Jakarta, 29/11 (Antara) - Tak perlu disangsikan lagi bahwa efektivitas kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sepuluh tahun terakhir ini memperoleh sanjungan yang signifikan di tengah maraknya praktik koruptif yang konon demikian sistemik.
Namun, selalu saja, ada pihak-pihak yang ingin mengebiri kewenangan lembaga yang menyelamatkan banyak uang rakyat itu dalam berbagai langkah manuver politik. Partai politik (parpol) yang tak ingin KPK bercokol terus punya argumen bahwa lembaga penegak hukum super ini merupakan pertanda anomali dalam masyarakat yang demokratis.
Argumen demikian bisa diterima secara teoritis namun untuk alasan kebutuhan mendesak pembersihan birokrasi dalam praktik kotor kalangan pejabat publik, pendapat seperti itu tidak layak didukung.
KPK belum bisa dibubarkan selama belum ada kecenderungan yang pasti atas kredibilitas lembaga hukum konvensional dalam menegakkan aturan tentang pemberantasan korupsi. Bahkan di lingkungan kepolisian RI sendiri, masih ada kebutuhan untuk melakukan pembenahan internal.
Sebetulnya di lingkungan lembaga penekan hukum konvensional telah mulai muncul fenomena positif dengan lahirnya putusan pemberatan atas tervonis koruptor Angelina Sondakh dari majelis kasasi yang terdiri atas Artidjo Alkostar, MS Lumme dan Mohammad Askin.
Putusan yang mendapat pujian dari berbagai kalangan, termasuk pakar hukum, itu bisa menjadi poin awal dalam membangun citra lembaga hukum konvensional.
Namun hal ini baru langkah-langkah awal dan belum menjadi alasan kuat bagi pengembalian tugas penanganan korupsi dari KPK kepada lembaga penegak hukum konvensional.
Itu sebabnya KPK tetap dibutuhkan eksistensi dan kiprahnya. Apalagi masa sepuluh tahun bagi ikhtiar pemberantasan korupsi suatu negara, seperti dikatakan kalangan pakar hukum, boleh dibilang masih relatif singkat.
Agaknya, yang terpenting dalam upaya memberantas korupsi di Tanah Air saat ini adalah mengawal KPK agar tetap berjalan di landasan yang tepat. Semua pihak di lapangan profesi manapun diharapkan memberi dukungan demi memperkuat kinerja KPK.
Dukungan itu sangat dibutuhkan sebab dalam menjalankan tugasnya, KPK selalu dirundung kritik. Fakta terakhir adalah saat KPK melakukan pemeriksaan terhadap Boediono selaku mantan Gubernur Bank Indonesia dalam perkara dana talangan Bank Century.
KPK yang menjalankan pemeriksaannya di Kantor Wapres pada hari libur kerja dinilai tak profesional di hadapan Boediono yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden.
Bagi KPK, tempat pemeriksaan tidak esensial, yang penting hasilnya. Hasil pemeriksaan itulah yang menjadi tolok ukur KPK untuk menentukan efektivitas kerjanya. Agaknya semua pihak yang berkepentingan perlu memberikan dukungan agar apa yang dilakukan KPK benar-benar memberikan hasil yang terbaik bagi rakyat.
Seperti diakui Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK, perkara Bank Century bukan kasus biasa sehingga KPK perlu bersiasat dalam melakukan penanganannya. Tampaknya, Bambang menyadari bahwa penegakan hukum memuat imperatif dasar tentang kesamaan hak dan kewajiban warga di depan hukum.
Namun, dalam pusaran kekuatan politik yang sering berada di atas dimensi legalitas, strategi penegakan hukum perlu diperhitungkan, tepatnya dijalankan.
Dukungan dan pengawalan terhadap KPK menjadi imperative mutlak sebab muara dari kinerja KPK tak lain dan tak bukan adalah terbangunnya kondisi bagi cita-cita puncak bernegara, yakni keadilan sosial, dalam pengertian yang luas, yang mencakup terpangkasnya jurang kesenjangan ekonomi di masyarakat.
