Deliserdang, 29/11 (antarasumut)- Bulu Cina merupakan satu desa mungil di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Sebuah desa yang memiliki cerita tersendiri pada masa kejayaan Tembakau Deli.

Bulu Cina bukan berarti penduduk mayoritas orang Cina tetapi ada juga etnis lain. Bulu Cina merupakan salah satu penghasil tembakau terbaik pada masa itu sehingga Belanda mendatangkan pekerja dari Cina dan India. Hal itu dibuktikan adanya Kuil dan Vihara yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Hal ini sesuai dengan pengakuan Ribut salah satu warga

“Dinamakan Buluh Cina bukan berarti penduduknya semua Cina tapi ada Indianya juga, karena orang belanda lah yang mendatangkan orang-orang Cina dan India itu sebagai pekerja, orang Cina sebagai pekerja kebun dan orang India sebagai pengangkutnya.” ungkap lelaki 65 tahun itu.

Kehadiran pendatang dari Jawa yang memberi nama Bulu Cina. Nama itu karena mereka melihat banyak pohon bambu dan orang-orang Cina, maka diberi nama Buluh Cina (“Buluh” kata lain dari Bambu). “Pada tahun 1920, Belanda kembali mendatangkan orang-orang dari Jawa untuk dijadikan pekerja” tambahnya.

Namun masa keemasan Bulu Cina kini mulai pudar. Banyak bangunan tua hanya sebagai saksi sejarah Bulu Cina tempo dulu tanpa ada perawatan khusus. Hanya sebuah vihara yang direnovasi oleh salah seorang keturunan Tionghoa yang memiliki kepedulian sosial terhadap vihara tersebut.

“Vihara ini sudah sangat lama dan baru selesai direnovasi  tahun 2006.” Ungkap Husein salah satu penjaga Vihara tersebut.

Bangunan tua berikutnya adalah gudang pemeraman Tembakau Deli yang masih berfungsi hingga saat ini. Gudang yang sebenarnya sudah ada sejak 1890 itu digunakan sebagai tempat penyimpanan tembakau yang sebelumnya sudah dikeringkan terlebih dahulu di bangsal.

Uniknya pekerja digudang ini di mayoritas perempuan dan diwajibkan memakai sarung batik.  Mungkin perempuandianggap  jauh lebih rapi dalam memisahkan warna-warna tembakau dan fungsi penggunaan sarung tersebut agar pekerja dapat lebih leluasa.

“Tembakau memiliki banyak warna yang harus dipisah-pisahkan, hanya perempuan yang dengan sabar memisahkannya dan alasan lain penggunaan sarung batik itu supaya pekerja dapat lebih leluasa dalam bergerak. Untuk pekerja laki-laki hanya untuk bekerja di lapangan atau kebun tembakaunya langsung.” ungkap Sayuti seorang pengawas di gudang tembakau PTPN II tersebut.

Bangunan bersejarah lainnya peninggalan Belanda adalah sumur bor air panas berikut dengan menara airnya. Dahulu sumur ini digunakan untuk mencuci dan konsumsi sehari-hari untuk para pejabat Belanda. Uniknya sumur ini selalu mengalir tidak pernah berhenti namun karena sering terjadi gempa sehingga terjadi pergeseran.

Akibatnya aliran air tersendat, namun masih bias digunakan oleh warga sekitar untuk konsumsi sehari-hari. Tapi warga dilarang untuk mencuci karena air terpaksa disedot menggunakan mesin.

Kini Desa Bulu Cina tak lagi dihuni mayoritas Etnis Cina karena banyak diantaranya yang pergi merantau. Bulu Cina kini hanya meninggalkan cerita tentang kejayaan Tembakau Deli.

Pewarta: Chairani

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013