Taput (Antaranews Sumut) -"Mimpi telah menjadi kenyataan. Spektrum warna pelangi yang lahir dari keberadaan Bandara Silangit merupakan 'multi effects' yang sangat berarti untuk Tapanuli Utara," barisan kalimat itu meluncur dari bibir Nikson Nababan, Bupati Tapanuli Utara yang mengenang progres dan perjuangannya dalam mewujudkan Bandar Udara Internasional Silangit, Selasa, 20 November 2018.
Di tengah padatnya aktivitas kesehariannya, Nikson berbagi cerita, mengenang kembali langkah dan upaya yang ditempuhnya dalam memperjuangkan pengembangan Bandara Silangit yang awalnya hanya merupakan sebuah bandara perintis.
“Awalnya hanya sebuah mimpi. Namun, kuasa dan berkat penyertaan Tuhan Yang Maha Pemurah, telah menjadikannya nyata,” sebutnya.
Nikson mengungkapkan, mimpi yang telah menjadi nyata akan melahirkan harapan-harapan baru yang berimbas pada peningkatan taraf kehidupan masyarakat di kawasan Danau Toba, khususnya masyarakat Tapanuli Utara yang akan mewujudkan terciptanya kemajuan, kemakmuran, dan kemandirian.
Harapan baru yang terlahir dari keberadaan Silangit, penulis lukiskan ibarat pelangi dengan warna-warni perubahan yang akan terwujud sebagaimana ‘Pelangi Mimpi Di Hamparan Silangit’, hamparan lokasi bandara yang menjadi bagian dari mimpi yang telah nyata.
Berdasarkan sejarah, Bandara Silangit yang terletak di hamparan kawasan Silangit, Desa Pariksabungan, Kecamatan Siborongborong, sebelumnya hanya memiliki luas area 85 hektare dengan elevasi 1.416 meter di atas permukaan laut dibangun di masa penjajahan Jepang mendapatkan penambahan landasan pacu sepanjang 900 meter hingga menjadi 2.250 meter pada 1995.
Peresmian yang dilakukan berselang 10 tahun, yakni pada 9 Maret 2005 oleh Presiden RI melegalkan keberadaan bandara untuk digunakan dalam penerbangan sipil.
Selanjutnya, pada 14 Desember 2012, Direktorat Jendral Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan melepaskan kewenangan pengelolaan bandara kepada PT Angkasa Pura II.
Bandara Silangit menjadi satu-satunya bandara kelas IV yang memiliki fasilitas dan kemampuan setara bandara kelas II di Indonesia. Namun, luasan areal yang sangat terbatas itu akhirnya mendapat penambahan areal seluas 142 hektare untuk kepastian pengembangan kawasan bandara yang diserahkan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara dalam penandatanganan nota kesepahaman bersama dengan PT Angkasa Pura II pada 15 Februari 2015 di Hotel Pullman Jakarta, setelah polemik pengelolaan bandara oleh AP II mampu dipertahankan.
Perlahan dan pasti, pengembangan bandara pun terealisasi melalui kucuran dana pihak pengelola hingga bandara mampu didarati pesawat berbadan lebar seperti pesawat jenis ATR dan Bombardier.
Namun, secara tiba-tiba pengelolaannya kembali sempat dilakoni Kementerian Perhubungan, yang menjadi hambatan dalam progres kemajuan yang sedang berjalan. Untung saja, upaya dan kerja keras Bupati Nikson Nababan yang berjuang untuk mempertahankan pengelolaan bandara oleh AP II, akhirnya membuahkan hasil, dan mendapatkan perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo.
Diawali dengan penetapan kawasan Danau Toba sebagai salah satu kawasan strategis pariwisata nasional oleh Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden nomor 3 tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional yang diterbitkan pada 8 Januari 2016.
Danau Toba menjadi satu diantara sepuluh destinasi wisata yang dikenal dalam istilah Kawasan Strategis Pariwisata Nasional atau disingkat KSPN. Dimana, Danau Toba di Sumatera Utara menjadi kawasan ekonomi khusus pariwisata Indonesia bersama sejumlah wilayah lainnya seperti Tanjung Kelayang di Bangka Belitung, Morotai di Maluku Utara, Tanjung Lesung Di Banten, Wakatobi Di Sulawesi Tenggara, Kepulauan Seribu di DKI Jakarta, Candi Borobudur di Jawa Tengah, Mandalika, Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur, Kawasan Bromo Tengger di Jawa Timur.
Semangat pengembangan pariwisata Danau Toba pun menghantarkan langkah Presiden Jokowi untuk mengunjungi wilayah Tapanuli melalui Bandara Silangit pada 1 Maret 2016. Penegasan pengembangan bandara pun dicetuskan dengan memerintahkan pimpinan maskapai Garuda Indonesia untuk membuka rute penerbangan dari dan menuju Silangit sebagai akses tercepat bagi wisatawan menuju destinasi wisata Danau Toba.