Tentu bukan keadilan dalam pengertian sosialis-utopis yang realisasinya hanya terjadi di alam imajinasi.
Apa yang dilakukan KPK adalah memberikan ruang keadilan bahwa untuk menjadi insan yang mulia secara material bukanlah lewat aksi penipuan, pelanggaran hukum seperti merampok uang negara.
KPK tidak menghalangi warga negara memilih jalan hidup sebagai triliuner. Hanya saja, jalan itu tak mungkin ditempuh oleh pejabat publik.
Dalam tata demokrasi, bukan jabatan publik dipakai sebagai kendaraan untuk menjadi triliuner. Ini jalan tertutup. Mereka yang yang hendak mau jadi hartawan hanya dimungkinkan lewat aktivitas bisnis penemuan dan inovasi yang berdampak kemjuan ekonomi spektakuler seperti dilakukan Bill Gates.
Jabatan publik memeberikan kemudahan hidup dalam batas-batas kepantasan yang dimungkinan oleh undang-undang.
Pemanfaatan jabatan publik untuk mengeruk kekayaan melampaui batas-batas yang ditenggang oleh hukum adalah merusak kodrat jabatan publik itu.
Hanya dalam konsep tata kelola kerajaan, yang memungkinkan seorang penguasa dengan seenaknya mengeruk harta yang mestinya untuk kemaslahatan warga sebanyak-banyaknya.
Penyelamatan harta negara yang dilakukan KPK akan bermakna bagi proses emansipasi sosial-ekonomi, terutama untuk mereka yang tergolong laking miskin di antara yang miskin.
Seperti ditulis dalam teori hukum: salah satu tugas fundamental dalam penegakan hukum adalah melakukan aksi emansipasi, memberikan promosi bagi yang terlemah untuk menjadi lebih kuat dan lebih sejajar dengan mereka yang lebih dulu berada di atas.
Di sinilah makna kehadiran KPK dalam melapangkan jalan menju keadilan sosial di negeri yang subur dengan kekayaan alam melimpah ini. (M020)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013
Namun, selalu saja, ada pihak-pihak yang ingin mengebiri kewenangan lembaga yang menyelamatkan banyak uang rakyat itu dalam berbagai langkah manuver politik. Partai politik (parpol) yang tak ingin KPK bercokol terus punya argumen bahwa lembaga penegak hukum super ini merupakan pertanda anomali dalam masyarakat yang demokratis.
Argumen demikian bisa diterima secara teoritis namun untuk alasan kebutuhan mendesak pembersihan birokrasi dalam praktik kotor kalangan pejabat publik, pendapat seperti itu tidak layak didukung.
KPK belum bisa dibubarkan selama belum ada kecenderungan yang pasti atas kredibilitas lembaga hukum konvensional dalam menegakkan aturan tentang pemberantasan korupsi. Bahkan di lingkungan kepolisian RI sendiri, masih ada kebutuhan untuk melakukan pembenahan internal.
Sebetulnya di lingkungan lembaga penekan hukum konvensional telah mulai muncul fenomena positif dengan lahirnya putusan pemberatan atas tervonis koruptor Angelina Sondakh dari majelis kasasi yang terdiri atas Artidjo Alkostar, MS Lumme dan Mohammad Askin.
Putusan yang mendapat pujian dari berbagai kalangan, termasuk pakar hukum, itu bisa menjadi poin awal dalam membangun citra lembaga hukum konvensional.
Namun hal ini baru langkah-langkah awal dan belum menjadi alasan kuat bagi pengembalian tugas penanganan korupsi dari KPK kepada lembaga penegak hukum konvensional.
Itu sebabnya KPK tetap dibutuhkan eksistensi dan kiprahnya. Apalagi masa sepuluh tahun bagi ikhtiar pemberantasan korupsi suatu negara, seperti dikatakan kalangan pakar hukum, boleh dibilang masih relatif singkat.
