Sidoarjo (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menuntut terdakwa Antonius Ari Saputra telah bersalah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan kapal floating dock crane di PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) yang merugikan keuangan negara sebesar Rp61 miliar, dengan pidana penjara selama 18 tahun dan 6 bulan.

"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa Antonius Ari Saputra dengan pidana penjara selama 18 tahun dan 6 bulan dikurangi selama terdakwa ditahan dengan perintah terdakwa tetap ditahan di rutan," kata JPU Rahmat Hambali, saat membacakan surat tuntutannya, di Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya di Sidoarjo Jawa Timur, Rabu.

Menurut jaksa, perbuatan terdakwa Antonius Ari Saputra dinyatakan telah bertentangan dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (2) huruf a dan b, jo pasal 18 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer.

"Terdakwa Antonius Ari Saputro juga dihukum membayar denda sebesar Rp1 miliar, subsider 6 bulan kurungan," katanya lagi.
Baca juga: Tiga eks direktur PT Dok dan Perkapalan Surabaya ditahan

Selain itu, terdakwa juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp61 miliar lebih.

"Jika tidak dibayar paling lambat satu bulan sesudah putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan apabila tidak punya harta benda maka diganti dengan pidana penjara selama sembilan tahun," kata jaksa Rahmat Hambali.

Kasus korupsi pengadaan kapal floating dock crane di PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) yang merugikan keuangan negara sebesar Rp61 miliar dengan terdakwa Antonius Ari Saputra.

Atas surat tuntutan tersebut, ketua majelis hakim yang diketuai Cokorda Gede Arthana meminta agar terdakwa dan tim penasihat hukumnya untuk mengajukan pembelaan dalam waktu 7 hari ke depan.

"Putusannya tanggal 14 Agustus, nggak bisa mundur lagi," kata hakim Cokorda Gede Arthana sembari menutup persidangan.

Kasus korupsi ini dibongkar Kejati Jatim ketika muncul laporan BPK yang menemukan kerugian negara sebesar Rp63 miliar dari nilai proyek pengadaan kapal sebesar Rp100 miliar. Proyek pengadaan kapal jenis floating dock crane ini terjadi pada 2016 lalu.

Pengadaan kapal tersebut telah melalui proses lelang. Dalam lelang disebutkan, pengadaan kapal dalam bentuk kapal bekas dari negara di Eropa. Namun, saat dibawa ke Indonesia kapal tersebut tenggelam di tengah jalan. Dari sini kemudian muncul dugaan bahwa ada spesifikasi yang salah dalam pengadaan kapal tersebut.

Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019