petugas keamanan dikerahkan untuk mengamankan unjuk rasa hari Minggu terhadap penentang undang-undang pernikahan sejenis yang memasuki masa pemberlakuan pada 18 Mei setelah masa perdebatan sengit berkepanjangan dalam proses penetapannya.

Menteri Dalam Negeri Manuel Valls memperingatkan kelompok yang disebut "ultra" --kebanyakan dari kaum nasionalis sayap-kanan yang diperkirakan akan menyusup dalam aksi protes dan menimbulkan kekacauan. Ia juga menyarankan para orangtua untuk tidak mengajak anak-anak dalam acara tersebut.

Namun para pengunjukrasa mengabaikan saran tersebut dan membawa anak-anak ikut serta dalam arak-arakan tersebut seperti yang sebelum ini terjadi.

"Kami terus mendengar ada gerakan sayap-kanan, tapi cuma ada keluarga-keluarga di sini," kata seorang pria yang dipanggil Raoul, asal kota Dijon.

Penonton membuat para pengunjukrasa semain kreatif dalam aksinya. Seorang pria berpakaian hitam dan membawa sabit besar, memakai topeng wajah Hollande, berdiri di samping peti mati, di dalamnya terbaring boneka berdandan sebagai Marianne, lambang Prancis.

"Hollande, ibumu tidak dipanggil Robert," seru seseorang, kata-kata itu menjadi popular sepanjang siang itu.

Para pendukung dan penentang undang-undang mulai saling protes pada musim gugur tahun lalu, ketika kabinet mulai mengangkat masalah ini dan melanjutkan proses persidangan.

Salah satu janji kampanye Hollande itu memecah belah negeri yang secara resmi sekuler tetapi mayoritas katolik.

Prancis adalah negara ke-14 yang mengesahkan pernikahan sejenis --masalah yang juga memecah-belah pendapat banyak orang di berbagai negara.

Di Brasil misalnya, puluhan ribu penginjil Kristen berpawai di Rio de Janeiro, Sabtu untuk memprotes hukum pernikahan sejenis yang baru disahkan.

Di Polandia, sekitar 100 ribu pemrotes turun ke jalan pada Minggu memberikan solidaritas mereka kepada Prancis dalam mempertahankan nilai susunan keluarga secara tradisional.

Menurut survei yang dipublikasikan Minggu di Journal du Dimanche, hampir tiga-per empat warga Prancis sudah lelah menghadapi protes anti undang-undang itu dan memandang mereka seharusnya berhenti.

Uu.M007

(Uu.SYS/A/M. Dian A/A/A. Krisna)

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013