Keseluruhan Tanah Haram itu, kini di tapal batasnya dibuat masjid-masjid yang menjadi penunjuk sekaligus menjadi tempat miqat atau tempat seseorang mulai berniat umrah
Mekkah (ANTARA) - Beruntung bagi mereka penduduk Kota Mekkah sebab Allah menyukai kota itu sehingga di tempat itu pulalah Rumah Allah (Baitullah) dibangun.

Kota itu pula yang menjadi saksi kelahiran dan kenabian Muhammad SAW sebagai penutup para rasul. Mekkah sekaligus menjadi tempat beribadah serta menjadi lokasi yang wajib dikunjungi oleh umat Muslim yang mampu dari jauh maupun dekat.

Bahkan, kota itu juga telah dijadikan sebagai Tanah Suci yang aman tanpa diperbolehkan ada pertumpahan darah di dalamnya. Mekkah juga menjadi kota tempat untuk menghapuskan dosa-dosa masa lalu hingga menjadi tempat di mana saat orang beribadah maka pahalanya dilipatandakan hingga 100.000 kali.

Ahli sejarah Mekkah, Dr Muhammad Ilyas Abdul Ghani pernah menuliskan bahwa ada tiga pintu masuk utama ke Kota Mekkah, yakni Ma’la, Misfalah, dan Syubaikah.

Sebagai kota yang terletak di ketinggian 300 meter dari permukaan air laut, Mekkah dikelilingi gunung-gunung, terutama di sekitar Kakbah. Dataran rendahnya berada di sekitar Batha’, sebelah timur Masjidilharam disebut perkampungan Ma’la, sedangkan di barat daya masjid adalah Misfalah.

Rasulullah pada zamannya merupakan warga Ma’la karena lahir dan menetap di kampung itu hingga tiba saatnya hijrah ke Madinah. Bahkan, hingga saat pembebasan Kota Mekkah, Nabi dan pasukannya masuk Mekkah dari arah Ma’la.

Beberapa rujukan yang menegaskan betapa utamanya Kota Mekkah karena memiliki banyak tempat mustajab untuk berdoa, di samping itu menjadi kota yang dijaga oleh malaikat sehingga dajal pun dipercaya tak dapat masuk ke dalamnya.

Rasulullah pun dalam sejumlah hadis menyebutkan tentang betapa cintanya ia terhadap Kota Mekkah dan menyebut tak ada Bumi yang lebih baik dan lebih ia sukai selain Mekkah. Ia tak pernah ingin meninggalkan kota itu jika seandainya kaumnya sendiri tak mengusirnya.

Di dalam Al Quran, Mekkah disebutkan dalam berbagai surat sebagaimana Mekkah dalam Surat Al-Fath juga disebut dalam ayat lain sebagai Baklah, Ummul Qura (perkampungan tua), Al Balad, Al Baldah, Haram Amin (tanah suci yang aman), lembah yang gersang, tempat kembali, Qaryah, dan Al Masjid Al Haram.

                                                                                     Menandai
Nabi Ibrahim tercatat menjadi orang pertama yang menandai dan menancapkan batas-batas kawasan suci Mekkah, yakni batas yang memisahkan antara daerah yang suci (Tanah Haram) dengan daerah lainnya.

Setelah pembebasan Mekkah, Rasulullah mengutus Tamim ibn Asad Al-Khaza’i untuk memperbaiki dan memperbarui batas-batas itu yang kemudian dilanjutkan oleh para khalifah seterusnya sehingga tercatat batas tanah suci jumlahnya mencapai 943 buah yang ditancapkan di puncak gunung, bukit, lembah, dan tanah-tanah tinggi yang lain.

Sayangnya, seiring waktu, sebagian tanda tapal batas itu telah terpendam sehingga sulit melihat aslinya kecuali tanda yang sempat diperbaiki oleh penerus sesudahnya.

Namun, secara geografis, panjang kawasan tanah suci Mekkah, yakni 127 km dengan luas 550 km. Adapun batas-batasnya, meliputi Tan’im sejauh 7,5 km dari Haram, Nakhlah 13 km, Adlat Laban 16 km, Ji Ranah 22 km, Hudaibiyah 22 km, dan Bukit Arafah 22 km.

Konsultan Ibadah Daerah Kerja Mekkah PPIH 2019 K.H. Ahmad Kartono mengutip Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa Tanah Haram Mekkah seluruh hukumnya adalah seperti Masjidilharam.

Keutamaan Kota Mekkah juga disebutkan dalam kitab Al Asybah wan Nadhoir karangan Imam As Suyuti, bahwa sekali shalat di Masjidilharam yang dilipatgandakan maksudnya adalah bukan dikhususkan di Masjidilharam saja, tetapi berlaku untuk seluruh Tanah Haram.

Keseluruhan Tanah Haram itu, kini di tapal batasnya dibuat masjid-masjid yang menjadi penunjuk sekaligus menjadi tempat miqat atau tempat seseorang mulai berniat umrah.