Tetapi lagi dan lagi, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Syarat 'lock seat' yang diajukan manajemen Garuda Indonesia harus kembali menyita perjuangan keras Bupati Nikson dalam meyakinkan pihak legislatif agar penerbangan Garuda sesuai amanah Presiden dapat terwujud.
Dan terbukti, rute penerbangan Garuda yang tidak pernah sepi penumpang akhirnya menjadi awal ketertarikan maskapai lainnya seperti Sriwijaya Air untuk membuka rute yang sama hingga upaya peningkatan status bandara menjadi bandara internasional demi melayani antusiasme wisatawan mancanegara menuju Danau Toba pun diperjuangkan.
Perpanjangan landasan pacu dari 2.400 meter akhirnya ditingkatkan menjadi 2.650 meter, juga lebar 'runway' yang tadinya hanya 30 meter meningkat menjadi 45 meter yang menjadikan Bandara Silangit memungkinkan untuk didarati pesawat besar tipe Boeing 737-800 dan Airbus 320.
Tidak hanya itu, penerbangan internasional dari Bandara Changi menuju Bandara silangit mendapatkan ujicoba oleh Menteri koordinator kemaritiman Luhut Panjaitan beserta rombongan pada 8 September 2017 dengan menggunakan pesawat jet pribadi selama 52 menit menciptakan mimpi yang nyata hingga Bandara Silangit diresmikan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menjadi bandara Internasional pada Jumat, 24 November 2017.
Presiden Jokowi menyebutkan, Bandara Internasional Silangit menjadi gerbang bagi wisatawan berkunjung, gerbang kreatifitas bagi pelestarian adat batak, gerbang untuk ‘marsipature hutanabe’ atau gerbang untuk membangun kampung halaman.
Keberadaan Silangit juga diharapkan menjadi gerbang menuju peningkatan kemakmuran, kesejahteraan masyarakat ‘tano batak’ (tanah batak).
“Inilah gerbang menuju peningkatan kemakmuran, kesejahteraan masyarakat di seluruh tano batak,” ujar Jokowi, sebelum melakukan pemukulan gong sebagai pertanda peresmian bandara.
Dikatakan, ledakan baru di dunia pariwisata sedang dibuat saat gerbang menuju keindahan danau toba yang menyimpan sejarah bumi dan kekayaan seni budaya suku-suku di tano batak, terbuka lebar.
“74 ribu tahun silam, danau toba yang lahir dari maha-dahsyatnya letusan gunung berapi dan dampaknya terasa di seluruh dunia. Sekarang, kita sedang membuat ledakan baru di dunia pariwisata,” sebutnya.
“Bukka ma pintu, bukka ma harbangan. Ai nunga rade labuan ni hapal internasional. Pidong na habang, pasahat ma barita on tu luat portibi. Horas ma tondi madingin, pir tondi matogu. Mauliate,” pungkas Jokowi, bersamaan dengan pelepasan puluhan burung merpati ke udara oleh sejumlah anak.
Barisan kalimat tersebut mengutip istilah ‘umpasa’ (pepatah) dan ‘umpama’ (perumpamaan) adat batak yang dalam bahasa Indonesia berarti, bukalah pintu, bukalah gerbang. Sebab, telah tersedia bandara pesawat internasional. Burung yang terbang, sampaikan kabar ini ke seluruh penjuru dunia. Sejuk dan nyamanlah wahai sukma, kukuh dan keraslah wahai jiwa. Terimakasih.
Presiden Jokowi kemudian berjalan ke arah susunan ‘gondang’ (tetabuhan), sembari kembali mengutip istilah ‘umpasa’, dia yang ditemani sejumlah menterinya juga Gubsu Erry Nuradi menabuh ‘gondang’ bersama-sama, dan dilanjutkan dengan penandatanganan prasasti.
Pada kesempatan itu, Joko Widodo juga memerintahkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi untuk memperpanjang ‘runway’ dari 2.650 meter menjadi 3.000 meter.
“Saya perintahkan Menteri Perhubungan untuk memperpanjang runway menjadi 3.000 meter, agar pesawat ‘wide body’ yang berbadan besar, bisa masuk ke Silangit,” tegas Jokowi.
Selain itu, perluasan terminal bandara dari kondisi saat ini seluas 3.000 meter persegi menjadi 10.000 meter persegi, juga ditekankan sang presiden untuk diselesaikan paling lama tahun 2020.
Perlahan dan pasti, pengembangan bandara yang telah resmi berstatus bandara internasional pun tak luput dari perhatian maskapai penerbangan. Harapan meraih untung dalam menjual jasa penerbangan dilakoni Malindo Air yang membuka secara resmi rute penerbangan internasional Subang-Silangit pada 1 Agustus 2018. Demikian halnya, maskapai AirAsia yang juga meresmikan rute terbang Kualalumpur-Silangit dengan mendaratkan pesawatnya pada 28 Oktober 2018.
