Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai pelarangan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto berkampanye di Simpang Lima, Semarang merupakan bentuk kemunduran demokrasi yang berjalan di Indonesia.
"Ini salah satu bentuk kemunduran demokrasi Indonesia karena setiap kampanye Prabowo yang dihadiri masyarakat dengan jumlah besar, selalu berjalan damai," kata Hidayat usai menghadiri acara "Silaturahim Nasional Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia", di Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jatim, Kamis.
Hidayat yang merupakan anggota BPN Prabowo-Sandi menyoroti ketidakadilan yang diterima Prabowo saat kampanye Pilpres, misalnya, di beberapa tempat, helikopter yang dinaiki mantan Danjen Kopassus tersebut dilarang mendarat.
Bahkan menurut dia, di beberapa tempat, izin menggunakan tempat untuk kampanye ternyata tidak diperbolehkan oleh pihak berwenang setempat.
Baca juga: Tidak dapat izin di Semarang, Prabowo kampanye terbuka di Sriwedari
Baca juga: Prabowo sebut negara sedang sakit parah
"Ini bagian memperkeruh suasana dan mempertajam polarisasi. Padahal, itu tempat publik, yang pernah dipakai untuk apel kebangsaan yang katanya apel termahal di dunia yang harganya Rp18 miliar," ujarnya.
Hidayat menyesalkan mengapa kampanye Prabowo di beberapa daerah harus dilarang padahal para pendukungnya bersikap tertib dan damai, tidak kejar-kejaran memperebutkan nasi bungkus serta tidak teriak-teriak belum dibayar menghadiri kampanye.
Menurut dia, pelarangan kampanye itu justru menimbulkan kesalahpahaman padahal harus adil memperlakukan peserta Pilpres.
"Ketika semua diizinkan sesuai aturan hukum, akan menghadirkan kedamaian namun kalau ada pelarangan tidak sesuai aturan maka akan menimbulkan kecurigaan dan friksi," ujarnya.
Sebelumnya, capres nomor urut 02, Prabowo Subianto mengaku mendapat larangan saat akan menggelar kampanye di Simpang Lima, Semarang sehingga dirinya memilih Solo sebagai tempat kampanye akbar.
Padahal menurut dia, Kota Semarang akan menjadi tempat terakhirnya menggelar kampanye akbar dalam rangkaian kampanye terbuka yang digelar sejak 24 Maret hingga 13 April 2109.
"Ini adalah kampanye terbuka yang terakhir. Tadinya kami mau kampanye di Semarang, kami mau di lapangan Simpang Lima tapi katanya nggak boleh," kata Prabowo saat kampanye di Stadion Sriwedari, Solo, Jawa Tengah, Rabu (10/4).
Prabowo juga menjelaskan pihaknya juga berencana memindahkan lokasi ke GOR Jatidiri, Semarang, namun tidak diizinkan sehingga dirinya memutuskan berkampanye di Solo, dan ternyata mendapatkan sambutan luar biasa.
Dia membandingkan saat Pilpres 2009 yang berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri dan berhadapan dengan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, tidak mendapatkan larangan kampanye seperti yang dialaminya saat ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
"Ini salah satu bentuk kemunduran demokrasi Indonesia karena setiap kampanye Prabowo yang dihadiri masyarakat dengan jumlah besar, selalu berjalan damai," kata Hidayat usai menghadiri acara "Silaturahim Nasional Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia", di Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jatim, Kamis.
Hidayat yang merupakan anggota BPN Prabowo-Sandi menyoroti ketidakadilan yang diterima Prabowo saat kampanye Pilpres, misalnya, di beberapa tempat, helikopter yang dinaiki mantan Danjen Kopassus tersebut dilarang mendarat.
Bahkan menurut dia, di beberapa tempat, izin menggunakan tempat untuk kampanye ternyata tidak diperbolehkan oleh pihak berwenang setempat.
Baca juga: Tidak dapat izin di Semarang, Prabowo kampanye terbuka di Sriwedari
Baca juga: Prabowo sebut negara sedang sakit parah
"Ini bagian memperkeruh suasana dan mempertajam polarisasi. Padahal, itu tempat publik, yang pernah dipakai untuk apel kebangsaan yang katanya apel termahal di dunia yang harganya Rp18 miliar," ujarnya.
Hidayat menyesalkan mengapa kampanye Prabowo di beberapa daerah harus dilarang padahal para pendukungnya bersikap tertib dan damai, tidak kejar-kejaran memperebutkan nasi bungkus serta tidak teriak-teriak belum dibayar menghadiri kampanye.
Menurut dia, pelarangan kampanye itu justru menimbulkan kesalahpahaman padahal harus adil memperlakukan peserta Pilpres.
"Ketika semua diizinkan sesuai aturan hukum, akan menghadirkan kedamaian namun kalau ada pelarangan tidak sesuai aturan maka akan menimbulkan kecurigaan dan friksi," ujarnya.
Sebelumnya, capres nomor urut 02, Prabowo Subianto mengaku mendapat larangan saat akan menggelar kampanye di Simpang Lima, Semarang sehingga dirinya memilih Solo sebagai tempat kampanye akbar.
Padahal menurut dia, Kota Semarang akan menjadi tempat terakhirnya menggelar kampanye akbar dalam rangkaian kampanye terbuka yang digelar sejak 24 Maret hingga 13 April 2109.
"Ini adalah kampanye terbuka yang terakhir. Tadinya kami mau kampanye di Semarang, kami mau di lapangan Simpang Lima tapi katanya nggak boleh," kata Prabowo saat kampanye di Stadion Sriwedari, Solo, Jawa Tengah, Rabu (10/4).
Prabowo juga menjelaskan pihaknya juga berencana memindahkan lokasi ke GOR Jatidiri, Semarang, namun tidak diizinkan sehingga dirinya memutuskan berkampanye di Solo, dan ternyata mendapatkan sambutan luar biasa.
Dia membandingkan saat Pilpres 2009 yang berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri dan berhadapan dengan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, tidak mendapatkan larangan kampanye seperti yang dialaminya saat ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019