Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menegaskan negara kepulauan seperti Indonesia tidak terdampak gelombang panas (heat wave), karena memiliki lautan yang luas.

Dwikorita kepada ANTARA di Jakarta, Selasa, mengatakan gelombang panas terjadi indikasi yang menurut Badan Meteorologi Dunia apabila selama lima hari berturut turut terjadi kenaikan suhu yang cukup signifikan.  

BMKG menetapkan signifikan tersebut apabila suhu rata-rata harian atau suhu saat dinyatakan panas melampaui lima derajat, lebih tinggi daripada rata-rata suhu harian selama 30 tahun terakhir.

Misalnya jika suhu rata-rata menunjukkan 35 derajat Celcius. Namun dalam lima hari berturut-turut, suhunya mencapai 40 derajat, sudah dapat dikatakan mengalami gelombang panas.  

Di negara kepulauan seperti Indonesia, hal tersebut belum pernah terjadi, karena lautnya lebih luas daripada benua. Sehingga negara-negara yang mengeluarkan peringatan dini gelombang panas adalah yang terletak di benua dengan daratan yang luas dan lautan yang lebih sempit, atau tidak memiliki laut sama sekali.  

“Di situ potensi terbentuknya gelombang panas ini tinggi, tapi kalau di Indonesia kita banyak lautnya. Laut itu berperan sebagai radiator pendingin, jadi kalau ada kenaikan suhu ada cooler-nya, lautan itu,” ujar Dwikorita.

Sehingga menurut pengamatannya hingga saat ini dari data belum menunjukkan adanya indikasi Indonesia akan mengalami atau terdampak dari gelombang panas.

“Jadi aliran udara di negara-negara benua, menjadi tidak bisa selancar kalau ada di wilayah Indonesia, karena ada perbedaan laut dan daratan ada perbedaan tekanan, lalu sirkulasi udara atau angin. Kalau ada sirkulasi, suhu yang tinggi itu akan bisa secara gradual akan turun,’’ ujar dia.  

 

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023