Jakarta (ANTARA) - Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Jakarta Timur mengkritik sikap sejumlah yayasan penyelenggara perguruan tinggi di wilayah itu yang hingga kini belum  membiayai wadah pegiat antinarkoba di lingkungan kampus.

"Dari total 20 perguruan tinggi di Jakarta Timur, baru Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan Universitas Respati Indonesia (Urindo) saja yang proaktif mandukung wadah ini, sisanya belum kontribusi," kata Kepala Seksi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Kota Jakarta Timur, Anton S Siagian, yang dijumpai Antara di Kompleks Perkantoran Pemerintah Jakarta Timur, Selasa siang.

Menurut dia, wadah pegiat antinarkoba yang beranggotakan tiga orang perwakilan dari rektor dan tiga perwakilan dekan itu telah dibentuk sejak awal 2019 sebagai kepanjangan tangan dari BNN untuk memutus mata rantai peredaran narkoba di lingkungan kampus.

Wadah tersebut langsung berada di bawah kewenangan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) dan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Namun dalam beberapa bulan terakhir, kata dia, operasional pegiat narkoba dari kalangan akademisi tersebut tidak berjalan optimal. Biaya operasional jadi kendalanya.

Baca juga: Jaktim libatkan akademisi putus peredaran narkoba lingkungan kampus

Baca juga: BNNK Jakarta Utara teken MoU anti narkoba dengan perguruan tinggi



Anton menyebut Pemerintah Jakarta Timur hanya memfasilitasi program kerja mereka yang meliputi kegiatan sosialisasi dan tes urine di lingkungan kampus.

"Alokasi anggaran operasional di BNNK Jakarta Timur hanya berkisar Rp200 juta per tahun. Itu pun habis untuk kegiatan sosialisasi dan kegiatan preventif lainnya," katanya.

Dalam kesepakatan pembentukan wadah pegiat tersebut, BNNK Jakarta Timur meminta pihak yayasan untuk berkontribusi dalam pendanaan operasional kerjanya.

"Tapi kami perhatikan, masih jarang kampus di Jakarta Timur menggelar tes urine atau sekadar menggelar program edukasi bahaya narkoba," katanya.

Saat dilakukan pengecekan di lapangan, kata Anton, kegiatan itu kurang berjalan optimal karena tidak adanya alokasi biaya operasional dari yayasan.

"Padahal kalau terjadi penangkapan terhadap pelaku penyalahgunaan narkoba di lingkungan kampus, pihak yayasan juga yang malu," katanya.

Baca juga: Rasa penasaran jadi faktor utama mahasiswa konsumsi narkoba

Baca juga: Unas: Razia perangi narkoba di kampus jadi syok terapi

 

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2019