“Hingga saat ini, AirAsia telah membuka empat kali penerbangan dalam seminggu untuk rute Kualalumpur-Silangit,” ujar Rudianto, Stasiun Manajer AirAsia Silangit, Senin, 19 November 2018.
Dikatakan, rute terbang Silangit-Kualalumpur yang dioperasikan setiap Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu, masih cukup diminati, terlebih dalam penerbangan di hari Jumat.
“Khusus untuk hari Jumat, penerbangan rute Kualumpur-Silangit terisi 120 ‘seat’ dari total 180 ‘seat’ yang disediakan,” urainya.
Menurutnya, berdasarkan daftar manifes, mayoritas penumpang merupakan warga Malaysia yang ingin menikmati akhir pekannya di kawasan wisata Danau Toba.
Tentu saja, lokasi bandara yang hanya berjarak 17,2 km yang hanya dapat ditempuh dengan perjalanan darat sekitar 30 menit menjadi daya tarik wisatawan yang ingin mengisi waktu liburannya dengan keindahan panorama Danau Toba. Sementara, jarak tempuh dari Medan menuju kawasan Danau Toba Parapat mencapai sekitar 180 km yang dapat ditempuh dengan perjalanan darat selama kurang lebih 4 jam.
Keberadaan jarak tempuh yang sangat dekat dari lokasi Bandara Silangit menuju kawasan wisata Danau Toba juga menjadi poin utama yang meyakinkan Bupati Nikson terkait kelayakan Muara menjadi pintu masuk menuju kawasan wisata Danau Toba.
“Jarak tempuh dari Bandara Silangit menuju kawasan wisata Danau Toba Muara sangat dekat. Sehingga Muara layak sebagai pintu masuk menuju kawasan wisata Danau Toba,” sebut Nikson.
Fasilitas infrastruktur pendukung wisata di Muara, baik itu infrastruktur jalan, dan dermaga penyeberangan yang turut dibenahi pemerintah pusat juga menjadi poin yang turut menunjang kelayakan dimaksud.
Keberadaan taman wisata alam Sijaba Hutaginjang Muara sebagai kawasan yang menawarkan panorama keindahan Danau Toba dengan perbukitan hijau di sepanjang tepi danau menjadi suguhan yang amat menarik dan membuat wisatawan betah untuk menikmati pemandangan menakjubkan yang tersaji indah.
Selain panoramanya, lokasi wisata alam ini juga menawarkan berbagai jenis kegiatan diantaranya ‘gantole’, ‘tracking’, dan juga bumi perkemahan. Kawasan wisata yang berada di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut ini menyajikan hembusan angin dingin segar yang berbaur dengan aroma wangi pepohonan pinus yang tumbuh di sekeliling area.
Demi upaya meningkatkan minat kunjungan wisatawan ke daerah Muara, sebanyak 35 unit 'homestay' sebagai penguatan sisi akomodasi dalam menyambut perjalanan wisata di Sibandang Muara juga turut dipersiapkan dengan bantuan Kementerian Pariwisata.
Pulau Sibandang merupakan daratan di tengah Danau Toba yang dalam istilah batak disebut 'pulo', ternyata tidak sekedar indah atas panorama alamnya. Namun, sejumlah kekayaan budaya mulai dari keberadaan perkampungan batak hingga situs sakral, dipersiapkan sebagai obyek yang mampu menarik minat kunjungan wisatawan.
Meski anggaran terbatas, namun upaya untuk mewujudkan Sibandang yang merupakan pulau terbesar sejati di wilayah Danau Toba dengan sebutan 'the biggest real island' dengan memiliki luas wilayah lebih kurang 850 hektar, sudah dipersiapkan sebagai destinasi wisata.
'Pulo Sibandang', juga memiliki pantai indah yang berhadapan langsung dengan Tarabunga dan Sigaol, juga Laguboti, serta Dolok Tolong Tobasamosir yang terlihat jelas. Sementara, sisi lainnya juga berhadapan dengan pantai- pantai di Kecamatan Nainggolan, Onanrunggu, dan Kecamatan Palipi yang berada di dalam lingkar Pulau Samosir.
Perjalanan menuju Sibandang hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit dari Bandara Silangit yang selanjutnya menyeberangi Danau Toba dari pelabuhan Muara.
Pulau Sibandang yang sejak dahulu terkenal dengan buah mangganya, memiliki potensi wisata yang tersebar di tiga desanya, yakni Sampuran, Papande, dan Desa Sibandang.
Selain sudut panorama alam yang indah, di Desa Sampuran, juga terdapat ritual masyarakat setempat yang dinamai 'hoda-hoda' atau sejenis kuda lumping yang dapat dinikmati wisatawan.