Agaknya, yang terpenting dalam upaya memberantas korupsi di Tanah Air saat ini adalah mengawal KPK agar tetap berjalan di landasan yang tepat. Semua pihak di lapangan profesi manapun diharapkan memberi dukungan demi memperkuat kinerja KPK.
Dukungan itu sangat dibutuhkan sebab dalam menjalankan tugasnya, KPK selalu dirundung kritik. Fakta terakhir adalah saat KPK melakukan pemeriksaan terhadap Boediono selaku mantan Gubernur Bank Indonesia dalam perkara dana talangan Bank Century.
KPK yang menjalankan pemeriksaannya di Kantor Wapres pada hari libur kerja dinilai tak profesional di hadapan Boediono yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden.
Bagi KPK, tempat pemeriksaan tidak esensial, yang penting hasilnya. Hasil pemeriksaan itulah yang menjadi tolok ukur KPK untuk menentukan efektivitas kerjanya. Agaknya semua pihak yang berkepentingan perlu memberikan dukungan agar apa yang dilakukan KPK benar-benar memberikan hasil yang terbaik bagi rakyat.
Seperti diakui Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK, perkara Bank Century bukan kasus biasa sehingga KPK perlu bersiasat dalam melakukan penanganannya. Tampaknya, Bambang menyadari bahwa penegakan hukum memuat imperatif dasar tentang kesamaan hak dan kewajiban warga di depan hukum.
Namun, dalam pusaran kekuatan politik yang sering berada di atas dimensi legalitas, strategi penegakan hukum perlu diperhitungkan, tepatnya dijalankan.
Dukungan dan pengawalan terhadap KPK menjadi imperative mutlak sebab muara dari kinerja KPK tak lain dan tak bukan adalah terbangunnya kondisi bagi cita-cita puncak bernegara, yakni keadilan sosial, dalam pengertian yang luas, yang mencakup terpangkasnya jurang kesenjangan ekonomi di masyarakat.
Tentu bukan keadilan dalam pengertian sosialis-utopis yang realisasinya hanya terjadi di alam imajinasi.
Apa yang dilakukan KPK adalah memberikan ruang keadilan bahwa untuk menjadi insan yang mulia secara material bukanlah lewat aksi penipuan, pelanggaran hukum seperti merampok uang negara.
KPK tidak menghalangi warga negara memilih jalan hidup sebagai triliuner. Hanya saja, jalan itu tak mungkin ditempuh oleh pejabat publik.
Dalam tata demokrasi, bukan jabatan publik dipakai sebagai kendaraan untuk menjadi triliuner. Ini jalan tertutup. Mereka yang yang hendak mau jadi hartawan hanya dimungkinkan lewat aktivitas bisnis penemuan dan inovasi yang berdampak kemjuan ekonomi spektakuler seperti dilakukan Bill Gates.
Jabatan publik memeberikan kemudahan hidup dalam batas-batas kepantasan yang dimungkinan oleh undang-undang.
Pemanfaatan jabatan publik untuk mengeruk kekayaan melampaui batas-batas yang ditenggang oleh hukum adalah merusak kodrat jabatan publik itu.
Hanya dalam konsep tata kelola kerajaan, yang memungkinkan seorang penguasa dengan seenaknya mengeruk harta yang mestinya untuk kemaslahatan warga sebanyak-banyaknya.
Penyelamatan harta negara yang dilakukan KPK akan bermakna bagi proses emansipasi sosial-ekonomi, terutama untuk mereka yang tergolong laking miskin di antara yang miskin.
Seperti ditulis dalam teori hukum: salah satu tugas fundamental dalam penegakan hukum adalah melakukan aksi emansipasi, memberikan promosi bagi yang terlemah untuk menjadi lebih kuat dan lebih sejajar dengan mereka yang lebih dulu berada di atas.
Di sinilah makna kehadiran KPK dalam melapangkan jalan menju keadilan sosial di negeri yang subur dengan kekayaan alam melimpah ini. (M020)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013