Jakarta (ANTARA) - Upaya pemulangan warga negara Indonesia yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus pengantin pesanan di China terkendala keabsahan dokumen pernikahan yang mengharuskan ada izin dari suami untuk dapat menangani kepulangan mereka. 

Pernyataan itu dikatakan oleh Pelaksana tugas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah dalam taklimat Kemenlu untuk media di Jakarta, Jumat. 

“Ada sisi pandang berbeda antara hukum Indonesia dan apa yang dihadapi di sana karena mereka (WNI) ini terikat perkawinan,” katanya. 

Sebelumnya, 13 perempuan asal Kalimantan Barat dan 16 perempuan asal Jawa Barat telah menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus perkawinan, atau yang kerap dikenal dengan pengantin pesanan. 

Para korban dijanjikan kehidupan yang nyaman dan terjamin secara finansial. Namun, alih-alih mendapatkan kehidupan tersebut, mereka berujung pada pernikahan fiktif dan eksploitasi. 

Mereka juga menjadi korban tindak kekerasan dan dipekerjakan untuk menghasilkan uang bagi keluarga suami asal China itu. 

“Mereka menikah dengan berbagai dokumen yang menyatakan keabsahan pernikahan. Artinya pihak Tiongkok mengesahkan. Ada perspektif legalitas dari segi perkawinan,” ujarnya. 

Menurut Faizasyah, salah satu tantangan yang dihadapi pemerintah Indonesia dalam upaya pemulangan para korban TPPO adalah untuk meyakinkan pihak suami akan pelanggaran hukum yang terdapat di dalam proses pernikahan tersebut. 

 Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sebelumnya telah melakukan pertemuan dengan Duta Besar China untuk Indonesia guna membahas permasalahan tersebut. 

 "Kita sampaikan pertimbangan bahwa memang terjadi TPPO, pelanggaran hukum. Itu yang kita sampaikan ke pihak Tiongkok,” katanya. 

Sementara ini ada beberapa WNI korban TPPO yang telah melarikan diri dari suaminya dan meminta perlindungan di Kedutaan Besar Indonesia di Beijing.

Baru-baru ini, Menlu juga telah melakukan kunjungan ke Pontianak, Kalimantan Barat untuk bertemu dengan para pemangku kepentingan dan menegaskan pentingnya penegakan hukum di hulu permasalahan.

Baca juga: Menlu ke Pontianak bahas kasus pengantin pesanan
Baca juga: Gubernur Kalbar: kelemahan sistem harus cepat diperbaiki cegah TPPO
Baca juga: Total sudah 16 kasus pengantin pesanan yang dikirim ke China
Baca juga: LSM dorong sosialisasi bahaya praktik pengantin pesanan ke desa


Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019