Mengunjungi Desa Papande yang merupakan sentra tenun 'ulos harungguan' sebagai rajanya ulos atas keberagaman motif yang dimiliki hingga penyematannya terdahulu menjadi ‘ulosnya para raja’, juga akan memberikan pengalaman menarik bagi wisatawan.
Sementara, di Desa Sibandang, wisatawan akan disuguhi keberadaan perkampungan batak dengan rumah adatnya, juga batu bersusun bak benteng setinggi 1-2 meter yang mengelilingi wilayah perkampungan.
Serta, keberadaan goa yang dipercaya masyarakat memiliki nilai kesakralan, dimana pada jaman dahulu dijadikan sebagai tempat pemujaan untuk memohonkan pertolongan yang Kuasa dalam berbagai hal, seperti meminta turunnya hujan di musim kemarau.
Warga 'Pulo Sibandang' yang telah siap menjadikan daerahnya sebagai destinasi wisata juga berkeinginan agar wilayahnya bebas dari penggunaan kendaraan bermotor. Sehingga, penggunaan unit sepeda bisa dimaksimalkan demi menjaga kenyamanan, serta kelestarian alam yang pasti akan disukai wisatawan.
Selain unit ‘homestay’ di Sibandang, 15 unit lainnya juga telah dipersiapkan di Desa Onanrunggu I Sipahutar sebagai bagian dari rencana penerapan paket perjalanan wisata yang meliputi tiga kabupaten yakni Taput, Tobasa, dan Humbanghasundutan.
Pemerintah tak henti-hentinya mengobarkan semangat antusiasme masyarakat Taput, khususnya di Kecamatan Muara dalam menyambut kunjungan wisatawan. Sejumlah agenda kegiatan pariwisata yang salah satunya melalui perhelatan Festival Tenun Nusantara 2018, sebuah hajatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam 'platform' Indonesiana dalam upaya membangkitkan pamor 'ulos' sebagai kain tenun khas Batak pun sukses digelar dengan menampilkan upacara sakral penyembelihan kerbau yang disebut 'Ulaon Matumona' serta pelaksanaan 'Booth Camp' petenun di Muara dan Pulau Sibandang.
Tidak berhenti berjuang, Nikson Nababan juga merencanakan upaya pengembangan dan pemanfaatan ruang di areal hamparan Silangit melalui pembangunan kawasan bandara yang berbasis ‘Aerocity’ atau Kota Bandara.
Konsep ‘Kota Bandara’ direncanakan dengan mempersiapkan penerapan zonasi yang keberadaannya meliputi ketersediaan fasilitas perkantoran, perindustrian, dan ruang terbuka hijau. ‘Kota Bandara’ yang mendukung modernisasi sebuah kota di sekitar bandara seperti kota bandara yang ada di sekitar Kota New Delhi India dijadikan sebagai sebuah rujukan.
Upaya pengembangan kawasan Bandara Silangit tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar lokasi, serta sebagai penopang peningkatan pendapatan asli daerah.
Hal tersebut, menurut Nikson, sangat dimungkinkan untuk diterapkan mengingat areal hamparan Silangit yang menjadi lahan milik Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara masih menyisakan luasan 158 hektare setelah seluas 142 hektar diberikan kepada pihak pengelola Bandara Silangit, yakni Angkasa Pura II untuk kebutuhan perluasan pembangunan bandara menjadi bandara Internasional.
Secara gamblang, dia mengambarkan bahwa manfaat terbentuknya ‘Aerocity’ akan dirasakan semua pihak setelah 10-20 tahun kedepannya. Untuk itu dirinya ingin agar semua pihak dan elemen masyarakat mendukung dan bergerak demi mewujudkan terbentuknya ‘Aerocity’ di sekitar Bandara Internasional Silangit.
Bila upaya tersebut terwujud, para wisatawan yang berkunjung ke Danau Toba melalui Bandara Silangit diharapkan akan menikmati fasilitas yang telah tersedia di ‘Aerocity’ sebelum meninggalkan bandara.
Untuk mewujudkan rencana itu, Pemkab Taput berjanji akan melibatkan pihak swasta sebagai investor pengembangan kawasan melalui model kerjasama yang nantinya dapat disepakati bersama.
“Kita yakin, multi sektoral akan mendapatkan dampak positif. Dengan keberadaan Bandara Internasional Silangit, Taput menjadi pintu gerbang wisata menuju kawasan strategis pariwisata nasional Danau Toba,” ujar Nikson.
Jika kobaran api semangat menyelimuti usaha dan kerja keras, segala mimpi dan harapan tentunya tidak lagi sebatas khayalan tanpa kenyataan.
‘Pelangi mimpi di hamparan Silangit’ secara pasti akan menebarkan harapan-harapan penuh warna-warni yang akan menjadi wujud nyata. Mimpi tidak lagi sekedar mimpi, namun menjadi bagian motivasi dalam mewujudkan hal-hal besar.
