Balige, 1/6 (Antara) - Ikan pora-pora memiliki nilai ekonomis tinggi dan banyak berkembang di danau Toba, Sumatera Utara, sehingga menjadi primadona bagi nelayan sebagai usaha ekonomi kerakyatan yang meningkatkan pendapatan serta mengangkat kesejahteraan mereka.

"Perkembangbiakan ikan pora-pora sangat potensial di danau Toba, mengingat lingkungan danau sangat sesuai habitat budidaya ikan yang memiliki rasa cukup lezat itu," kata Manogar, Staf Strengthening Community Based Forest and Watershed Management (SCBWFM) di Balige, Sumatera Utara, Minggu.

Pora-pora (Puntius binotatus) sejenis ikan bilih, dan banyak berkembang di Danau Singkarak, Sumatera barat, namun memiliki ukuran relatif lebih besar.

Komoditas yang menjadi primadona bagi para nelayan di Kabupaten Tobasa ini, sudah bertelur pada umur tiga bulan dan menetas dalam waktu tiga hari, sehingga populasinya lumayan banyak di danau yang terletak pada bagian tengah pulau Sumatera tersebut.

Menurut Manogar, hasil tangkapan ikan pora-pora oleh nelayan di wilayah Toba Samosir, bisa mencapai sekitar 30 ton per hari, dengan harga jual berkisar Rp3.000 per kg dalam kondisi basah dan jika sudah diolah atau dikeringkan bisa dijual dengan harga Rp6.500 per kg.

Jika dicermati lebih jauh, produksi ikan pora-pora itu cukup banyak. Tapi nilai jualnya agak rendah, karena masyarakat setempat belum mampu mengolah dalam bentuk makanan lain seperti di Sumatera barat, yang dijadikan sebagai penganan menarik dengan harga lumayan.

Sehingga, kata Manogar, SCBWFM melakukan pembinaan terhadap nelayan di Desa Sibaruang, Kecamatan Lumbanjulu dengan membentuk kelompok masyarakat untuk dibekali teknik budidaya, agar hasil perolehan mereka diharapkan bertambah lewat proses penangan pascapanen yang lebih tepat.

Potensi pengembangan bisnis pora-pora, cukup menjanjikan dalam membuka peluang usaha bagi masyarakat sekitar untuk meningkatkan pendapatan, sebab diperkirakan hampir 75 persen hasil tangkapan dari Danau Toba dikirim ke Sumatera Barat.

Saat ini, SCBFWM melakukan kerja sama dengan pabrik bubur kertas PT.Toba Pulp Lestari (TPL) di Parmaksian untuk membina nelayan di Kabupaten Tobasa agar lebih maju dan sejahtera dengan produksi pora-pora olahan dalam kemasan ukuran 250 gram, yang siap dipasarkan pada sejumlah super market.

"Untuk meningkatkan hasil tangkapan pora-pora para nelayan, bantuan alat penangkap ikan (sulangat) diberikan bagi sejumlah anggota kelompok tani," kata Manogar.

Ketua Kelompok Tani Pea Nauli binaan SCBFWM, Janso Manurung mengaku, 18 kepala keluarga anggota kelompoknya telah banyak mendapat manfaat dalam peningkatan ekonomi setelah menjalin kemitraan dengan pihak SCBWFM.

Dengan menggunakan jaring, kata dia, setiap nelayan hanya mampu menangkap ikan pora-pora sekitar 25 sampai 30 kilogram per hari. Namun dengan sulangat berukuran 15x15 tersebut, perolehan hasil bisa mencapai 60 sampai 80 kilogram.

Saat ini, anggota kelompok tani Pea Nauli telah berhasil memproduksi pora-pora kering dan kerupuk ikan olahan berskala rumah tangga yang sudah mulai mereka pasarkan ke berbagai super market.

Menurut Janso, "Crispi pora-pora" kini sudah menembus etalase berbagai toko di Kabupaten Tobasa dan Simalungun serta telah mengisi etalase sejumlah super market.

Dinas Kesehatan Kabupaten Tobasa, telah mengeluarkan sertifikat produksi pangan industri rumah tangga pangan (SPP-IRT) bernomor 30212.0604003 tanggal 18 Februari 2014, karena poktan Pea Nauli dianggap telah memenuhi syarat berdasarkan SK BPPOM-RI nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2013.

"Kami sudah mengrimkan surat permohonan rekomendasi sertifikasi halal untuk produksi makanan kemasan ikan pora-pora dan kerupuk ikan dari Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Tobasa," kata Janso.

Data dari Dinas Pertanian mencatat, Kabupaten Toba Samosir dalam setiap hari menghasilkan sekitar 30 ton ikan pora-pora. Kabupaten Samosir (50 ton). Humbahas (10 ton). Karo dan Dairi (15 ton). Tapanuli Utara dan Simalungun masing-masing (20 ton perhari)

Terancam punah
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), M. Dani menyebutkan, populasi ikan pora-pora di perairan danau Toba dikhawatirkan terancam punah jika tidak dilakukan upaya budidaya dibarengi tindakan pengawasan atas eksploitasi berlebihan dalam penangkapan ikan tersebut.

Tanpa upaya budidaya dan pengawasan ketat dari instansi terkait atas eksploitasi berlebihan dari nelayan yang menangkap ikan dalam berbagai ukuran, populasi ikan itu akan mengalami kepunahan.

Sebaiknya, kata dia, pihak Pemerintah memberikan penyuluhan bagi para nelayan, agar menangkap ikan dalam ukuran besar dan tertentu saja, sehingga perkembangan populasi pora-pora tersebut bisa tetap dipertahankan.

Jika perlu, dapat diterbitkan regulasi untuk menentukan ukuran ikan yang layak ditangkap, demi kelangsungan perkembangan ikan itu sendiri, yang pada gilirannya tentu akan menghasilkan pendapatan bagi para nelayan bersangkutan.

"Pihak pemerintah melalui instansi terkait perlu memberikan perhatian lebih serius, agar penghasilan nelayan ikan pora-pora bisa bertambah," katanya.

Referensi berbagai penelitian menyatakan, ikan pora-pora mengandung Omega 3, yang dapat meningkatkan pertumbuhan, mulai dari gizi anak, mencerdaskan otak serta meningkatkan HB darah.

Data lainnya menyebutkan, protein ikan pora-pora basah 8,03 gr dan ikan kering 40,90 gr. Kalsium ikan pora-pora basah 505 mg dan ikan kering 2,5 gr. Lemak ikan pora-pora basah 3,7 gr dan ikan kering 22,46 gr.

Di samping itu, pora-pora mengandung lemak dan kalsium yang lebih tinggi dari berbagai jenis ikan tawar atau ikan laut dengan kandungan proteinnya lebih rendah.

"Ikan ini sangat baik jika dikonsumsi ibu hamil dan meningkatkan produksi ASI pada ibu menyusui serta mencegah keropos tulang," kata Dani.
(KR-HIN)

Pewarta: H.Imran Napitupulu

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014