Toba Samosir, Sumut, 19/4 (ANTARA) - Sejumlah petani di Desa Sibaruang, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Sumatera Utara, kini beralih menjadi nelayan ikan "pora-pora", sebab pekerjaan tersebut dinilai lebih menguntungkan.

"Ikan pora-pora sangat diminati, dan harga jual bisa mencapai Rp70.000 per kilogram," kata Staf Strengthening Community Based Forest and Water Management (SCBFWM)/Penguatan Pengelolaan Hutan dan Daerah Aliran Sungai Kementerian Kehutanan, Rosmelina Sinaga di Lumbanjulu, Toba Samosir, Jumat.

Dikatakannya, akibat tingginya biaya produksi dan minimnya sarana transportasi untuk memasarkan hasil pertanian ditambah tidak adanya jaminan harga produksi, banyak warga di sekitar Danau Toba memilih menjadi nelayan.

Pekerjaan menanam padi dan komoditi hortikultura lain di wilayah tersebut, kata dia, kini tergeser dengan menggeluti kegiatan sebagai nelayan ikan bilih atau pora-pora (mystacoleucus padangensis) dan populasinya cukup banyak di perairan danau vulkanik terbesar di Asia Tenggara itu.

Petugas dari proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai (DAS) berbasis masyarakat itu menyebutkan, program untuk menghijaukan lahan pertanian, hutan dan Sub DAS Gopgopan, tidak direspon lagi oleh warga dusun Agadon, desa Sibaruang, Toba Samosir.

Menurut Rosmelina, alasan umum yang dikemukakan petani hingga mereka kurang berminat menanam pohon, sebab dianggap tidak jelas umur panennya, serta manfaatnya tidak dapat dirasakan secara langsung, sementara kebutuhan sehari-hari harus terpenuhi.

SCBFWM telah melakukan pendampingan terhadap masyarakat untuk memperluas pemasaran ikan dimaksud, dengan memfasilitasi warga dusun Agadon Desa Sibaruang, hingga sebagian besar di antara mereka sudah memiliki alat penangkap ikan pora-pora (sulangat).

"Kini pendapatan ekonomi setiap kepala keluarga mulai meningkat, karena sebelum didampingi biasanya mereka hanya memperoleh hasil tangkapan sepuluh kilogram dalam waktu enam jam kerja," katanya.

Tapi, lanjutnya, dengan peralatan "sulangat" itu hasil tangkapan mereka bertambah menjadi 40 kilogram, yakni dengan menyalakan lampu sulangat pada pukul 20.00 WIB dan secara bergantian para nelayan memanen ikan pora-pora sekitar pukul 04.00 wib dini hari.

Rosmelina menambahkan, peralihan profesi menjadi nelayan di desa itu, berawal dari sejumlah pendatang dari Sumatera Barat yang mengolah ikan tersebut hingga siap saji, untuk dikirim dan dipasarkan sebanyak 300 kilogram setiap minggu ke kota Padang.

Sebelumnya, Kepala Bidang Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut, Ida Yani Pane menyebutkan, pihak pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan menjadikan ikan pora-pora, sebagai salah satu produk unggulan dari daerah tersebut.

Produksi ikan pora-pora di kawasan Danau Toba bisa mencapai 40 ton per hari, namun selama ini, komoditras tersebut masih diperdagangkan secara tradisional dan sebagai menu andalan di rumah makan yang disajikan dengan cara digoreng kering.

"Sedang dicari cara yang tepat bagaimana bisa segera membina masyarakat di tujuh kabupaten yang ada di sekitar Danau Toba agar ikan pora-pora itu bisa dijadikan sebagai produk unggulan," katanya.***3***
(T.KR-JRD)

(T.KR-JRD/B/Suparmono/Suparmono)

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013