Medan, 25/6 (Antara) - Asian Agri menargetkan bisa membangun 20 pembangkit listrik tenaga biogas hingga tahun 2020 sebagai bukti komitmen perusahaaan menjaga lingkungan dan sekaligus mendukung program Pemerintah dalam ketersediaan energi.
"Sejak dimulai 2013, tahun ini sudah ada lima PLTB (pembangkit listrik tenaga biogas) Asian Agri dan tahun 2016 dan 2017 juga direncanakan lima unit hingga akhirnya mencapai 20 di tahun 2020," kata General Manager Asian Agri, Freddy Widjaya di Medan, Kamis.
Dia mengatakan itu di sela acara Buka Puasa Asian Agri bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumut, pemimpin media massa dan wartawan media cetak dan elektronik di Medan.
Hadir di acara itu Head SSL Asian Agri Supriadi dan jajaran manajemen Asian Agri lainnya Hadi Susanto, Semion Tarigan, Arusman Limbong, Elly Mahesa Jenar dan Media Relation, Lidya Veronika.
Sementara kepengurusan PWI Sumut dipimpin Ketua, M Syahrir.
Lima PLTB yang sudah beroperasi dengan investasi sekitar Rp65 miliar per unit itu, masing-masing dua unit di Sumut, dua unit di Riau dan satu unit di Jambi.
Di Sumut ada di Pabrik Negeri Lama Dua, Kecamatan Bilah Hilir, Labuhan Batu dan Pabrik Gunung Melayu Satu, Kecamatan Rahuning, Kabupaten Asahan.
Adapun di Riau ada di Pabrik Ukui Satu, di Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan dan Pabrik Biogas Buatan Satu, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan.
Sedangkan di Jambi, ada Pabrik Biogas Taman Raja.
Pembangunan 20 PLTB itu sesuai dengan jumlah pabrik kelapa sawit (PKS) yang dimiliki Asian Agri.
Selama ini, limbah cair "Palm Oil Millpalm Effluent" atau POME tersebut hanya dimanfaatkan untuk "land aplication" yang berfungsi sebagai pupuk tanaman sawit.
Dengan diolah menjadi PLTB, maka tentunya manfaatnya lebih besar, bukan hanya kepada perusahaan tetapi juga masyarakat dan Pemerintah.
"Asian Agri komitmen membangun PLTB. Apalagi, Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menegaskan akan mengeluarkan kebijakan mengenai keharusan pengolahan limbah cair sawit menjadi listrik," ujar Freddy.
Asian Agri, kata Freddy mengharapkan agar energi yang dihasilkan itu bisa segera dijual ke PT PLN, mengingat selain investasi perusahaan untuk PLTB itu cukup besar 4,5 -5 juta dolar AS atau sekitar Rp65 miliar per unit juga agar krisis energi di dalam negeri teratasi.
"Manajemen optimistis, Asian Agri bisa bekerja sama dengan PLN, karena Pemerintah juga sudah menyatakan akan segera menyesuaikan harga jual energi itu dari yang sudah ditetapkan selama ini," katanya.
Head Mill Optimazation Services Asian Agri, Sahat Sibuea, mengatakan, lima PLTB yang sudah dibangun itu menghasilkan tujuh megawatt (MW) dari potensi yang sebesar 10 MW karena satu PLTB bisa menghasilkan 2 MW.
Dalam membangun PLTB, Asian Agri menggunakan teknologi dari Jepang dengan menggunakan digester tank.
Teknologi itu merupakan teknologi terbaru yang dinilai lebih unggul karena prosesnya menggunakan "an aerobic membarne tank" yang mempercepat dan memaksimalkan proses pembentukan gas metana.
"Jika setiap rumah tangga diasumsikan menggunakan 900 watt, maka satu PLTB itu bisa dapat menerangi lebih dari 2.000 rumah," katanya.
Dia menegaskan, PLTB bersifat "green energy" karena gas metana yang terkandung di dalam limbah cair akan ditangkap untuk diolah selanjutnya menjadi listrik sehingga tidak ada lagi kandungan gas metana di dalam limbah cair tersebut.
Selain mengurangi emisi gas metana ke atmosfir, limbah sisa proses produksi tersebut masih dapat digunakan sebagai pupuk tanaman.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian LHK, MR Karliansyah di Jakarta pekan lalu mengatakan, kementerian sedang menyiapkan perangkat kewajiban bagi pabrik kelapa sawit (PKS) untuk mengolah limbah cairnya menjadi sumber energi.
Dia menegaskan, ditargetkan Agustus tahun ini juga sudah ada aturan wajib mengolah limbah cair dari PKS itu menjadi sumber energi.
Kewajiban mengolah limbah cair menjadi energi itu sendiri dimaksudkan untuk mencapai target Pemerintah dalam perbaikan lingkungan dan penurunan emisi gas rumah kaca.
