Kejaksaan Negeri Tanjungbalai Asahan (TBA) menggelar Jum'at  Bincang-bincang di Teras  atau "JUBIR" bersama para kepala sekolah SMA/sederajat dan Pers menyikapi pelajar yang ikut-ikutan unjuk rasa (demo) di daerah setempat, Jum'at (4/10).

JUBIR itu dipimpin Kepala Seksi Intel Kejari TBA, Antonius Bangun Silitonga, dihadiri Kepala Seksi SMK Cabang Dinas Pendidikan Tanjungbalai, B.Sinaga dan sejumlah kepala sekolah tingkat SMA/sederajat yang ada di Kota Tanjungbalai, mengangkat thema seputar dunia pendidikan.

Kasi Intel, Antonius Bangun Silitonga, mengatakan secara nasional kalangan pelajar ikut melakukan unjuk rasa, padahal mereka sendiri tidak mengerti apa maksud atau tujuan demonstrasi tersebut.

"Terhadap masalah ini, kita perlu berdiskusi dan menggali akar persoalan mengapa para pelajar tersebut ikut-ikutan demo, sekaligus mencarikan solusi terbaik agar hal serupa tidak terjadi kedepannya," ujar Kasi Intel.

Kasi SMK Cabdis Pendidikan Tanjungbalai, B.Sinaga mengatakan, dalam Kurikulum 13 (K13) setidaknya ada tiga point penting yang harus ditamkan bagi peserta didik, yakni Karakter, Atitut, dan Komunikasi.

Akan tetapi, ada suatu hal yang menjadi persoalan dimana Indonesia secara total mengadopsi sistim pendidikan Polandia yakni "Bahagia lahir dan Bathin" yang menyebabkan kalangan pelajar seakan bebas melakukan apa yang mereka inginkan.

"Untuk menamkan karakter bagi pelajar, program nasional tahun 2020-2021 akan dilakukan pendidikan ketarunaan, salah satunya mencakup pengetahuan tentang hukum", kata B.Sinaga.

Sementara itu, menurut Ketua PWI Kota Tanjungbalai, Yan Aswika, ikutnya pelajar melakukan demonstrasi akibat pengaruh tekhnologi yaitu handphone pintar yang bisa membuat siapapun bisa mengetahui apa yang sedang terjadi diluar sana.

Selain itu, walaupun Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum dijamin Undang-Undang Nomor 9/1998, akan tetapi minimnya pengetahuan tentang hukum menjadi salah satu penyebab pelajar ikut demo.

"Selain akibat pengruh tekhnologi, tersirat bahwa kelakuan pelajar di Tanjungbalai yang ikut ikutan demo karena minimnya pengetahuan tentang hukum," ujarnya.

Yan Aswika menyarankan, agar kedepannya pelajar SMA sederajat diberikan pengetahuan tentang hukum dan dampak dari perbuatan melawan hukum dengan melibatkan institusi negara, salah satunya pihak Kejaksaan.

Pandangan serupa juga disampaikan Kepala SMAN 1 Tanjungbalai, Dedy Ansari dan Kepala SMAN 2, Mula Simanjuntak.

Menurut Dedy Ansari dan Mula Simanjuntak, pelajar yang ikut demo tidak lain akibat terpengaruh dengan keadaan yang dilihat dari handphone pintar meskipun pelajar itu sendiri tidak memahami maksud dan tujuan mereka melakukan demo.

Sesuai catatan, diskusi tersebut menyimpulkan bahwa kedepannya Kejari TBA akan lebih meningkatkan intensitas program Jaksa Masuk Sekolah (JMS) dengan tujuan agar pelajar lebih memahami perundang-undangan serta akibat dari melawan hukum. 

Hadir juga dalam kegiatan itu, 
Kepala SMAN 3, Kepala SMA Negeri 4, Kepala SMA 5, Kepala SMAN 6, Kepala SMA SM.Raja, Tritunggal, SMKN 2, Kepala SMKN 3, Kepala SMK 4, SMKN 5, Kepala SMK 6, Kepala SMK Karya Utama, dan Kepala SMK Alfalah di Kota Tanjungbalai.

Pewarta: Yan Aswika

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019