KPK menggeledah kantor PT Inersia milik anggota Komisi VI DPR dari fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso yang berlokasi di Jalan Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

"Hari ini dilakukan penggeledahan di satu lokasi di kantor Inersia di Salihara. Sampai pukul 19.00 WIB tadi, tim masih berada di lokasi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Jumat malam.

Bowo Sidik Pangarso adalah tersangka kasus dugaan penerimaan suap kerja sama pengangkutan bidang pelayaran untuk kebutuhan distribusi pupuk yang menggunakan kapal PT Humpuss Transportasi Kimia (PT HTK).

Bowo adalah pemilik PT Inersia, sedangkan anak buah Bowo yang juga direktur PT Inersia bernama Indung juga telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama-sama dengan Bowo.

Satu tersangka lainnya adalah Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti sebagai pihak pemberi suap.

"Sejauh ini diamankan dokumen-dokumen terkait dengan kepemilikan perusahaan yang menjelaskan posisi BSP (Bowo Sidik Pangarso) dan IND (Indung) di perusahaan tersebut," tambah Febri.

Baca juga: KPK sebut ada beberapa sumber aliran dana yang diterima Bowo Sidik
Baca juga: Jadi tersangka KPK, Bowo Sidik diberhentikan dari kepengurusan Golkar
Baca juga: Bowo Sidik sempat tidak kooperatif saat akan ditangkap

Pada Kamis (28/3), KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bowo Sidik Pangarso yang juga mencalonkan diri sebagai anggota DPR 2019-2024 dari daerah pemilihan Jawa Tengah II yang meliputi Kudus, Demak dan Jepara yang memperebutkan tujuh kursi di Senayan

Bowo Sidik Pangarso menyiapkan 400.000 amplop berisi uang Rp20 ribu dan Rp50 ribu dalam 84 kardus senilai total sekitar Rp8 miliar untuk "serangan fajar" pada 17 April 2019 demi meraih kursi DPR.

Dalam perkara ini, Bowo diduga telah menerima suap sebesar Rp310 juta dan 85.130 dolar AS atau sekitar Rp 1,2 miliar dari Marketing Manajer PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Asty Winasti.

Suap ini diberikan karena Bowo membantu PT HTK mendapatkan kembali kontrak kerja sama dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) untuk mendistribusikan pupuk yang diproduksi PT Pupuk Indonesia. Selain dari PT HTK yang merupakan cucu perusahaan Humpuss Grup, Bowo juga diduga telah menerima suap dan gratifikasi dari sejumlah pihak lain yang totalnya mencapai Rp8 miliar.

Baca juga: KPK tetapkan Bowo Sidik Pangarso sebagai tersangka
Baca juga: Bowo Sidik Pangarso ditahan KPK
Baca juga: Ini dia kronologi OTT kasus suap Bowo Sidik
Baca juga: Puluhan kardus berisi uang ditemukan KPK dalam kasus distribusi pupuk

Kasus ini bermula saat PT HTK berupaya kembali menjalin kerja sama dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) untuk mendistribusikan pupuk PT Pupuk Indonesia menggunakan kapal-kapal PT HTK. Untuk merealisasikan hal tersebut, PT Humpuss meminta bantuan Bowo Sidik Pangarso.

Pada 26 Februari 2019 dilakukan "MoU" antara PT Pupuk Indonesia dengan PT HTK. Salah satu materi "MoU" tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.

Dengan bantuannya tersebut, Bowo Sidik Pangarso meminta komitmen "fee" kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metrik ton. Untuk merealisasikan komitmen "fee" ini, Asty memberikan uang sebesar Rp89,4 juta kepada Bowo Sidik Pangarso melalui Indung di kantor PT HTK di Gedung Granadi, Jakarta, Rabu (27/3). Setelah proses transaksi, tim KPK membekuk keduanya.

Suap ini bukan yang pertama diterima Bowo dari pihak PT HTK. Sebelumnya, Bowo sudah menerima enam kali pemberian senilai Rp221 juta dan 85.130 dolar AS.

Selain dari Humpuss, KPK menduga Bowo juga menerima suap atau gratifikasi dari pihak lain. Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Bowo Sidik Pangarso dan Indung disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019