Hamparan Silangit yang dahulu hanya menjadi bagian dari keberadaan bandara perintis, kini merupakan kawasan Bandara Internasional Silangit yang segera akan menjadi gerbang wisata menuju Danau Toba, gerbang kemajuan, dan gerbang kemakmuran masyarakat Batak, khususnya warga Tapanuli Utara.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018
Di tengah padatnya aktivitas kesehariannya, Nikson berbagi cerita, mengenang kembali langkah dan upaya yang ditempuhnya dalam memperjuangkan pengembangan Bandara Silangit yang awalnya hanya merupakan sebuah bandara perintis.
“Awalnya hanya sebuah mimpi. Namun, kuasa dan berkat penyertaan Tuhan Yang Maha Pemurah, telah menjadikannya nyata,” sebutnya.
Nikson mengungkapkan, mimpi yang telah menjadi nyata akan melahirkan harapan-harapan baru yang berimbas pada peningkatan taraf kehidupan masyarakat di kawasan Danau Toba, khususnya masyarakat Tapanuli Utara yang akan mewujudkan terciptanya kemajuan, kemakmuran, dan kemandirian.
Harapan baru yang terlahir dari keberadaan Silangit, penulis lukiskan ibarat pelangi dengan warna-warni perubahan yang akan terwujud sebagaimana ‘Pelangi Mimpi Di Hamparan Silangit’, hamparan lokasi bandara yang menjadi bagian dari mimpi yang telah nyata.
Berdasarkan sejarah, Bandara Silangit yang terletak di hamparan kawasan Silangit, Desa Pariksabungan, Kecamatan Siborongborong, sebelumnya hanya memiliki luas area 85 hektare dengan elevasi 1.416 meter di atas permukaan laut dibangun di masa penjajahan Jepang mendapatkan penambahan landasan pacu sepanjang 900 meter hingga menjadi 2.250 meter pada 1995.
Peresmian yang dilakukan berselang 10 tahun, yakni pada 9 Maret 2005 oleh Presiden RI melegalkan keberadaan bandara untuk digunakan dalam penerbangan sipil.
Selanjutnya, pada 14 Desember 2012, Direktorat Jendral Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan melepaskan kewenangan pengelolaan bandara kepada PT Angkasa Pura II.
Bandara Silangit menjadi satu-satunya bandara kelas IV yang memiliki fasilitas dan kemampuan setara bandara kelas II di Indonesia. Namun, luasan areal yang sangat terbatas itu akhirnya mendapat penambahan areal seluas 142 hektare untuk kepastian pengembangan kawasan bandara yang diserahkan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara dalam penandatanganan nota kesepahaman bersama dengan PT Angkasa Pura II pada 15 Februari 2015 di Hotel Pullman Jakarta, setelah polemik pengelolaan bandara oleh AP II mampu dipertahankan.
Perlahan dan pasti, pengembangan bandara pun terealisasi melalui kucuran dana pihak pengelola hingga bandara mampu didarati pesawat berbadan lebar seperti pesawat jenis ATR dan Bombardier.
Namun, secara tiba-tiba pengelolaannya kembali sempat dilakoni Kementerian Perhubungan, yang menjadi hambatan dalam progres kemajuan yang sedang berjalan. Untung saja, upaya dan kerja keras Bupati Nikson Nababan yang berjuang untuk mempertahankan pengelolaan bandara oleh AP II, akhirnya membuahkan hasil, dan mendapatkan perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo.
Diawali dengan penetapan kawasan Danau Toba sebagai salah satu kawasan strategis pariwisata nasional oleh Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden nomor 3 tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional yang diterbitkan pada 8 Januari 2016.
Danau Toba menjadi satu diantara sepuluh destinasi wisata yang dikenal dalam istilah Kawasan Strategis Pariwisata Nasional atau disingkat KSPN. Dimana, Danau Toba di Sumatera Utara menjadi kawasan ekonomi khusus pariwisata Indonesia bersama sejumlah wilayah lainnya seperti Tanjung Kelayang di Bangka Belitung, Morotai di Maluku Utara, Tanjung Lesung Di Banten, Wakatobi Di Sulawesi Tenggara, Kepulauan Seribu di DKI Jakarta, Candi Borobudur di Jawa Tengah, Mandalika, Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur, Kawasan Bromo Tengger di Jawa Timur.
Semangat pengembangan pariwisata Danau Toba pun menghantarkan langkah Presiden Jokowi untuk mengunjungi wilayah Tapanuli melalui Bandara Silangit pada 1 Maret 2016. Penegasan pengembangan bandara pun dicetuskan dengan memerintahkan pimpinan maskapai Garuda Indonesia untuk membuka rute penerbangan dari dan menuju Silangit sebagai akses tercepat bagi wisatawan menuju destinasi wisata Danau Toba.
Tetapi lagi dan lagi, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Syarat 'lock seat' yang diajukan manajemen Garuda Indonesia harus kembali menyita perjuangan keras Bupati Nikson dalam meyakinkan pihak legislatif agar penerbangan Garuda sesuai amanah Presiden dapat terwujud.
