Jakarta (ANTARA) - Tim Pembela Hukum (TPH) dari Markas Besar TNI, menghormati putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menolak seluruh gugatan praperadilan yang diajukan Kivlan Zen atas dugaan kepemilikan senjata api ilegal.

“Kita ini pencari keadilan saya tetap yakin mudah mudahan keadilan ini ada, namun tetap kami menghormati putusan ini, keadilan di dunia ini kan sifatnya relatif,” kata Tim Pembela Hukum Kolonel Chk Subagya Santosa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa.

Namun, Subagya menilai penangkapan terhadap Kivlan cacat formil. Ia mengatakan kalau penangkapan dilakukan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang bersangkutan.

Baca juga: PN Jaksel tolak permohonan praperadilan Kivlan Zen

"Penangkapan itu langsung ditangkap saja waktu selesai pemeriksaan di Bareskrim. Tidak ada surat penangkapan baik yang disampaikan ke yang bersangkutan maupun keluarganya," kata Subagya.

Tim Pembela Hukum, Kolonel Chk. Azhar menambahkan penolakan permohonan pemohon Kivlan Zen secara keseluruhan dalam sidang praperadilan kepemilikian senjata api ilegal tidak objektif karena Majelis Hakim tidak mau mempertimbangkan materi penyidikan.

"Hakim ini aneh karena tidak mau menilai materi penyidikan yang dapat membuktikan banyaknya kesalahan," kata Azhar.

Azhar menilai bahwa Hakim Tunggal ini tidak menganut sistem progresif yang dianut oleh para penegak hukum pada umumnya.

Baca juga: Mabes TNI bentuk tim bantuan hukum untuk Kivlan Zen

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan pemohon Kivlan Zen secara keseluruhan dalam sidang praperadilan kepemilikian senjata api ilegal.

Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan Achmad Guntur, juga menyatakan penerapan status tersangka Kivlan Zein oleh Kepolisian sudah sesuai prosedur. Penetapan tersangka sudah didasari bukti permulaan yang cukup.

Hakim Guntur mengatakan permohonan pemohon tentang penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, dan penyitaan dinyatakan tidak beralasan dan oleh karena itu permohononan pemohon ditolak secara keseluruhan.

"Permohonan pemohon patut ditolak untuk seluruhnya," tegas Hakim Guntur.

Hakim Guntur juga mengatakan penetapan dan penangkapan Kivlan sudah dilengkapi bukti surat penangkapan, surat penyitaan, dan surat penahanan. Hakim mengatakan seluruh dalil permohonan pemohon tidak beralasan.

Sebelumnya, polisi telah menetapkan Kivlan tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal yang terkait dengan enam orang tersangka yang berniat membunuh empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei. Penetapan tersangka itu berkaitan dengan pengembangan kasus kerusuhan 21-22 Mei 2019.

Kivlan kemudian ditahan di Rutan Guntur Polda Metro Jaya sejak 30 Mei 2019 selama 20 hari. Polisi selanjutnya memperpanjang masa penahanan Kivlan selama 40 hari terhitung sejak Selasa (18/6) lalu.

Polisi menjerat Kivlan dengan Undang-Undang Darurat pasal 1 ayat 1 Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata api yang memiliki ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Pewarta: Galih Pradipta
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019