China, importir minyak mentah terbesar di dunia, tidak berkomitmen tentang apakah akan melepaskan minyak dari cadangannya seperti yang diminta oleh Washington, sementara sumber OPEC mengatakan tindakan AS tidak membuat kelompok produsen mengubah arah.

Pada Selasa, pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengumumkan rencana untuk merilis 23 juta barel minyak dari cadangan strategis berkoordinasi dengan negara-negara konsumen besar lainnya, termasuk China, India, dan Jepang, untuk mencoba mendinginkan harga.

Amerika Serikat telah membuat komitmen terbesar untuk pelepasan cadangan sebesar 50 juta barel penjualan yang telah disetujui sebelumnya bersama dengan pinjaman ke pasar, tetapi tanpa China, tindakan tersebut akan berdampak lebih kecil.

Tidak ada pengumuman lebih lanjut dari Beijing pada Kamis (25/11/2021) setelah China pada Rabu (24/11/2021) mengatakan sedang mengerjakan rilis cadangannya sendiri, mengkonfirmasikan laporan Reuters pekan lalu bahwa China akan melepaskan minyak sesuai dengan kebutuhannya.

Pada Selasa (23/11/2021), Biden telah mengatakan kepada sebuah pengarahan bahwa China "mungkin berbuat lebih banyak".

Rumor tindakan terkoordinasi mendorong harga minyak mentah lebih rendah menjelang pengumuman AS, tetapi pasar internasional naik lebih dari 3,0 persen pada Selasa (23/11/2021) karena Washington mengkonfirmasi akan memanfaatkan cadangan strategisnya dan pasar tidak memiliki kejelasan tentang niat China.

Pasar juga tertarik untuk melihat langkah OPEC selanjutnya karena pengumuman Washington meningkatkan spekulasi bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, mungkin akan merespons.

Namun, tiga sumber mengatakan kepada Reuters bahwa kelompok tersebut tidak mempertimbangkan untuk menghentikan kesepakatan saat ini untuk meningkatkan produksi sebesar 400.000 barel per hari setiap bulan, tingkat yang dianggap terlalu lambat oleh beberapa negara konsumen.

Permintaan bahan bakar runtuh di awal pandemi tetapi telah bangkit kembali tahun ini, dan harga minyak telah naik, memicu inflasi yang lebih luas.

Biden, menghadapi peringkat persetujuan yang rendah menjelang pemilihan kongres tahun depan, frustrasi setelah OPEC+ mengabaikan permintaannya yang berulang untuk memompa lebih banyak minyak. Harga bensin eceran AS naik lebih dari 60 persen pada tahun lalu, tingkat kenaikan tercepat sejak tahun 2000.

Pada Kamis (25/11/2021), minyak mentah Brent tergelincir 31 sen menjadi 81,94 dolar AS per barel pada pukul 10.00 GMT.

"Pasar tampaknya percaya pada OPEC+ untuk menjaga keseimbangan minyak lebih ketat daripada percaya pada sifat sementara dari rilis SPR," kata Analis Pasar Minyak Senior Rystad Louise Dickson pada hari Rabu.

OPEC+, yang mencakup Arab Saudi dan sekutu AS lainnya di Teluk serta Rusia, bertemu lagi pada 2 Desember untuk membahas kebijakan.

Kelompok itu memantau apakah pasar minyak seimbang, menteri perminyakan Irak Ihsan Abdul Jabbar mengatakan pada Rabu (24/11/2021), mengatakan kelompok itu perlu mempelajari data terbaru sebelum membuat keputusan tentang pasokan.

Negara-negara produsen sudah berjuang untuk memompa cukup minyak memenuhi target yang ada dan mereka juga khawatir kebangkitan kasus COVID-19 dapat kembali menurunkan permintaan.

Upaya Washington bekerja sama dengan ekonomi utama Asia untuk menurunkan harga energi merupakan peringatan bagi OPEC+ untuk mengendalikan harga minyak mentah yang naik lebih dari 50 persen sepanjang tahun ini.

Di masa lalu, pelepasan cadangan multi-negara telah dikoordinasikan oleh Badan Energi Internasional (IEA), pengawas yang berbasis di Paris. IEA tidak melakukan intervensi untuk mempengaruhi harga, tetapi kepala agensi mengatakan pada Rabu (24/11/2021) beberapa produsen telah membatasi pasokan terlalu banyak.

"Beberapa tekanan utama di pasar saat ini dapat dianggap sebagai pengetatan buatan ... karena di pasar minyak hari ini kita melihat hampir 6 juta barel per hari dalam kapasitas produksi cadangan terletak pada produsen utama, negara-negara OPEC+," Fatih Birol, kepala IEA mengatakan.

Berdasarkan rencana tersebut, Amerika Serikat akan melepaskan 50 juta barel, setara dengan sekitar 2,5 hari dari permintaan domestik. Namun, beberapa analis menyebut struktur rilis AS - kombinasi 18 juta barel penjualan yang telah disetujui sebelumnya dan pinjaman 32 juta barel - terlalu kecil dan sementara.

Goldman Sachs mengatakan volume yang diumumkan adalah "setetes di lautan". Dampak penjualan dari cadangan strategis diperkirakan akan terasa pertama di Amerika Serikat dan kemudian Asia.


 

Pewarta: Apep Suhendar

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021