Medan, 25/1 (ANTARA) - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumatera Utara meminta pemerintah mengkaji ulang larangan pengoperasian kapal pukat teri gandung dua di wilayah itu, sebagaimana ketentuan di dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 05 Tahun 2012.
Ketua HNSI Sumatera Utara, Syah Afandin, mengemukakan hal itu usai beraudiensi dengan Kapolda Sumut Irjen Pol. Wisjnu Amat Sastro, di Medan, Jumat.
Disebutkan, penggunaan pukat teri gandeng dua telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) Nomor PER.05/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
"Padahal, kapal pukat teri gandung dua bukan termasuk kategori alat tangkap yang merusak lingkungan," katanya menegaskan.
Pukat teri yang selama ini banyak digunakan nelayan di perairan timur Sumatera Utara (Sumut), kata dia, tidak menggunakan alat pemberat berupa besi sehingga tidak merusak kelestarian biota laut dan populasi ikan.
Oleh karena itu, pihaknya meminta instansi pemerintah terkait segera melakukan kajian ulang di lapangan mengenai sejauh mana dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh pukat teri gandeng dua.
Setelah dilakukan kajian ulang, Syah Afandin berharap Menteri Kelautan dan Perikanan segera merevisi peraturan yang memosisikan pukat teri gandeng dua sebagai alat tangkap yang merusak lingkungan.
Sebelum penerapan Permen Nomor 05 Tahun 2012, dia membenarkan bahwa di sebagian perairan laut Sumut atau persisnya di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 571, kapal pukat tarik gandeng dua relatif banyak beroperasi, di antaranya pukat grandong.
Sementara itu, Ketua HNSI Kota Medan Zulfahri Siagian, menegaskan bahwa keberadaan pukat teri gandeng dua belum pernah diprotes oleh nelayan di daerah itu.
"Masyarakat nelayan di pesisir Medan umumnya selama ini menolak pengoperasian kapal pukat grandong gandeng dua yang pukatnya dilengkapi dengan alat pemberat," ujarnya.
Ia mengemukakan bahwa penggunaan pukat grandong gandeng dua turut memperparah tingkat kerusakan biota laut dan akhirnya menyebabkan populasi ikan semakin berkurang di zona tangkapan nelayan tradisional, khususnya di hampir sepanjang perairan timur Sumut.
"Kami senantiasa mendukung langkah penertiban yang dilakukan pemerintah dan aparat penegak hukum terhadap pukat grandong gandeng dua," katanya. ***2***
(T.KR-JRD/B/D007/D007)
HNSI: Kaji Ulang Larangan Pengoperasian Kapal Pukat
Sabtu, 26 Januari 2013 14:00 WIB 624