Unit Pengelola Teknis (UPT) Balai Benih Ikan (BBI) Kabupaten Tapanuli Selatan sebenarnya berpotensi dikembangkan dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Dearah (PAD), namun belum berkembang akibat alam dan sumber daya manusia yang terbatas.

Kadis Perikanan Daerah Tapanuli Selatan Leli melalui Kabid Produksi Haryono bersama Penanggungjawab UPT BBI Batu Nadua Mansyardin, di Sipirok, Kamis, mengatakan, tidak optimalnya sebagian BBI disebabkan faktor alam.

"Disamping BBI Batu Nadua dan BBI Sibulele, faktor sumber air (kurangnya debit dan tingginya zat kapur, dan pencemaran pada air) menjadi salah satu pengalang perkembangan BBI lainnya itu," kata Haryono yang dimini Mansyardin.

Faktor tersebut menurut keduanya sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan bibit-bibit ikan seperti  ikan nila, ikan mas dan ikan lelel. Selain itu sumber daya manusianya yang cukup dibutuhkan.

"Karena tenaga penyuluh perikanan yang ada sekarang enam orang (empat honor pusat dan dua status PNS). Yang honor juga tidak tidak difasilitasi kenderaan seperti roda dua," kata Haryono.

PAD yang di sumbangkan pun cuma kisaran angka Rp65 juta di tahun 2019, padahal, kalau dikelola baik mungkin PAD-nya bisa lebih dari angka tersebut.

Soalnya dari tujuh lokasi BBI hanya dua diantaranya BBI Batu Nadua (Kota Padangsidimpuan) dan BBI Sibulele (Batang Angkola) yang di nilai 'berpenghasilan' untuk menambah pundi-pundi PAD.

Selebihnya, BBI Holbung di Kecamatan Angkola Muaratais, BBI Aek Sijornih (Sayur Matinggi), BBI Aek Sabaon (Marancar), BBI Arse (Arse), BBI Purba Tua (Sipirok) minim pendapatan.
 

Pewarta: Kodir Pohan

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019