Diakuinya, tantangan, investor PLTB antara lain membutuhkan tarif kompetitif dan dukungan kesiapan jaringan listrik PLN ke konsumen. ***3***
Ridwan Ch
(T.E016/B/R. Chaidir/R. Chaidir)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015
"Sejak dimulai 2013, tahun ini sudah ada lima PLTB (pembangkit listrik tenaga biogas) Asian Agri dan tahun 2016 dan 2017 juga direncanakan lima unit hingga akhirnya mencapai 20 di tahun 2020," kata General Manager Asian Agri, Freddy Widjaya di Medan, Kamis.
Dia mengatakan itu di sela acara Buka Puasa Asian Agri bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumut, pemimpin media massa dan wartawan media cetak dan elektronik di Medan.
Hadir di acara itu Head SSL Asian Agri Supriadi dan jajaran manajemen Asian Agri lainnya Hadi Susanto, Semion Tarigan, Arusman Limbong, Elly Mahesa Jenar dan Media Relation, Lidya Veronika.
Sementara kepengurusan PWI Sumut dipimpin Ketua, M Syahrir.
Lima PLTB yang sudah beroperasi dengan investasi sekitar Rp65 miliar per unit itu, masing-masing dua unit di Sumut, dua unit di Riau dan satu unit di Jambi.
Di Sumut ada di Pabrik Negeri Lama Dua, Kecamatan Bilah Hilir, Labuhan Batu dan Pabrik Gunung Melayu Satu, Kecamatan Rahuning, Kabupaten Asahan.
Adapun di Riau ada di Pabrik Ukui Satu, di Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan dan Pabrik Biogas Buatan Satu, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan.
Sedangkan di Jambi, ada Pabrik Biogas Taman Raja.
Pembangunan 20 PLTB itu sesuai dengan jumlah pabrik kelapa sawit (PKS) yang dimiliki Asian Agri.
Selama ini, limbah cair "Palm Oil Millpalm Effluent" atau POME tersebut hanya dimanfaatkan untuk "land aplication" yang berfungsi sebagai pupuk tanaman sawit.
Dengan diolah menjadi PLTB, maka tentunya manfaatnya lebih besar, bukan hanya kepada perusahaan tetapi juga masyarakat dan Pemerintah.
"Asian Agri komitmen membangun PLTB. Apalagi, Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menegaskan akan mengeluarkan kebijakan mengenai keharusan pengolahan limbah cair sawit menjadi listrik," ujar Freddy.
Asian Agri, kata Freddy mengharapkan agar energi yang dihasilkan itu bisa segera dijual ke PT PLN, mengingat selain investasi perusahaan untuk PLTB itu cukup besar 4,5 -5 juta dolar AS atau sekitar Rp65 miliar per unit juga agar krisis energi di dalam negeri teratasi.
"Manajemen optimistis, Asian Agri bisa bekerja sama dengan PLN, karena Pemerintah juga sudah menyatakan akan segera menyesuaikan harga jual energi itu dari yang sudah ditetapkan selama ini," katanya.
Head Mill Optimazation Services Asian Agri, Sahat Sibuea, mengatakan, lima PLTB yang sudah dibangun itu menghasilkan tujuh megawatt (MW) dari potensi yang sebesar 10 MW karena satu PLTB bisa menghasilkan 2 MW.
Dalam membangun PLTB, Asian Agri menggunakan teknologi dari Jepang dengan menggunakan digester tank.
Teknologi itu merupakan teknologi terbaru yang dinilai lebih unggul karena prosesnya menggunakan "an aerobic membarne tank" yang mempercepat dan memaksimalkan proses pembentukan gas metana.
"Jika setiap rumah tangga diasumsikan menggunakan 900 watt, maka satu PLTB itu bisa dapat menerangi lebih dari 2.000 rumah," katanya.
Dia menegaskan, PLTB bersifat "green energy" karena gas metana yang terkandung di dalam limbah cair akan ditangkap untuk diolah selanjutnya menjadi listrik sehingga tidak ada lagi kandungan gas metana di dalam limbah cair tersebut.
Selain mengurangi emisi gas metana ke atmosfir, limbah sisa proses produksi tersebut masih dapat digunakan sebagai pupuk tanaman.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian LHK, MR Karliansyah di Jakarta pekan lalu mengatakan, kementerian sedang menyiapkan perangkat kewajiban bagi pabrik kelapa sawit (PKS) untuk mengolah limbah cairnya menjadi sumber energi.
Dia menegaskan, ditargetkan Agustus tahun ini juga sudah ada aturan wajib mengolah limbah cair dari PKS itu menjadi sumber energi.
Kewajiban mengolah limbah cair menjadi energi itu sendiri dimaksudkan untuk mencapai target Pemerintah dalam perbaikan lingkungan dan penurunan emisi gas rumah kaca.
Diakuinya, tantangan, investor PLTB antara lain membutuhkan tarif kompetitif dan dukungan kesiapan jaringan listrik PLN ke konsumen. ***3***
Ridwan Ch
(T.E016/B/R. Chaidir/R. Chaidir)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015