Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Sumatera Utara (Sumut) berkomitmen mencegah penyakit thalasemia dan leukemia antara lain dengan menggelar donor darah, sekaligus sosialisasi agar masyarakat paham penyakit tersebut.
"Bahwa thalasemia dan leukemia adalah dua penyakit yang berhubungan dengan darah dan sangat membutuhkan penanganan yang serius, serta memakan waktu yang lama dalam proses pengobatan atau perawatannya," ujar Ketua YKI Sumut Nawal Lubis, di Medan, Jumat.
Nawal menjelaskan thalasemia merupakan kelainan darah karena kurangnya hemoglobin (Hb) yang normal pada sel darah merah. Kelainan ini membuat penderitanya mengalami anemia atau kurang darah.
“Berdasarkan data Yayasan Thalasemia Indonesia, jumlah penderita dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2021 jumlah penderita sebanyak 10.973 jiwa," kata Nawal.
Sementara Leukemia, kata Nawal, merupakan merupakan penyakit kanker darah. Menurut data data tahun 2020, terdapat 474.519 kasus baru dan 311.594 kematian di seluruh dunia, dengan kejadian paling banyak di Asia.
“Di Indonesia sendiri, menurut data WHO, pada 2019 terdapat 11.314 kematian yang diakibatkan oleh leukemia, yang merupakan kanker dengan kasus kematian tertinggi nomor lima, setelah kanker paru-paru, payudara, serviks, dan hati," ujar Nawal.
Untuk itu Nawal mengajak para peserta sosialisasi pahami penyakit tersebut dan menyebarluaskan kepada keluarga, kerabat, tetangga, dan sesama anggota organisasi.
"Mengapa kegiatan sosialisasi ini penting kita lakukan, karena berdasarkan laporan dari pusat riset biologi Molekuler Eijkman, Indonesia masuk dalam kawasan sabuk thalasemia atau berisiko tinggi, dimana sebagian besar penduduknya sebagai pembawa sifat thalasemia dan penderitanya terus meningkat dari tahun ke tahun," ucap Nawal.
Sementara Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) Prof Ratna Akbari Ganie menjelaskan thalasemia dibagi berdasarkan derajat yang berbeda dari pembentukan sel darah merah yang tidak efektif dan peningkatan penghancuran sel darah merah.
Hal tersebut, kata dia, bisa dilihat dari beberapa ciri fisik, seperti pucat, pembesaran hati/limpa, dan perubahan wajah.
"Adapun tanda dan gejala thalasemia antara lain perubahan tulang/perawakan pendek, pubertas terlambat, ditambah lagi mungkin riwayat keluarga,” ujar Ratna.
Ratna menuturkan untuk pencegahan kedua penyakit tersebut bisa dilakukan dengan memeriksa status (carrier) pembawa sebelum menikah. "Lakukan skrining bagi pasangan baru sebelum mempunyai keturunan, tidak dianjurkan menikah sesama pembawa thalassemia dan jika terlanjur, agar melakukan diagnosis prenatal," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023
"Bahwa thalasemia dan leukemia adalah dua penyakit yang berhubungan dengan darah dan sangat membutuhkan penanganan yang serius, serta memakan waktu yang lama dalam proses pengobatan atau perawatannya," ujar Ketua YKI Sumut Nawal Lubis, di Medan, Jumat.
Nawal menjelaskan thalasemia merupakan kelainan darah karena kurangnya hemoglobin (Hb) yang normal pada sel darah merah. Kelainan ini membuat penderitanya mengalami anemia atau kurang darah.
“Berdasarkan data Yayasan Thalasemia Indonesia, jumlah penderita dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2021 jumlah penderita sebanyak 10.973 jiwa," kata Nawal.
Sementara Leukemia, kata Nawal, merupakan merupakan penyakit kanker darah. Menurut data data tahun 2020, terdapat 474.519 kasus baru dan 311.594 kematian di seluruh dunia, dengan kejadian paling banyak di Asia.
“Di Indonesia sendiri, menurut data WHO, pada 2019 terdapat 11.314 kematian yang diakibatkan oleh leukemia, yang merupakan kanker dengan kasus kematian tertinggi nomor lima, setelah kanker paru-paru, payudara, serviks, dan hati," ujar Nawal.
Untuk itu Nawal mengajak para peserta sosialisasi pahami penyakit tersebut dan menyebarluaskan kepada keluarga, kerabat, tetangga, dan sesama anggota organisasi.
"Mengapa kegiatan sosialisasi ini penting kita lakukan, karena berdasarkan laporan dari pusat riset biologi Molekuler Eijkman, Indonesia masuk dalam kawasan sabuk thalasemia atau berisiko tinggi, dimana sebagian besar penduduknya sebagai pembawa sifat thalasemia dan penderitanya terus meningkat dari tahun ke tahun," ucap Nawal.
Sementara Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) Prof Ratna Akbari Ganie menjelaskan thalasemia dibagi berdasarkan derajat yang berbeda dari pembentukan sel darah merah yang tidak efektif dan peningkatan penghancuran sel darah merah.
Hal tersebut, kata dia, bisa dilihat dari beberapa ciri fisik, seperti pucat, pembesaran hati/limpa, dan perubahan wajah.
"Adapun tanda dan gejala thalasemia antara lain perubahan tulang/perawakan pendek, pubertas terlambat, ditambah lagi mungkin riwayat keluarga,” ujar Ratna.
Ratna menuturkan untuk pencegahan kedua penyakit tersebut bisa dilakukan dengan memeriksa status (carrier) pembawa sebelum menikah. "Lakukan skrining bagi pasangan baru sebelum mempunyai keturunan, tidak dianjurkan menikah sesama pembawa thalassemia dan jika terlanjur, agar melakukan diagnosis prenatal," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023