Kabupaten Mandailing Natal adalah salah satu provinsi di Sumatera Utara yang terletak pada koordinat 0°10'-1°50' Lintang Utara dan 98°10'-100°10' Bujur Timur. Secara umum, kawasan ini berada pada ketinggian 0 – 2.145 meter Diatas Permukaan Laut (DPL)

Penduduk di dataran tinggi sebagian besar bermata pencaharian tani. Karena itu, pada masa dahulu, kawasan Mandailing Natal pernah menjadi lumbung produksi Kopi.

Sejak ratusan tahun yang lalu, produk kopi Mandailing sudah terkenal di Eropah. Kopi Mandailing disebut-sebut memiliki aroma yang khas dan cita rasa yang kuat. Karena itu, kawasan Mandailing yang ketika itu menjadi bagian dari kawasan Asisten Residen Angkola Mandailing, dijadikan sebagai kawasan pengembangan komoditas Kopi. 

Tahun 1840 sudah ada pembibitan kopi di Tano Bato untuk menutupi lahan perkebunan di Mandailing.

Bulan Agustus tahun 1848 dimulailah pembangunan jalan dan jembatan untuk melancarkan pengangkutan kopi ke Pelabuhan Natal. 

Bagi masyarakat Mandailing Natal, kopi memiliki tempat sendiri. Dalam kebudayaan tradisional misalnya, penduduk saling menawarkan minum kopi. Ungkapan “markopi jolo” misalnya, bukan sekedar ajakan minum kopi, tetapi segala suguhan makanan minuman selain kopi pun, tetap disebut “markopi”.

Kedai kopi menjadi sarana bersosialisasi bagi penduduk untuk membicarakan berbagai rutinitas mereka. 

Semangat Pemerintah Daerah Mandailing Natal untuk mengembangkan perkebunan kopi semakin membesar. Berbagai upaya telah dilakukan. Selain mempatenkan produk kopi Mandailing, juga menggagas rekor MURI.

Kabupaten Mandailing Natal telah memecahkan rekor MURI sebagai “Minum Kopi Memakai Cangkir Tempurung Kelapa Terbanyak”. 

Perkembangan produksi kopi terus meningkat. Kopi Arabika misalnya, sampai hari ini terdapat 3.230, 21 hektar luas lahan. Jumlah produksinya setara dengan 2.154, 31 ton pertahun. 

Pembudidayaan kopi saat ini sudah tersebar di enam kecamatan yang ada di Madina yakni Kecamatan Ulu Pungkut, Kotanopan, Pakantan, Panyabungan Timur, Puncak Sorik Marapi dan Batang Natal.

Sekarang, kopi Mandailing dengan pengolahan yang lebih modern sudah kembali mulai menyentuh bukan hanya pasar nasional, tapi juga pasar Eropah.

Pemerhati kopi Mandailing Syafrudin Lubis (Ucok Godang) saat bincang-bincang dengan ANTARA, Senin (27/8) menyebutkan, kopi bagi masyarakat Mandailing Natal sejak dulu sudah merupakan primadona urat nadi perekonomian bagi warga.

"Pada abad 18 Belanda tercatat sudah menanam kopi Mandailing di Madina sebanyak 2.000.800 batang dan tersebar mulai dari daerah Panyabungan, Ulu Pungkut dan Pakantan. Ini menandakan kopi kita pernah jaya," ujarnya.

Kejayaan kopi Mandailing ini juga dibuktikan dengan adanya beberapa gudang Kopi pada zaman kolonial di Mandailing Natal, salah satunya adalah di Desa Tano Bato dan dolok gudang di Ulu Pungkut.

"Ada beberapa tempat gudang kopi pada zaman kolonial di daerah kita, itu menandakan kopi kita pernah jaya," katanya.

Hingga saat ini kopi peninggalan zaman kolonial itu masih ada di Pakantan. Jumlahnya diperkirakan saat ini hanya berjumlah belasan batang lagi.

Seiring dengan perkembangan zaman kopi bagi masyarakat saat ini bukan hanya sebagai minuman orang tua tapi sudah merupakan fashion dan sudah memberikan kehidupan bagi warga.

Mengingat kopi Mandailing ini pernah jaya pada zaman dahulu pemerhati kopi yang ada di Mandailing saat ini mencoba kembali menjemput kejayaan itu.

Salah satunya adalah dengan menggeliatkan budidaya tanaman kopi Mandailing jenis Arabika dibeberapa daerah yang ada di Madina.

Seperti di Kecamatan Ulu Pungkut misalnya dirinya bersama dengan para petani kopi telah membuka koperasi kopi dan mengolah barang baku menjadi barang jadi.

Ini dilakukan sebagai upaya menggeliatkan kembali tanaman itu di bumi Mandailing Natal sehingga menjadi primadona bagi masyarakat.

Meskipun begitu dirinya merasa sedih karena telah banyak orang yang menjual kopi atas nama kopi Mandailing menjadi Milyader, sementara pada saat ini masyarakat Mandailing yang tanam kopi masyarakatnyapun masih susah.

Pewarta: Holik

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019