Medan, 3/4 (Antara) - Pemerintah diharapkan agar menolak pengekspor kayu dari Indonesia berkategori ilegal sesuai data Forest Watch Indonesia (FWI), karena merugikan keuangan negara.

"Pengekspor kayu tersebut harus dihentikan, karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam pengiriman barang tersebut," kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Dr Pedastaren Tarigan,SH, di Medan, Minggu.

Sebab, menurut dia, lebih 50 persen administrasi ekspor kayu dari Indonesia berkategori ilegal, dan praktik seperti ini harus segera dihentikan.

Yang namanya pengekspor ilegal, tidak perlu difasilitasi atau diizinkan oleh pemerintah.

"Pemerintah harus bersikap tegas dalam menegakkan peraturan, dan siapa saja pengekspor ilegal harus dilarang, serta jangan dibiarkan melaksanakan bisnis," ujar Pedastaren.

Dia berharap kepada pemerintah melalui Polri, Bea dan Cukai membongkar habis pengekspor kayu ilegal itu, karena hal ini jelas melanggar peraturan ekspor-impor kayu di Indonesia.

Selain itu, pengiriman kayu tersebut, juga tidak membayar pajak kepada negara, dan kalau terus dibiarkan akan merugikan pemerintah.

"Praktik yang tidak benar dan melanggar ketentuan itu, harus terus dikejar dan pelakunya diproses secara hukum," kata Kepala Laboratorium Fakultas Hukum USU.

Pedastaren menambahkan, dalam bisnis kayu ilegal itu, diduga juga banyak pengekpor fiktif atau memanipulasi pinjam izin nama perusahaan orang lain.

"Pemerintah perlu mendata secara jelas, perusahaan pengekspor yang terdaftar untuk mengetahui bisnis yang mereka lakukan.Dan juga menertibkan pengekspor yang tidak jelas" katanya.

Sebelumnya, lebih 50 persen administrasi ekspor kayu dari Indonesia berkategori ilegal, sesuai data Forest Watch Indonesia (FWI).

"Secara potensi, kerugian yang dialami Indonesia mencapai sekitar 250 juta dolar Amerika Serikat. Secara administratif ilegal karena tidak bersertifikasi ekspor secara resmi," kata Direktur FWI Christian Purba ketika menggelar jumpa pers di Jakarta, Kamis.

Dari lima perusahaan teratas kategori aktivitas ekspor terbanyak, pada tahun 2015 sudah terdata sebanyak 532.790.000.000 dolar Amerika Serikat, dan lebih dari separuhnya tidak memiliki sertifikasi resmi.

"Aturan ini karena Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) sudah tidak diwajibkan semua atau diringankan keberadaannya oleh Permendag 89, sehingga banyak yang memainkan sistem hukum tersebut, banyak yang memanfaatkan Deklarasi Eksport (DE)," katanya.

Ia juga meminta pemerintah agar menindaklanjuti kasusnya dan mengejar para pelaku pelanggar aturan ekspor-impor kayu di Indonesia, karena merugikan negara.

Pewarta: Munawar Mandailing

Editor : Fai


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2016