Anggota Komisi VII DPR RI Saadiah Uluputty mengutarakan harapannya agar RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBT) diharapkan tidak menjadi regulasi mati tetapi bakal terbit sebagai aturan yang benar-benar menyejahterakan masyarakat.
"Semoga RUU EBT tersebut tidak menjadi regulasi yang mati dalam catatan lembaran negara, tetapi bisa berimplikasi luas dan diimplementasikan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," kata Saadiah Uluputty dalam rilis di Jakarta, Senin.
Saadiah juga menuturkan agar RUU EBT dapat dibahas dan ditetapkan menjadi Undang-Undang yang sesuai dengan harapan para ahli dan para politisi yang mewakili masyarakat.
Selama beberapa waktu terakhir, Komisi VII DPR telah melakikan sejumlah kunjungan kerja dalam rangka FGD terkait RUU EBT, seperti ke Pusat Studi Energi dan Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang, 5 Februari 2021.
Dalam kesempatan tersebut, Saadiah menyatakan Bahwa RUU EBT menjadi momentum yang menjamin adanya kepastian hukum bagi pengembangan energi terbarukan, serta memudahkan dan mempercepat proses transisi Indonesia dari penggunaan energi fosil menjadi energi terbarukan.
"RUU ET sangat diperlukan untuk memenuhi target porsi energi terbarukan di Indonesia sebesar 23 persen di tahun 2025 nanti," katanya.
Ia mengingatkan bahwa pada tahun 2019, porsi energi terbarukan di Indonesia baru mencapai 12 persen atau setara 10,17 gigawatt (MW).
Hal itu, ujar dia, patut diperhatikan karena cadangan energi fosil terus menurun, di sisi lain potensi energi terbarukan yang belum dimanfaatkan sangat besar.
Menurut Saadiah yang hadir secara virtual, dengan adanya RUU EBT ini, dapat diarahkan untuk mengatasi krisis energi dan transisi dari energi fosil yang memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat.
Dalam aspek sosial dan lingkungan, lanjutnya, RUU EBT perlu diperhatikan juga ruang hidup bagi masyarakat untuk menghindari atau meminimalisasi dampak sosial dan lingkungan pada tingkat lokal.
Saadiah menyebut bahwa hal ini penting diperhatikan terutama pada pembangunan energi terbarukan skala atau kapasitas besar di wilayah dengan nilai konservasi tinggi.
“Selain itu, mengenai nuklir yang masuk dalam batang tubuh RUU EBT, Para ahli memberikan catatan serius agar pemerintah mendahulukan potensi EBT dan mempertimbangkan kembali penggunaan energi nuklir serta keamanan dan limbah radioaktif yang dapat merusak lingkungan," ucap Saadiah.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
"Semoga RUU EBT tersebut tidak menjadi regulasi yang mati dalam catatan lembaran negara, tetapi bisa berimplikasi luas dan diimplementasikan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," kata Saadiah Uluputty dalam rilis di Jakarta, Senin.
Saadiah juga menuturkan agar RUU EBT dapat dibahas dan ditetapkan menjadi Undang-Undang yang sesuai dengan harapan para ahli dan para politisi yang mewakili masyarakat.
Selama beberapa waktu terakhir, Komisi VII DPR telah melakikan sejumlah kunjungan kerja dalam rangka FGD terkait RUU EBT, seperti ke Pusat Studi Energi dan Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang, 5 Februari 2021.
Dalam kesempatan tersebut, Saadiah menyatakan Bahwa RUU EBT menjadi momentum yang menjamin adanya kepastian hukum bagi pengembangan energi terbarukan, serta memudahkan dan mempercepat proses transisi Indonesia dari penggunaan energi fosil menjadi energi terbarukan.
"RUU ET sangat diperlukan untuk memenuhi target porsi energi terbarukan di Indonesia sebesar 23 persen di tahun 2025 nanti," katanya.
Ia mengingatkan bahwa pada tahun 2019, porsi energi terbarukan di Indonesia baru mencapai 12 persen atau setara 10,17 gigawatt (MW).
Hal itu, ujar dia, patut diperhatikan karena cadangan energi fosil terus menurun, di sisi lain potensi energi terbarukan yang belum dimanfaatkan sangat besar.
Menurut Saadiah yang hadir secara virtual, dengan adanya RUU EBT ini, dapat diarahkan untuk mengatasi krisis energi dan transisi dari energi fosil yang memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat.
Dalam aspek sosial dan lingkungan, lanjutnya, RUU EBT perlu diperhatikan juga ruang hidup bagi masyarakat untuk menghindari atau meminimalisasi dampak sosial dan lingkungan pada tingkat lokal.
Saadiah menyebut bahwa hal ini penting diperhatikan terutama pada pembangunan energi terbarukan skala atau kapasitas besar di wilayah dengan nilai konservasi tinggi.
“Selain itu, mengenai nuklir yang masuk dalam batang tubuh RUU EBT, Para ahli memberikan catatan serius agar pemerintah mendahulukan potensi EBT dan mempertimbangkan kembali penggunaan energi nuklir serta keamanan dan limbah radioaktif yang dapat merusak lingkungan," ucap Saadiah.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021