Dan terbukti, rute penerbangan Garuda yang tidak pernah sepi penumpang akhirnya menjadi awal ketertarikan maskapai lainnya seperti Sriwijaya Air untuk membuka rute yang sama hingga upaya peningkatan status bandara menjadi bandara internasional demi melayani antusiasme wisatawan mancanegara menuju Danau Toba pun diperjuangkan.
Perpanjangan landasan pacu dari 2.400 meter akhirnya ditingkatkan menjadi 2.650 meter, juga lebar 'runway' yang tadinya hanya 30 meter meningkat menjadi 45 meter yang menjadikan Bandara Silangit memungkinkan untuk didarati pesawat besar tipe Boeing 737-800 dan Airbus 320.
Tidak hanya itu, penerbangan internasional dari Bandara Changi menuju Bandara silangit mendapatkan ujicoba oleh Menteri koordinator kemaritiman Luhut Panjaitan beserta rombongan pada 8 September 2017 dengan menggunakan pesawat jet pribadi selama 52 menit menciptakan mimpi yang nyata hingga Bandara Silangit diresmikan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menjadi bandara Internasional pada Jumat, 24 November 2017.
Presiden Jokowi menyebutkan, Bandara Internasional Silangit menjadi gerbang bagi wisatawan berkunjung, gerbang kreatifitas bagi pelestarian adat batak, gerbang untuk ‘marsipature hutanabe’ atau gerbang untuk membangun kampung halaman.
Keberadaan Silangit juga diharapkan menjadi gerbang menuju peningkatan kemakmuran, kesejahteraan masyarakat ‘tano batak’ (tanah batak).
“Inilah gerbang menuju peningkatan kemakmuran, kesejahteraan masyarakat di seluruh tano batak,” ujar Jokowi, sebelum melakukan pemukulan gong sebagai pertanda peresmian bandara.
Dikatakan, ledakan baru di dunia pariwisata sedang dibuat saat gerbang menuju keindahan danau toba yang menyimpan sejarah bumi dan kekayaan seni budaya suku-suku di tano batak, terbuka lebar.
“74 ribu tahun silam, danau toba yang lahir dari maha-dahsyatnya letusan gunung berapi dan dampaknya terasa di seluruh dunia. Sekarang, kita sedang membuat ledakan baru di dunia pariwisata,” sebutnya.
“Bukka ma pintu, bukka ma harbangan. Ai nunga rade labuan ni hapal internasional. Pidong na habang, pasahat ma barita on tu luat portibi. Horas ma tondi madingin, pir tondi matogu. Mauliate,” pungkas Jokowi, bersamaan dengan pelepasan puluhan burung merpati ke udara oleh sejumlah anak.
Barisan kalimat tersebut mengutip istilah ‘umpasa’ (pepatah) dan ‘umpama’ (perumpamaan) adat batak yang dalam bahasa Indonesia berarti, bukalah pintu, bukalah gerbang. Sebab, telah tersedia bandara pesawat internasional. Burung yang terbang, sampaikan kabar ini ke seluruh penjuru dunia. Sejuk dan nyamanlah wahai sukma, kukuh dan keraslah wahai jiwa. Terimakasih.
Presiden Jokowi kemudian berjalan ke arah susunan ‘gondang’ (tetabuhan), sembari kembali mengutip istilah ‘umpasa’, dia yang ditemani sejumlah menterinya juga Gubsu Erry Nuradi menabuh ‘gondang’ bersama-sama, dan dilanjutkan dengan penandatanganan prasasti.
Pada kesempatan itu, Joko Widodo juga memerintahkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi untuk memperpanjang ‘runway’ dari 2.650 meter menjadi 3.000 meter.
“Saya perintahkan Menteri Perhubungan untuk memperpanjang runway menjadi 3.000 meter, agar pesawat ‘wide body’ yang berbadan besar, bisa masuk ke Silangit,” tegas Jokowi.
Selain itu, perluasan terminal bandara dari kondisi saat ini seluas 3.000 meter persegi menjadi 10.000 meter persegi, juga ditekankan sang presiden untuk diselesaikan paling lama tahun 2020.
Perlahan dan pasti, pengembangan bandara yang telah resmi berstatus bandara internasional pun tak luput dari perhatian maskapai penerbangan. Harapan meraih untung dalam menjual jasa penerbangan dilakoni Malindo Air yang membuka secara resmi rute penerbangan internasional Subang-Silangit pada 1 Agustus 2018. Demikian halnya, maskapai AirAsia yang juga meresmikan rute terbang Kualalumpur-Silangit dengan mendaratkan pesawatnya pada 28 Oktober 2018.
“Hingga saat ini, AirAsia telah membuka empat kali penerbangan dalam seminggu untuk rute Kualalumpur-Silangit,” ujar Rudianto, Stasiun Manajer AirAsia Silangit, Senin, 19 November 2018.
