Pihak Kejaksaan Swedia akan mendakwa tiga petugas polisi atas penembakan fatal terhadap seorang pria penyandang sindrom down dan autisme berusia 20 tahun pada Agustus lalu.
Kasus tersebut menimbulkan kekhawatiran soal penggunaan kekuatan mematikan.
Eric Torell, yang memiliki kemampuan berpikir setara anak usia 3 tahun, tewas diberondong peluru setelah menyelinap ke luar dari rumahnya di Stockholm pada tengah malam untuk bermain.
Polisi melepaskan 25 tembakan ke arah Torell di halaman kompleks. Mereka meyakini bahwa pistol mainan yang dibawa Torrell adalah senjata sungguhan. Torell, ditembak tiga kali, termasuk satu tembakan mematikan. Dua tembakan menghantam bagian belakang.
"Saya memutuskan bahwa polisi yang didakwa atas penembakan tidak mengikuti prosedur yang seharusnya mereka lakukan, dan seandainya mereka melakukan itu, mereka akan menyadari bahwa Eric - korban - bukanlah sebuah ancaman," kata jaksa Martin Tiden kepada wartawan.
Dua polisi didakwa melakukan pelanggaran dan seorang lainnya menyebabkan kematian seseorang.
Tiden mengatakan polisi dibenarkan melepaskan tembakan ke arah Torell, yang tidak mengindahkan instruksi untuk meletakkan senjatanya. Namun seharusnya mereka berhenti menembak saat Torell berpaling dari mereka.
Kematian Torell menuai kemarahan publik dan menimbulkan pertanyaan soal penggunaan kekuatan mematikan oleh polisi Swedia.
"Saya berharap bahwa kami mendapatkan kejelasan tentang apa yang terjadi, bagaimana itu bisa salah. Saya juga berharap mereka mengubah cara polisi dilatih karna ini tidak harus terjadi," ungkap ibu Torell kepada Kantor Berita TT.
Polisi menembak dan menewaskan rata-rata satu orang setiap tahunnya selama 20 tahun terakhir, menurut data statistik kepolisian.
Namun jumlah tersebut melonjak dengan enam orang ditembak mati pada 2018.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
Kasus tersebut menimbulkan kekhawatiran soal penggunaan kekuatan mematikan.
Eric Torell, yang memiliki kemampuan berpikir setara anak usia 3 tahun, tewas diberondong peluru setelah menyelinap ke luar dari rumahnya di Stockholm pada tengah malam untuk bermain.
Polisi melepaskan 25 tembakan ke arah Torell di halaman kompleks. Mereka meyakini bahwa pistol mainan yang dibawa Torrell adalah senjata sungguhan. Torell, ditembak tiga kali, termasuk satu tembakan mematikan. Dua tembakan menghantam bagian belakang.
"Saya memutuskan bahwa polisi yang didakwa atas penembakan tidak mengikuti prosedur yang seharusnya mereka lakukan, dan seandainya mereka melakukan itu, mereka akan menyadari bahwa Eric - korban - bukanlah sebuah ancaman," kata jaksa Martin Tiden kepada wartawan.
Dua polisi didakwa melakukan pelanggaran dan seorang lainnya menyebabkan kematian seseorang.
Tiden mengatakan polisi dibenarkan melepaskan tembakan ke arah Torell, yang tidak mengindahkan instruksi untuk meletakkan senjatanya. Namun seharusnya mereka berhenti menembak saat Torell berpaling dari mereka.
Kematian Torell menuai kemarahan publik dan menimbulkan pertanyaan soal penggunaan kekuatan mematikan oleh polisi Swedia.
"Saya berharap bahwa kami mendapatkan kejelasan tentang apa yang terjadi, bagaimana itu bisa salah. Saya juga berharap mereka mengubah cara polisi dilatih karna ini tidak harus terjadi," ungkap ibu Torell kepada Kantor Berita TT.
Polisi menembak dan menewaskan rata-rata satu orang setiap tahunnya selama 20 tahun terakhir, menurut data statistik kepolisian.
Namun jumlah tersebut melonjak dengan enam orang ditembak mati pada 2018.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019