Kepala Desa Sikara Kara Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal, Amrin Nasution menyebutkan, lahan yang dikuasi PT Tri Bahtera Srikandi (TBS) yang berlokasi di desa tersebut adalah bekas perkampungan warga yang ditinggalkan masyarakat.

"Dulu warga Sikara-kara kampung berdomisili di lokasi itu, kemudian setelah terbukanya ruas jalan pantai barat ini, kami pun pindah ke pemukiman yang sekarang. Sehingga bekas kampung itu ditinggal,” ujar Amrin Nasution  didalam menyikapi adanya tudingan segelintir oknum yang menyebut perusahaan tersebut telah menyerobot lahan warga Sikara-kara kepada wartawan, Jumat (29/11).

Amrin menyebutkan, tudingan sejumlah oknum yang mengatasnamakan aktivis peduli lingkungan tersebut adalah sebuah pernyataan yang tidak didukung data dan fakta lapangan secara benar.

Ia menjelaskan, karena ada orang yang berminat membeli lahan bekas kampung Sikara-kara, maka diadakanlah musyawarah desa. Ketika itu kepala desanya adalah almarhum Makmur yang menyetujui menjual lahan kampung seluas kurang lebih 200 hektar kepada seorang warga Medan bernama H. Muktaruddin.

Lalu, kata Kepala Desa Amrin Nasution. H. Muktaruddin menjual lahan yang dibelinya itu kepada perusahaan PT TBS. Selanjutnya, warga masyarakat Sikara-kara pun secara individu ikut menjual lahan mereka kepada PT TBS yang luasnya sekitar kurang lebih 100 hektar.

“Nah, dengan adanya proses jual beli itu, tentu secara otomatis terjadi perpindahan tangan kepemilikan dan hak atas lahan itu dari pak H. Muktaruddin kepada PT TBS seluas 200 Ha, dan masyarakat pun ikut menjual lahan pribadi kepada PT TBS, dengan jumlah keseluruhan lebih kurang 300 ha kepada perusahaan PT TBS,” terangnya.

Karena lahan itu merupakan bekas kampung Sikara-kara yang ditinggal karena pindah lokasi pemukiman yang mereka tinggal saat ini, maka Amrin Nasution pun menegaskan kalau di lahan itu tidak ada hutan mangrove.

Dia juga menjelaskan pada tahun 2014 yang lalu, telah turun tim dari Kepolisian ke lokasi bersama sejumlah aparat di instansi terkait guna meninjau lokasi, dan hasilnya tidak ada masalah disitu, karena memang lahan itu bekas perkampungan masyarakat yang sudah ditinggal.

Terpisah, Kepala Dinas Pertanahan Kabupaten Madina, Ahmad Faizal Lubis kepada wartawan menjelaskan, izin lokasi PT TBS seluas 131 Ha, dan yang sudah keluar HGU seluas 167 Ha. Sehingga total luas lahan yang diusahai PT TBS itu sekitar 298 Ha.

Dan, pihak KPH IX juga telah menegaskan bahwa lahan itu bukan kawasan hutan mangrove, tetapi masuk dalam kawasan Areal Peruntukan Lainnya (APL). Dan, atas dasar itulah perusahaan mengajukan izin lokasi, lalu ditingkatkan ke HGU,” kata Faizal.

Pewarta: Holik

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019