Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali menghentikan perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perkara penganiayaan dengan pendekatan keadilan restoratif.

"Penghentian penuntutan kedua perkara itu diusulkan langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara," kata Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A. Tarigan, dalam keterangan tertulis, Selasa.

Yos menyebutkan,  kedua perkara yang diusulkan Kejati Sumut itu perkara kekerasan dalam rumah tangga dan perkara penganiayaan dan disetujui oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Dr Fadil Zumhana.

Perkara pertama yang diusulkan dan disetujui adalah dari Kejari Tanjung Balai Asahan dengan tersangka Sangkot Marbun (50) yang dipersangkakan dengan Pasal 351 ayat (1) KUH Pidana dengan ancaman pidana paling lama dua tahun delapan bulan.

Baca juga: PT Medan kuatkan putusan PN Tarutung vonis Prof Henuk dalam perkara penghinaan

Tersangka saat itu diduga terhasut dan sakit hati setelah mendengar cerita dari orang di warung bahwa ia disebut sebagai pencuri oleh korban yang bernama Gumahara Dihon Pasaribu (42), tetangga sendiri.

Karena merasa tidak senang, tersangka langsung menganiaya korban di rumah Gumahara.

"Setelah perkara ini bergulir di Kejari Tanjung Balai, digagas dihentikan penuntutannya berdasarkan Perja9 Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang mengutamakan pemulihan kembali kepada keadaan semula," katanya.

Kasi Penkum menjelaskan, perkara kedua adalah tersangka atas nama  Robonson Simarmata (47) yang menampar pipi kanan saksi Desy Tiurnida Simatupang sebanyak satu kali dan memukul kepala istrinya sendiri dengan handphone.

"Perbuatan tersangka melanggar Pasal 44 ayat (1) atau Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, setelah dimediasi antara tersangka dan korban sudah sepakat untuk berdamai," katanya.

Yos menambahkan, pertimbangan dilakukan penghentian penuntutan karena pada perkara pertama antara tersangka dan korban masih tetangga sebelah rumah dan perkara kedua adalah suami istri.

"Kemudian, pertimbangan penghentian penuntutan ini berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian di bawah Rp2,5 juta, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian tersangka dengan korban, dan direspons positif oleh keluarga," kata Kasi Penkum Kejati Sumut.
 

Pewarta: Munawar Mandailing

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022