Oleh Profesor Ibrahim Gultom *)

Perhelatan reuni akbar 212 pada hari Minggu 2 Desember 2018 yang lalu sungguh tak bisa diulas dengan kata-kata dan nalar pun seolah tak jalan untuk melogikannya kecuali dengan air mata. Kenapa tidak? 

Dengan waktu yang singkat dan media yang terbatas umat Islam beserta komponen bangsa lainnya tak terkecuali non Islam dapat berkumpul di Monas dengan jumlah hampir sepuluh juta orang untuk membangun persatuan, solidaritas dan kekuatan sekaligus mendoakan agar negeri terhindar dari perpecahan menuju negara yang tetap  terjaga di bawah naungan NKRI yang diidam-idamkan. 

Melihat jumlah manusia yang spektakuler itu serta merta mengundang tegaknya bulu roma, keharuan, emosi keagamaan serta sejumlah  refleksi keimanan bagi peserta reuni maupun bagi yang menyaksikan melalui televisi. 

Demikianlah jika Allah berkehendak sebagaimana terdapat dalam firmannya, tidak sulit bagiNya untuk mengumpulkan hamba yang masih ikhlas memuji namaNya dan menjunjung tinggi kalimat tahuidNya sebagai representasi umat yang masih jernih keimanannya dan apalagi otaknya. 

Dia mudahkan semua urusan hambanya, Dia luruskan jalan bagi yang mau tunduk kepadaNya, Dia perhitungkan sebelum hambanya memperhitungkanNya. 

Dia berikan kemuliaan serta Dia cabut kekuasaan bagi yang dikehendakiNya. Dia belokkan hati hambanya ke jurang bagi yang setengah hati keistiqomahannya. 

Kali ini, para iblispun tampak bagai ditimpa musibah dan dirundung malang plus gundah gulana karena tidak berjaya menggoda kaum yang beriman untuk tidak datang mengikuti rapat akbar terbesar di dunia yang melebihi jumlah jemaah haji pada saat wukuf di Arafah setiap tahunnya. 

Pekikan takbir dan kalimat tauhid ternyata memancar sebagai energi ilahiyah bagi segenap umat terutama bagi peserta reuni untuk menyuarakan kebenaran dan melawan ketidakadilan dan kedzoliman. 

Namun kesuksesan reuni 212 kali ini bukanlah semata karena keahlian panitia dalam merancangnya dan bukan pula karena seluruh pesertanya dapat menahan diri menjaga ketertiban dan keamanan, namun ada juga peran yang sangat signifikan kontribusinya dalam menjaga keamanan dan ketertiban pada saat bahkan sebelum berlangsungnya acara reuni yakni peran pihak POLRI dan TNI. 

Ternyata kesetiaan POLRI tak pernah bergeser dan berpaling dari rakyat sesuai janji yang telah tertuang dalam Tri Brata Polri  yang senantiasa melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat  dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban. 

Coba bayangkan bakal apa yang terjadi apabila Polri memberi ijin bagi kelompok lain untuk mengadakan acara mauli dan yang terkesan sebagai tandingan di masjid istiqlal pada waktu yang bersamaan. 

Boleh jadi dalam hal ini Intel Polri telah mencium “bau tak sedap” sebelumnya terhadap kelompok tersebut sehingga permohonannya tidak dikabulkan. 

Memberi ijin berarti tidak logis sekaligus membebani Polri memberikan pertanggung-jawaban moral terhadap masyarakat. 

Kita berterimakasih kepada pihak polri  yang masih tetap objektif mengambil keputusan dan berpihak kepada rakyat dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban sebagaimana sumpah janji yang ada di pundaknya. 

Atau boleh saja semua pihak dapat berhipotesis bahwa di tubuh polri telah terjadi pergeseran “persepsi” secara kilat terhadap makna dan simbol aksi-aksi selama ini yang semula terkesan merepotkan polisi menjadi sebuah pembelajaran positif yang membuahkan hasil semakin eratnya Polri dengan rakyat.

Ada lompatan pengabdian sesuai dengan kekayaan slogan yang melekat pada diri polri itu sendiri yang selama ini terkesan dilupakan menjadi melek terhadap slogan itu. 

Mulai dari slogan “pengabdian yang terbaik”, pengabdian tanpa terbatas apalagi dengan semboyan terbaru “bisa menolak perintah atasan yang nyata-nyata melanggar hukum” menjadi darah segar dan spirit bagi Polri dalam melaksanakan tugas agar pengabdiannya dapat dinikmati masyarakat luas.

Lihatlah ketika reuni 212 yang secara bersamaan juga diadakan di Binjai dan Medan, betapa pihak Polri telah menunjukkan pengabdian terbaiknya melindungi dan mengayomi peserta reuni. 

Belum lagi Polwannya dengan sabar dan setia mendampingi wanita tua ketika pawai menuju tempat upacara. 

Polwan tampak begitu familiar dengan ibu-ibu warga Binjai  seolah Polwan berkata: ”aku juga duduk bersama ibu namun hanya tempat duduk kita yang berbeda”. Tentu sikap dan prilaku Polri ini tidak karena kemauan personil Polri an sich, melainkan itulah komando dan gambaran watak kepemimpinan institusi polri mulai dari tingkat Mabes, Polda dan Polres. 

