Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut insentif untuk tenaga kesehatan (nakes) terlibat penanganan COVID-19 yang disetujui sejak Maret hingga Juli 2020 sebesar Rp489,75 miliar.
Dalam sidang uji materi UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (11/8), Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto merincikan insentif Maret-Mei 2020 sebesar Rp433,8 miliar.
Selanjutnya insentif untuk relawan rumah sakit darurat COVID-19 Juni-Juli 2020 sejumlah Rp13,9 miliar, dan insentif tenaga kesehatan rumah sakit vertikal Juni-Juli 2020 sebesar Rp42 miliar.
Baca juga: Virus corona ditemukan pada makanan laut beku di China
Terkait dengan pemberian santunan kematian untuk tenaga kesehatan yang menangani COVID-19, Pemerintah, disebutnya menyediakan alokasi anggaran sebesar Rp60 miliar.
"Sampai dengan tanggal 6 Agustus 2020 telah direalisasikan kepada 68 orang tenaga kesehatan dengan nominal Rp20,4 miliar atau 34 persen dari alokasi anggaran," kata Achmad Yurianto.
Baca juga: Bupati Aceh Singkil dan isteri positif COVID-19
Ada pun terkait dalil pemohon kurangnya alat pelindung diri (APD) untuk tenaga kesehatan, Pemerintah disebutnya telah melakukan pemenuhan kebutuhan logistik alat pelindung diri (APD) dengan penyiapan dan pendistribusian ke 34 provinsi, terdiri atas Dinas Kesehatan, BNPB, BPBD, rumah sakit vertikal, rumah sakit daerah, Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Rumah Sakit Khusus COVID-19 di Pulau Galang, rumah sakit swasta, rumah sakit TNI, rumah sakit Polri, kantor kesehatan pelabuhan (KKP), organisasi nonpemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat.
Pemberian keterangan itu terkait permohonan yang diajukan Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) yang mempersoalkan masih terdapat tenaga kesehatan yang haknya belum terpenuhi selama wabah COVID-19, misalnya APD serta insentif, karena undang-undang yang dimohonkan untuk diuji tidak mewajibkan pemerintah memenuhi hal-hal tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
Dalam sidang uji materi UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (11/8), Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto merincikan insentif Maret-Mei 2020 sebesar Rp433,8 miliar.
Selanjutnya insentif untuk relawan rumah sakit darurat COVID-19 Juni-Juli 2020 sejumlah Rp13,9 miliar, dan insentif tenaga kesehatan rumah sakit vertikal Juni-Juli 2020 sebesar Rp42 miliar.
Baca juga: Virus corona ditemukan pada makanan laut beku di China
Terkait dengan pemberian santunan kematian untuk tenaga kesehatan yang menangani COVID-19, Pemerintah, disebutnya menyediakan alokasi anggaran sebesar Rp60 miliar.
"Sampai dengan tanggal 6 Agustus 2020 telah direalisasikan kepada 68 orang tenaga kesehatan dengan nominal Rp20,4 miliar atau 34 persen dari alokasi anggaran," kata Achmad Yurianto.
Baca juga: Bupati Aceh Singkil dan isteri positif COVID-19
Ada pun terkait dalil pemohon kurangnya alat pelindung diri (APD) untuk tenaga kesehatan, Pemerintah disebutnya telah melakukan pemenuhan kebutuhan logistik alat pelindung diri (APD) dengan penyiapan dan pendistribusian ke 34 provinsi, terdiri atas Dinas Kesehatan, BNPB, BPBD, rumah sakit vertikal, rumah sakit daerah, Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Rumah Sakit Khusus COVID-19 di Pulau Galang, rumah sakit swasta, rumah sakit TNI, rumah sakit Polri, kantor kesehatan pelabuhan (KKP), organisasi nonpemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat.
Pemberian keterangan itu terkait permohonan yang diajukan Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) yang mempersoalkan masih terdapat tenaga kesehatan yang haknya belum terpenuhi selama wabah COVID-19, misalnya APD serta insentif, karena undang-undang yang dimohonkan untuk diuji tidak mewajibkan pemerintah memenuhi hal-hal tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020