Mataram (ANTARA) - Petugas Kantor Imigrasi Kelas I TPI Mataram, Nusa Tenggara Barat, menangkap seorang warga Nepal, berinisial RS alias MAM (39) karena diduga telah menyalahgunakan izin tinggalnya selama berada di Lombok.

Plt Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Mataram Armand Armada Yoga Surya di Mataram, Selasa, mengatakan, RS diamankan tim Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Mataram dari rumah istrinya yang berada di Desa Aik Bukaq, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah.

"Saudara RS diamankan dari tempatnya karena tidak mengantongi paspor terbarunya. Dia punya paspor tapi sudah habis masa berlakunya sejak 2017," kata Armand.

Diketahui bahwa RS masuk ke Indonesia pada Februari 2013 melalui jalur resmi. Namun demikian, sejak paspornya mati pada 2017, RS tidak pernah melakukan pembaharuan atau pelaporan ke imigrasi.

Baca juga: Kemenkumham akan awasi penanganan kasus penyalahgunaan izin tinggal

Selama tinggal bersama istrinya asal Lombok Tengah yang kini diketahui sedang berada di luar negeri sebagai buruh migran, RS sudah mengantongi dokumen resmi sebagai warga Indonesia, mulai dari KTP, kartu keluarga, akta kelahiran, SIM C, dan juga buku nikah.

"Dalam dokumen pribadinya ini, RS menggunakan nama samaran, MAM (inisial)," ujarnya.

Menindaklanjuti temuan tersebut, penyidik imigrasi telah melakukan serangkaian pemeriksaan dan diketahui bahwa dokumen-dokumen tersebut terbit secara resmi dari instansi yang berwenang.

"Jadi penyidik akan melakukan penjadwalan untuk memanggil dan memeriksa instansi terkait," ucapnya.

Lebih lanjut, RS yang kesehariannya bekerja sebagai buruh harian lepas ini telah diamankan di rumah detensi Kantor Imigrasi Kelas I TPI Mataram.

Karena perbuatannya, SR disangkakan melanggar Pasal 119 Angka 1 Undang-Undang RI Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian, yang isinya "setiap orang asing yang masuk dan atau berada di wilayah Indonesia yang tidak memiliki dokumen perjalanan dan visa yang sah dan masih berlaku".

"Sesuai aturan pelanggaran pidananya, saudara RS terancam lima tahun penjara dan denda Rp500 juta," kata Armand.

 

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019