Demikian juga pihak TNI yang tugasnya menegakkan kedaulatan negara dan mempertahankan keutuhan wilayah NKRI ikut serta membantu pihak kepolisian dalam mengamankan perhelatan rakyat. 

TNI begitu sabar mengamati sepak terjang para peserta reuni termasuk menginteli tamu tak diundang yang boleh saja sengaja berniat menciptakan keonaran selama upacara reuni berlangsung. 

Bahkan terlihat dengan jelas sekelompok TNI membagikan paket makanan dan minuman kepada sebagian peserta reuni guna menunjukkan rasa simpatinya. 

TNI sadar bahwa mereka lahir dari rakyat sekaligus juga menunjukkan seolah ikut merasakan betapa beratnya perjuangan menjaga NKRI di tengah-tengah masa sulit seperti sekarang ini baik dari segi ekonomi, politik, ancaman idiologi maupun pertahanan dan keamanan.

Doa kita demikianlah seterusnya agar Polri tetap menyatu dengan rakyat karena Polri adalah abdi utama daripada nusa dan bangsa. Sebutan itu adalah brata pertama dari Tri Brata yang diikrarkan sebagai pedoman hidup Polri. 

Polri yang tumbuh dan berkembang dari rakyat memang harus berinisiatif dan bertindak sebagai abdi sekaligus pelindung dan pengayom rakyat. Harus jauh dari sikap dan bertindak sebagai penguasa. 

Ternyata prinsip ini sejalan dengan paham kepolisian di semua Negara di dunia yang disebut sebagai filosofi polisi modern yang baru (new modern police philosophy) yang jargonnya”vigilant quiescent” (Kami berjaya sepanjang waktu agar masyarakat tenteram). Filosofi baru ini mengindikasikan bahwa ukuran prestasi kepolisian bukan saja dilihat dari banyaknya orang yang berbuat kriminal dapat ditangkap dan dipenjarakan melainkan sejauhmana kedekatan Polri dengan rakyat sehingga dapat menekan angka kriminal dan dapat menciptakan ketertiban dan keamanan. 

Dengan demikian merangkul umat adalah salah satu jalan menuju kesuksesan sekaligus sebagai prestasi Polisi terutama dalam membasmi kejahatan sebagaimana tertuang dalam jargon Turn Back Crime (TBC) khususnya pada bagian tim reserse Polri. 

Terima kasih untukmu Polri, sejujurnya hampir saja rakyat berbuat dosa kepada dirinya karena sikap prejudice dan kesalah-pahaman menafsirkan posisimu selama ini. 

Dan hampir saja rakyat bersikap apatis karena kehilangan kepercayaan dalam memperoleh perlindungan.Ternyata engkau masih hadir dekat dengan rakyat. 

Belum terlalu jauh jalan simpang yang engkau lalui untuk kembali ke khittah perjuanganmu sebagai Polri yang melekat sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. 

Kami tahu bahwa engkau memang belum sempurna tapi akan selalu memberikan yang terbaik untuk rakyat, bangsa dan negara. Semboyanmu yang berbunyi “tekadku pengabdian yang terbaik” menjadi suluh di kala kegelapan, menjadi penyejuk di kala kehausan dan menjadi pelindung dikala situasi keonaran. 

Jangan engkau tinggalkan kami   dan jangan ada dusta diantara kita karena kita sama-sama komponen bangsa yang punya porsi dan tanggung jawab masing-masing terhadap negara apalagi terhadap Tuhan Yang Maha Esa.  

Terima kasih untukmu TNI yang senantiasa mempertahankan keutuhan wilayah kesatuan kesatuan Republik Indonesia(NKRI). Kehadiranmu di reuni 212 menjadi penyejuk bagi peserta yang membawa kalimat tauhid melekat di bendera. 

Khittah perjuanganmu tak pernah kami ragukan darimu dalam menegakkan NKRI dibawah naungan Pancasila dan UUD 45. Rakyat menunggu terobosan kiprahmu dalam menangkis segala bentuk jajahan di segala bidang yang akan mengancam pertahanan dan keamanan negara. 

Keberanianmu dan kecerdasanmu sangat dibutuhkan dikala keadaan sudah mengarah kepada situasi SOS (Save Our Souls). Lebih-lebih lagi untuk menangkal dan membasmi adanya susupan idiologi asing yang dapat mengancam kelangsungan idiologi Pancasila.

Tahniah buat saudaraku yang telah ikut reuni 212 baik di Monas maupun di titik kota lainnya. Kehadiran saudaraku menjadi representasi dari umat secara keseluruhan sekaligus menjadi satu kekuatan di dalam menjaga NKRI. 

Mari kita tanamkan kepercayaan pada diri kita bahwa Polri dan TNI adalam milik rakyat dan senantiasa bersama-sama dengan rakyat meski kadang mereka diperhadapkan pada pilihan posisi yang sangat sulit. 

Semoga Tuhan memberkati segala niat tulus dan bentuk ikhtiar kita dalam membangun bangsa dan negara menuju baldatun thoyyibatun warabbun ghofur. Jayalah Polri-ku, jayalah TNI-ku



*) Penulis adalah Guru Besar Unimed dan Wakil Ketua PW Muhammadiyah Sumatera Utara.

Pewarta: Akung

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018