Dikatakan, rute terbang Silangit-Kualalumpur yang dioperasikan setiap Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu, masih cukup diminati, terlebih dalam penerbangan di hari Jumat.
“Khusus untuk hari Jumat, penerbangan rute Kualumpur-Silangit terisi 120 ‘seat’ dari total 180 ‘seat’ yang disediakan,” urainya.
Menurutnya, berdasarkan daftar manifes, mayoritas penumpang merupakan warga Malaysia yang ingin menikmati akhir pekannya di kawasan wisata Danau Toba.
Tentu saja, lokasi bandara yang hanya berjarak 17,2 km yang hanya dapat ditempuh dengan perjalanan darat sekitar 30 menit menjadi daya tarik wisatawan yang ingin mengisi waktu liburannya dengan keindahan panorama Danau Toba. Sementara, jarak tempuh dari Medan menuju kawasan Danau Toba Parapat mencapai sekitar 180 km yang dapat ditempuh dengan perjalanan darat selama kurang lebih 4 jam.
Keberadaan jarak tempuh yang sangat dekat dari lokasi Bandara Silangit menuju kawasan wisata Danau Toba juga menjadi poin utama yang meyakinkan Bupati Nikson terkait kelayakan Muara menjadi pintu masuk menuju kawasan wisata Danau Toba.
“Jarak tempuh dari Bandara Silangit menuju kawasan wisata Danau Toba Muara sangat dekat. Sehingga Muara layak sebagai pintu masuk menuju kawasan wisata Danau Toba,” sebut Nikson.
Fasilitas infrastruktur pendukung wisata di Muara, baik itu infrastruktur jalan, dan dermaga penyeberangan yang turut dibenahi pemerintah pusat juga menjadi poin yang turut menunjang kelayakan dimaksud.
Keberadaan taman wisata alam Sijaba Hutaginjang Muara sebagai kawasan yang menawarkan panorama keindahan Danau Toba dengan perbukitan hijau di sepanjang tepi danau menjadi suguhan yang amat menarik dan membuat wisatawan betah untuk menikmati pemandangan menakjubkan yang tersaji indah.
Selain panoramanya, lokasi wisata alam ini juga menawarkan berbagai jenis kegiatan diantaranya ‘gantole’, ‘tracking’, dan juga bumi perkemahan. Kawasan wisata yang berada di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut ini menyajikan hembusan angin dingin segar yang berbaur dengan aroma wangi pepohonan pinus yang tumbuh di sekeliling area.
Demi upaya meningkatkan minat kunjungan wisatawan ke daerah Muara, sebanyak 35 unit 'homestay' sebagai penguatan sisi akomodasi dalam menyambut perjalanan wisata di Sibandang Muara juga turut dipersiapkan dengan bantuan Kementerian Pariwisata.
Pulau Sibandang merupakan daratan di tengah Danau Toba yang dalam istilah batak disebut 'pulo', ternyata tidak sekedar indah atas panorama alamnya. Namun, sejumlah kekayaan budaya mulai dari keberadaan perkampungan batak hingga situs sakral, dipersiapkan sebagai obyek yang mampu menarik minat kunjungan wisatawan.
Meski anggaran terbatas, namun upaya untuk mewujudkan Sibandang yang merupakan pulau terbesar sejati di wilayah Danau Toba dengan sebutan 'the biggest real island' dengan memiliki luas wilayah lebih kurang 850 hektar, sudah dipersiapkan sebagai destinasi wisata.
'Pulo Sibandang', juga memiliki pantai indah yang berhadapan langsung dengan Tarabunga dan Sigaol, juga Laguboti, serta Dolok Tolong Tobasamosir yang terlihat jelas. Sementara, sisi lainnya juga berhadapan dengan pantai- pantai di Kecamatan Nainggolan, Onanrunggu, dan Kecamatan Palipi yang berada di dalam lingkar Pulau Samosir.
Perjalanan menuju Sibandang hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit dari Bandara Silangit yang selanjutnya menyeberangi Danau Toba dari pelabuhan Muara.
Pulau Sibandang yang sejak dahulu terkenal dengan buah mangganya, memiliki potensi wisata yang tersebar di tiga desanya, yakni Sampuran, Papande, dan Desa Sibandang.
Selain sudut panorama alam yang indah, di Desa Sampuran, juga terdapat ritual masyarakat setempat yang dinamai 'hoda-hoda' atau sejenis kuda lumping yang dapat dinikmati wisatawan.
Mengunjungi Desa Papande yang merupakan sentra tenun 'ulos harungguan' sebagai rajanya ulos atas keberagaman motif yang dimiliki hingga penyematannya terdahulu menjadi ‘ulosnya para raja’, juga akan memberikan pengalaman menarik bagi wisatawan.
