Jakarta (ANTARA) - Bagi pemangku kepentingan kepariwisataan di Indonesia, dan bahkan mancanegara, hampir bisa dipastikan tak ada yang tidak kenal dengan Jalur Puncak.

Jalur Puncak, yang memanjang di antara perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur, di Provinsi Jawa Barat, adalah sebuah kawasan di ketinggian yang suhu udaranya cukup dingin.

Kawasan ini -- yang belakangan dikenal dengan Puncak I -- dimulai dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, Cisarua, di Kabupaten Bogor hingga menuju Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur.

Dua gunung yang ada di kawasan Puncak, adalah Gunung Gede dan Gunung Pangrango, yang membuat suasana sejuk. Sebagian besar merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP) yang berada di bawah otoritas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Bagi para pendaki, dua gunung itu menjadi salah satu tujuan favorit para pecinta alam, khususnya di saat libur sekolah.

Tak hanya wisata alam maupun wisata modern, di kawasan Puncak juga terbentang perkebunan teh, yang dibangun pemerintah kolonial Belanda, dan kini perkebunan teh itu adalah milik dan dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Gunung Mas.

Cerita indah tentang kawasan Puncak, seperti udara dingin dan sejuk -- untuk beberapa tempat tertentu -- barangkali saat ini masih terasa.

Namun, tak dapat dipungkiri pula bahwa cerita indah itu, kini telah berubah. Salah satunya, adalah kondisi macet yang bukan hanya terjadi saat akhir pekan, namun pada hari biasa pun sudah menjadi pemandangan yang biasa.

Bising suara kendaraan, baik roda dua, roda empat, ukuran kecil, sedang dan besar yang lalu-lalang setiap waktu, menjadikan kawasan itu kini tak lagi sepenuhnya "ramah lingkungan".

"Sebagai orang Bogor sendiri, kalau tidak ada urusan yang penting, saya malas menuju Puncak," kata Nuryadin, warga Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

Meski kawasan Puncak I kini diwarnai dengan kebisingan dan kemacetan lalu lintas, dan juga degradasi lingkungan, namun menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bogor, Drs Rahmat Surjana, M.Si, kecenderungan angka kunjungan wisata terus mengalami peningkatan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor, jumlah wisatawan yang datang ke Kabupaten Bogor tahun 2016 cukup banyak, yakni meningkat sekitar 72, 96 persen dibanding tahun 2015.

Data Jawa Barat Dalam Angka dari Pusdalitbang Pemprov Jabar (2016) mencatat pada 2015, gabungan kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara mencapai angka 4.158.825 orang, dengan rincian 139.826 orang asing, dan sebanyak 4.018.999 wisatawan dalam negeri.

Sedangkan wisatawan tahun 2017 mencapai 8.791.300 orang yang terdiri atas sebanyak 8.625.229 wisatawan domestik dan 166.071 wisatawan asing.


Alternatif Puncak II

Meski Puncak I sudah dalam kondisi kurang nyaman, dalam artian terjadi kemacetan yang membuat waktu tempuh ke kawasan itu cukup lama, namun otoritas di Pemkab Bogor terus mengembangkan alternatif baru tujuan wisata.

Dari informasi yang dihimpun, khususnya saat musim liburan, kendaraan yang melintas di jalur Puncak I bisa mencapai 45.000 unit mobil per hari.

Salah satu alternatif pengembangan yang sedang digarap Pemkab Bogor adalah dicuatkannya kawasan wisata baru di Kecamatan Sukamakmur, yang merupakan pemekaran dari wilayah induk Kecamatan Jonggol.

Sukamakmur adalah salah satu dari wilayah yang menjadi area jalur Puncak II.

Jalur Puncak II memanjang dari kawasan Sentul hingga Kota Wisata, Cipanas (Kabupaten Cianjur), sepanjang 56,2 kilometer.

Pembangunan jalur Puncak II, menurut Camat Sukamakmur, Zaenal Ashari, dikenal juga dengan Poros Tengah-Timur (PTT) di Kabupaten Bogor, hingga kini masih terus dipacu, khususnya infrastruktur jalan.

Zaenal Ashari, menyebut wilayah yang dipimpinnya menyimpan "mutiara" dan "intan" sebagai kawasan pariwisata.

"Kami memiliki potensi utama pariwisata berupa gunung, dan juga rawa, yakni Rawa Gede di Desa Sirnajaya, dan kini juga ada Wisata Alam Kahyangan atau populer dijuluki 'Vila Kahyangan'," katanya.

Wisata Alam Khayangan, lokasinya berada di Jalan Puncak Dua, Desa Wargajaya, Sukamakmur, Bogor.

