Medan, (Antaranews Sumut) - Banyaknya penangkapan artis yang akhir-akhir ini, yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama Polri menjadi fakta bahwa penyebaran narkoba sangat besar jumlahnya. Sehingga negeri ini darurat narkoba. 

Dari tahun ke tahun meningkat kasusnya.  Seakan-akan pemerintah “tidak serius” untuk menyelesaikan masalah yang merusak generasi dan tatanan sosial ini.

Salah satu artis cantik yang ditangkap oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, ialah Roro Fitria, Rabu (14/2/2018). Ditangkapnya Roro Fitria menambah daftar panjang selebritis yang terjerat kasus narkoba. 

Indonesia Darurat Narkoba
Jumlah pengguna narkoba di Indonesia hingga November 2015 mencapai 5,9 juta orang. Hal tersebut disampaikan Komjen Pol Budi Waseso Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) saat berkunjung di Pondok Pesantren Blok Agung Banyuwangi Senin (11/1/2016).

"Indonesia sudah darurat bahaya narkoba dan hal itu sudah disampaikan oleh Presiden. Sebelumnya pada bulan Juni 2015 tercatat 4,2 juta dan pada November meningkat signifikan hingga 5,9 juta.” ujar Pak Budi Waseso.

Di Asean, Indonesia adalah pangsa pasar terbesar untuk penjualan narkoba, sedangkan negara terbesar pengimpor adalah China dan Thailand.

Menurut Kabag Humas BNN Sumirat Dwiyanto pada 19 Januari 2015 dalam acara Primetime Talk di Beritasatu TV, serbuan mafia narkoba ke wilayah Indonesia mencatat transaksi barang haram itu sekitar total 48 triliun.

Menurut penjelasan pangamat hukum Asep Iwan Iriawan, para mafia itu berpikir bahwa vonis hukuman di Indonesia adalah hukuman yang ringan dan seumur hidup, hukuman mati di Indonesia hanya di atas kertas.

Hukuman mati hanya berlaku untuk kejahatan teroris dan pembunuhan berencana. Bahkan di dalam penjara pun para mafia yang tertangkap dan diputus hukuman mati pun masih bisa mengendalikan dan menjalankan bisnis narkoba.

Sehingga lemahnya hukuman terhadap pengguna dan pengedar narkoba ini membuat pengedar narkoba gencar melakukan aksinya.

Di samping itu, fenomena meningkatnya kasus narkoba merupakan hal yang ‘lumrah’ di tengah kehidupan liberal yang menggaungkan ide kebebasan atas nama HAM. 

Saat ini, demokrasi yang diadopsi oleh Indonesia meniscayakan pandangan individualistik dan kebebasan sebagai pilar penegaknya, akibatnya muncul perilaku-perilaku menyimpang atas nama HAM, salah satunya penyalahgunaan narkoba.

Bahkan menurut Pak Budi Waseso bahwa tidak ada bagian masyarakat yang tidak clear dari narkoba. Semua sudah terkena. Ada oknum TNI, oknum Polri termasuk oknum BNN.

Tidak menutup kemungkinan, menurut dia para bandar mengincar lingkungan pesantren untuk penjualan narkoba. Setiap hari ada 30-40 orang yang mati karena narkoba.

Walhasil, penyebab tingginya penyalahgunaan narkoba hingga level darurat ini bukan hanya karena faktor individu yang ingin coba-coba dan tawaran dari pengedarnya, tapi mencakup berbagai aspek berskala sistemik.

Bahkan, faktor lingkungan masyarakat dan penerapan aturan dari negaralah yang menjadi faktor terbesar yang memperparah kasus ini. Semua itu tak lepas dari sistem liberal kapitalis yang diadopsi negeri ini.

Solusi Tuntas Narkoba

Bergulirnya wacana pemberantasan narkoba yang hari ini digadang-gadang oleh BNN serta aparat penegak hukum justru tidak memberikan efek takut ataupun pencegah bagi pemakai dan pengedar narkoba.

Dari hari ke hari makin marak, mulai dari pemasok narkoba yang berskala desa, kota, antar daerah dan juga antar negara.

Keuntungan yang diraup luarbiasa fantastis nominalnya. Maka barang haram tersebut masih dengan mudah beredar dan didapatkan di tengah masyarakat.

Islam merupakan ad-diin pembawa rahmat yang mampu menyolusi berbagai problematika kehidupan kita. Dalam Islam narkoba diharamkan karena dua hal :

Pertama, ada nash yang mengharamkan narkoba, yakni hadits dari Ummu salamah RA bahwa Rasulullah SAW telah melarang dari segala sesuatu yang memabukkan (muskir) dan melemahkan (mufattir). (HR Ahmad, Abu Dawud no 3686).

Yang dimaksud mufattir (tranquilizer), adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha`) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. (Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah Al Fuqoha`, hlm. 342).

Kedua, karena menimbulkan bahaya (dharar) bagi manusia. Dalam fiqh, dikenal kaidah “Al ashlu fi al madhaar at tahrim” (hukum asal benda yang berbahaya [mudharat] adalah haram).

Berdasarkan keharaman ini, maka Islam akan mencegah dan memberantas narkoba, yakni dengan cara, Pertama: meningkatkan ketakwaan setiap individu masyarakat kepada Allah.

Ketakwaan setiap individu masyarakat akan menjadi kontrol bagi masing-masing sehingga mereka akan tercegah untuk mengkonsumsi, mengedarkan apalagi membuat narkoba.

Kedua: menegakkan sistem hukum pidana Islam dan konsisten menerapkannya. Sistem pidana Islam, selain bernuansa ruhiah karena bersumber dari Allah SWT,juga mengandung hukuman yang berat.

Pengguna narkoba dapat dipenjara sampai 15 tahun atau dikenakan denda yang besarnya diserahkan kepada qâdhi (hakim) (al-Maliki, Nizhâm al-‘Uqûbât, hlm. 189).

Jika pengguna saja dihukum berat, apalagi yang mengedarkan atau bahkan memproduksinya; mereka bisa dijatuhi hukuman mati sesuai dengan keputusan qâdhi (hakim) karena termasuk dalam bab ta’zîr.

Ketiga:merekrut aparat penegak hukum yang bertakwa. Dengan sistem hukum pidana Islam yang tegas, yang notabene bersumber dari Allah SWT, serta aparat penegak hukum yang bertakwa, hukum tidak akan dijualbelikan.

Mafia peradilan—sebagaimana marak terjadi dalam peradilan sekular saat ini—kemungkinan kecil terjadi dalam sistem pidana Islam.

Ini karena tatkala menjalankan sistem pidana Islam, aparat penegak hukum yang bertakwa sadar betul, bahwa mereka sedang menegakkan hukum Allah, yang akan mendatangkan pahala jika mereka amanah dan akan mendatangkan dosa jika mereka menyimpang atau berkhianat.

Solusi paripurna yang dimiliki Islam akan bisa terwujud jika negara kita mengadopsi sistem pemerintahan Islam. Karena sistem pemerintahan Islam satu-satunya yang menerapkan aturan Islam secara kaffah.

Maka sudah seharusnya kita menjadikan hal ini sebagai solusi yang soluktif untuk memberantas kasus narkoba hingga ke akar-akarnya. (Penulis adalah Alumni UIN-SU/Pemerhati Generasi

Pewarta: Rindyanti Septiana SH

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018