Sementara, di Desa Sibandang, wisatawan akan disuguhi keberadaan perkampungan batak dengan rumah adatnya, juga batu bersusun bak benteng setinggi 1-2 meter yang mengelilingi wilayah perkampungan.
Serta, keberadaan goa yang dipercaya masyarakat memiliki nilai kesakralan, dimana pada jaman dahulu dijadikan sebagai tempat pemujaan untuk memohonkan pertolongan yang Kuasa dalam berbagai hal, seperti meminta turunnya hujan di musim kemarau.
Warga 'Pulo Sibandang' yang telah siap menjadikan daerahnya sebagai destinasi wisata juga berkeinginan agar wilayahnya bebas dari penggunaan kendaraan bermotor. Sehingga, penggunaan unit sepeda bisa dimaksimalkan demi menjaga kenyamanan, serta kelestarian alam yang pasti akan disukai wisatawan.
Selain unit ‘homestay’ di Sibandang, 15 unit lainnya juga telah dipersiapkan di Desa Onanrunggu I Sipahutar sebagai bagian dari rencana penerapan paket perjalanan wisata yang meliputi tiga kabupaten yakni Taput, Tobasa, dan Humbanghasundutan.
Pemerintah tak henti-hentinya mengobarkan semangat antusiasme masyarakat Taput, khususnya di Kecamatan Muara dalam menyambut kunjungan wisatawan. Sejumlah agenda kegiatan pariwisata yang salah satunya melalui perhelatan Festival Tenun Nusantara 2018, sebuah hajatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam 'platform' Indonesiana dalam upaya membangkitkan pamor 'ulos' sebagai kain tenun khas Batak pun sukses digelar dengan menampilkan upacara sakral penyembelihan kerbau yang disebut 'Ulaon Matumona' serta pelaksanaan 'Booth Camp' petenun di Muara dan Pulau Sibandang.
Tidak berhenti berjuang, Nikson Nababan juga merencanakan upaya pengembangan dan pemanfaatan ruang di areal hamparan Silangit melalui pembangunan kawasan bandara yang berbasis ‘Aerocity’ atau Kota Bandara.
Konsep ‘Kota Bandara’ direncanakan dengan mempersiapkan penerapan zonasi yang keberadaannya meliputi ketersediaan fasilitas perkantoran, perindustrian, dan ruang terbuka hijau. ‘Kota Bandara’ yang mendukung modernisasi sebuah kota di sekitar bandara seperti kota bandara yang ada di sekitar Kota New Delhi India dijadikan sebagai sebuah rujukan.
Upaya pengembangan kawasan Bandara Silangit tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar lokasi, serta sebagai penopang peningkatan pendapatan asli daerah.
Hal tersebut, menurut Nikson, sangat dimungkinkan untuk diterapkan mengingat areal hamparan Silangit yang menjadi lahan milik Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara masih menyisakan luasan 158 hektare setelah seluas 142 hektar diberikan kepada pihak pengelola Bandara Silangit, yakni Angkasa Pura II untuk kebutuhan perluasan pembangunan bandara menjadi bandara Internasional.
Secara gamblang, dia mengambarkan bahwa manfaat terbentuknya ‘Aerocity’ akan dirasakan semua pihak setelah 10-20 tahun kedepannya. Untuk itu dirinya ingin agar semua pihak dan elemen masyarakat mendukung dan bergerak demi mewujudkan terbentuknya ‘Aerocity’ di sekitar Bandara Internasional Silangit.
Bila upaya tersebut terwujud, para wisatawan yang berkunjung ke Danau Toba melalui Bandara Silangit diharapkan akan menikmati fasilitas yang telah tersedia di ‘Aerocity’ sebelum meninggalkan bandara.
Untuk mewujudkan rencana itu, Pemkab Taput berjanji akan melibatkan pihak swasta sebagai investor pengembangan kawasan melalui model kerjasama yang nantinya dapat disepakati bersama.
“Kita yakin, multi sektoral akan mendapatkan dampak positif. Dengan keberadaan Bandara Internasional Silangit, Taput menjadi pintu gerbang wisata menuju kawasan strategis pariwisata nasional Danau Toba,” ujar Nikson.
Jika kobaran api semangat menyelimuti usaha dan kerja keras, segala mimpi dan harapan tentunya tidak lagi sebatas khayalan tanpa kenyataan.
‘Pelangi mimpi di hamparan Silangit’ secara pasti akan menebarkan harapan-harapan penuh warna-warni yang akan menjadi wujud nyata. Mimpi tidak lagi sekedar mimpi, namun menjadi bagian motivasi dalam mewujudkan hal-hal besar.
Hamparan Silangit yang dahulu hanya menjadi bagian dari keberadaan bandara perintis, kini merupakan kawasan Bandara Internasional Silangit yang segera akan menjadi gerbang wisata menuju Danau Toba, gerbang kemajuan, dan gerbang kemakmuran masyarakat Batak, khususnya warga Tapanuli Utara.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018