Misalnya di Tan’im yang terletak di utara Masjidilharam kini berdiri megah Masjid Aisha. Masjid ini disebut sebagaimana istri Rasulullah, Aisyah, karena saat haji wada', tahun 9 Hijriaah, Aisyah binti Abu Bakar ra, tidak bisa melaksanakan umrah bersama-sama karena sedang uzur haid.

Lalu, Rasulullah memerintahkan Abdurrahman bin Abu Bakar, saudara laki-laki Aisyah, untuk mengantarkan ke Tan’im guna melaksanakan umrah, yakni setelah mengerjakan haji pada Zulhijah. Jadi, di tempat inilah Aisyah binti Abu Bakar ra melaksanakan miqat untuk umrahnya.

Tan’im hingga kini menjadi salah satu tempat miqat umrah bagi penduduk Mekkah dan orang-orang yang bermukim di Mekkah. Masjid ini terletak di pinggir jalan raya menuju Kota Suci, Madinah, sekaligus menjadi pembatas utara Tanah Haram.

Orang yang pertama kali membangun masjid tersebut adalah Muhammad bin Ali Assyafi'ie kemudian kerap direnovasi dari masa ke masa, dan terakhir oleh King Malik Fahd bin Abdul Aziz Al-Saud.

Masjid dengan luas 6000 meter persegi dan luas keseluruhan 84.000 meter persegi ini dilengkapi dengan fasilitas yang lengkap, termasuk dua menara setinggi 50 meter.

Kemudian, Ji Ranah yang diambil dari nama seorang perempuan yang hidup di daerah tersebut. Saat ini, Ji Ranah menjadi perkampungan di Wadi Saraf yang berjarak sekitar 24 km dari Masjidilharam di sebelah timur laut yang dihubungkan dengan jalan Ma’bad.

Kawasan ini dikenal dengan keistimewaan airnya dan di dalamnya terdapat masjid untuk berihram dalam ibadah umrah oleh penduduk Mekkah.

Ada pula Hudaibiyah yang berada di luar batas tanah suci antara Mekkah dengan Jeddah lama yang saat ini dikenal dengan al-Syumaisi.

Di daerah ini terdapat sebuah masjid yang berjarak 24 km atau dua kilometer dari batas tanah suci. Tak jauh dari situ ada bekas bangunan masjid kuno yang dibangun dengan batu hitam dan plester semen.

Ada pula batas suci di Nakhlah sebagai tempat pemusnahan berhala Uzza, kemudian Adlat Laban yang merupakan perbukitan dengan warna menyerupai putih susu, di mana terdapat batas suci di sebelah selatan. Jaraknya sekitar 16 km dari Masjidilharam dan kini lebih dikenal dengan Al Aqisyisyah.

                                                                               Panduan
Batas suci Kota Mekkah menjadi sangat berguna untuk panduan bagi mereka yang akan melaksanakan ibadah di Masjidilharam.

Miqat atau berniat di batas yang telah ditetapkan untuk memulai ibadah umrah tempatnya telah ditetapkan sebagaimana disebutkan dalam berbagai hadis dan dalil.

Nabi Muhammad telah menetapkan Dzul Hulaifah sebagai miqat bagi penduduk Madinah, sedangkan untuk penduduk Syria dari Juhfah, penduduk Najd di Qarn al Manazil, dan penduduk Yaman di Yalamlam. Ada pula hadis yang menyebut penduduk Irak bermiqat di Dzaf Irq.

Dzul Hulaifah disebut juga Bir Ali sebagai miqat bagi penduduk Madinah dan terletak di utara Mekkah sekitar 410 km atau sekitar 10 km dari Masjid Nabawi.

Di sana terdapat Masjid Dzul Hulaifah atau Masjid Miqat dan ada pula yang menyebutnya Masjid Syajarah.

Sementara Qarn al Manazil merupakan miqat bagi penduduk sekitar Teluk dan mereka yang datang melalui jalan Riyadh-Thaif. Lantaran ada dua jalan utama menuju Mekkah maka ditentukanlah batas miqat dengan membangun dua masjid, yakni Masjid Miqat al Saili al Kabir dan Miqat Wadi Mahram.

Miqat al Saili al Kabir terletak 80 km di sebelah timur laut Masjidilharam, sedangkan Wadi Mahram terletak sebelah selatan Masjid al Saili al Kabir dengan jarak keduanya 33 km atau 76 km dari Masjidilharam, sedangkan DzatIrq sebagai miqat penduduk Irak terletak di timur laut Masjidilharam sekitar 90 km.

Yalamlam yang dikenal dengan al Sa’diyyah berjarak 100 km sebelah selatan Kota Mekkah dan Juhfah terletak di barat laut Masjidil Haram berjarak 187 km.

Seluruh tapal batas Kota Mekkah itu menjadi penanda di mana dimulai dari titik itulah kesucian Tanah Haram berlaku dengan segala keutamaan dan keistimewaannya.

Baca juga: Bangunan di Mekkah serupa, jamaah diimbau kenali lokasi pemondokan
Baca juga: Menyongsong puncak haji di Arafah
Baca juga: Kota Mekkah mulai "dibanjiri" jamaah Indonesia

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019