Meski tergolong destinasi baru karena pembangunannya sejak 2017 dan baru dibuka untuk umum pada 2018, tetapi kawasan ini selalu ramai dikunjungi.

"Khususnya jika akhir pekan, Wisata Alam Khayangan ini dibanjiri pengunjung, tidak saja dari sekitar Bogor, namun juga dari daerah lain, termasuk warga Jakarta," kata Arifin, pemilik objek wisata itu.

Indikator ramainya kunjungan, bisa dilihat dari macetnya jalanan menuju ke kawasan itu, khususnya pada libur akhir pekan.

Selain menyuguhkan pemandangan alam yang indah, objek wisata ini juga menyediakan titik-titik untuk berswafoto dengan latar belakang alam yang hijau.

Pihak pengelola menyediakan titik swafoto untuk permainan ayunan, sepeda di atas awan, kolam renang dan beberapa wahana permainan anak-anak.

Bahkan dengan suhu udara di kisaran 18-20 derajat Celcius, area tersebut sering diselimuti kabut sehingga pengunjung harus menyiapkan pakaian tebal.

Di area wisata itu, pengelola juga menyediakan penginapan dengan harga terjangkau. Namun, kata Arifin, bagi masyarakat yang ingin menginap,l dua pekan sebelumnya harus sudah memesan.

Problem infrastruktur

Meski kawasan di Jalur Puncak II kini menjadi pilihan untuk berlibur, Camat Sukamakmur, Zaenal Ashari mengakui masih ada problematika mengenai infrastruktur.

Untuk memaksimalkan akses menuju kawasan itu dibutuhkan perbaikan dan perluasan jalan menuju wilayah Kecamatan Sukamakmur.

Infrastruktur yang baik amat menunjang untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang datang ke puluhan objek wisata di 10 desa yang ada di wilayah itu.

"Jadi, kami sangat mendorong pembangunan jalan Poros Tengah Timur atau yang kita kenal juga dengan jalan Puncak II," katanya.

Dalam kaitan itu, pemerintah kecamatan melalui Pemkab Bogor sudah berkoordinasi agar Pemprov Jawa Barat dan pemerintah pusat untuk membantu pembangunan jalan di kawasan Puncak II itu.

Berdasarkan estimasi biaya pembangunan jalan Puncak II ini senilai Rp1,25 triliun.

Sedangkan panjang jalannya 54 km, dan khusus di Kecamatan Sukamakmur panjangnya 17 km dengan lebar 30 meter .

Bupati Bogor Ade Yasin menyatakan bahwa jalur Puncak II dibutuhkan untuk mengatasi padatnya kendaraan di jalur Puncak I di kawasan Cisarua, terlebih pada hari kerja dan libur Lebaran.

"Saya rasa jalur Puncak II sesuatu yang penting dan 'urgent'. Karena kemacetan di Puncak ini walaupun rekayasa lalu lintas kita maksimalkan, kemudian diupayakan jalur alternatif, tapi tetap kondisinya tetap begini," katanya.

Ketika jalur Puncak II terbangun, maka bisa dilintasi oleh pengendara dengan tujuan Cianjur, Bandung, maupun Cimahi sehingga mengurangi volume kendaraan di jalur Puncak I di Cisarua.

Selain mempermudah akses masyarakat, pembangunan jalur yang menghubungkan Sukamakmur Kabupaten Bogor dengan Cipanas Kabupaten Cianjur itu, juga bisa mendongkrak perekonomian warga sekitar apalagi jika dilihat berdasarkan indeks pembangunan manusia (IPM) di wilayah tersebut masih minim.

Kementerian PUPR sempat membangun sebagian jalan Puncak II pada tahun 2015, namun proyeknya sempat terhenti lantaran ada perubahan detil engineering design (DED) di tengah jalan.

Kini, dengan potensi yang menjanjikan itu pihak Kecamatan Sukamakmur sudah mengembangkan potensi daerah yakni mengembangkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dari 10 desa di Sukamakmur sudah ada enam desa sudah membentuk BUMDes.

BUMDes ini bergerak di bidang pariwisata dan perkebunan kopi.

Malahan, perkebunan kopi yang ada juga mendatangkan wisatawan karena kopi jenis Cantang Malang asal Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur pernah meraih juara II dan III pada festival kopi di Prancis.

Dampaknya, para penggemar kopi dari kawasan Eropa kemudian tertarik untuk berkunjung ke Sukamakmur, dan ini jelas membuat wisata di Puncak II mulai mendunia.

Baca juga: Jokowi terpilih, Bupati Bogor minta proyek Jalur Puncak II dilanjut

Baca juga: Solusi kemacetan, pemerintah diminta bangun jalur Puncak II

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019