Banjarmasin (ANTARA) - Bergelut dengan para pecandu narkoba sudah menjadi keseharian wanita yang satu ini. Niat tulus untuk menyembuhkan penyalahguna dari jeratan zat-zat adiktif, jadi pelecut semangatnya dalam tugas.

Dr Hj Sandra, begitulah nama lengkap plus gelar Sarjana Ilmu Dokter dari lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya ini. Pengalamannya sejak 2013 bergabung di Badan Narkotika Nasional Provinsi Kalimantan Selatan (BNNP Kalsel) kala tugasnya masih di Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan kemudian Bidang Rehabilitasi berdiri sendiri pada 2015, Sandra dipercaya menakhodainya sebagai Kepala Bidang Rehabilitasi BNNP Kalsel hingga sekarang.

Sandra mengakui, program rehabilitasi bagi pecandu narkoba yang digaungkan BNN masih belum optimal lantaran minim sekali penyalahguna yang mengikutinya. Padahal, angka korban penyalahguna diperkirakan terus naik dari tahun ke tahun seiring peredaran yang makin merajalela.

BNNP Kalsel memperkirakan pengguna narkoba di daerah ini sudah tembus di angka 59.000 orang. Angka prevalensi naik dari 1,7 menjadi 1,89. Artinya, jika jumlah penduduk Kalsel usia dewasa sekitar 3.250.000 jiwa, maka penyalahguna kurang lebih sudah hampir 60.000 orang.

Jika prevalensi di angka 2 maka masuk zona merah. Sedangkan Kalsel masih kategori kuning. Meski begitu, menurut Sandra sudah mengkhawatirkan lantaran kecenderungannya terus meningkat. Bukan sebaliknya yang diharapkan menurun.

Sepanjang tahun 2019 dari periode Januari hingga Juni, tercatat hanya 284 orang di BNNP dan BNK jajaran se-Kalsel yang mengikuti program rehabilitasi.

Pecandu yang terungkap pun beragam usia dan latar belakang profesi. Berdasarkan kelompok umur, usia 0-15 tahun 22 orang, usia 16-19 tahun 82 orang, usia 20-24 tahun 69 orang, usia 25-40 tahun 94 orang, usia 41-59 tahun 16 orang, usia 60-79 tahun 1 orang.

Kemudian berdasarkan jenis kelamin, laki-laki 271 orang dan perempuan 13 orang, termasuk 3 orang berstatus ibu rumah tangga.

Untuk tingkat pendidikan, S2 hanya seorang di Kabupaten Balangan, S1 sebanyak 12 orang, D3 sebanyak sembilan orang, SMA sebanyak 99 orang, SMP sebanyak 92 orang, SD ada 53 orang serta yang tidak pernah mengenyam pendidikan alias tidak sekolah 18 orang.

Adapun jenis pekerjaan, 17 berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), 83 karyawan swasta, 22 wiraswasta, satu anggota Polri, delapan buruh, 4 mahasiswa, 67 pelajar, dan 75 pengangguran.

Sedangkan berdasarkan jenis zat yang dikonsumsi, sabu paling banyak yaitu 160 orang, disusul 46 kecanduan obat Carnophen atau populer disebut Zenith, delapan kecanduan ekstasi, 24 orang lem serta satu orang obat Dextro dari Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

"Target kami di BNNP Kalsel tahun ini 200 orang pecandu bisa dijaring ikut program penyembuhan. Hingga saat ini baru 78 orang. Jadi kami masih berupaya terus mencari pecandu untuk diajak menjalani rehabilitasi. Tugas ini memang cukup berat lantaran tidak adanya kesadaran pecandu ataupun pihak keluarga," kata Sandra ditemui di kantor BNNP Kalsel Jalan D.I Pandjaitan Banjarmasin.

Wanita kelahiran Banjarmasin 15 September 1963 ini mengaku begitu senang jika pecandu datang dengan sukarela minta disembuhkan.

Sebaliknya, hatinya akan teriris pilu ketika melihat ada pecandu narkoba yang kondisinya menyedihkan. Seperti latar belakang ekonomi kurang mampu bahkan terbilang di bawah garis kemiskinan dengan hidup serba kekurangan justru jadi penyalahguna.

"Contohnya, ada satu keluarga di Banjarmasin dari suami, istri dan anak semuanya menggunakan sabu dan obat Carnophen. Padahal kerjaan mereka hanya tukang parkir. Ini sangat memilukan dan membuat kita prihatin," ujarnya.

Selama ini yang datang ke BNNP jika kondisi pecandu sudah parah ditandai dengan ngamuk-ngamuk dan mengancam keluarga karena permintaannya akan narkoba tidak terpenuhi.

"Jadilah orang tua minta tolong ke polisi untuk dibawa ke BNN. Ironisnya, yang seperti ini juga kerap tidak secara komplit mengikuti program rehabilitasi. Biasanya habis asesmen dan konseling dua kali sudah menghilang tidak kembali lagi," ungkap Sandra.

Padahal, BNN menginginkan pecandu dapat mengikuti rehabilitasi berkelanjutan. Selain rawat inap selama tiga bulan di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum bagi yang kondisinya sangat parah, ada juga rawat jalan untuk empat kali konseling yang dilanjutkan pasca rehab agar bisa pulih produktif.

"Jadi habis dari pasca rehab, nantinya kami kunjungi melihat perkembangan yang bersangkutan. Kami juga ada program vokasional, jadi mereka senangnya apa sehingga diberikan pelatihan dan pendampingan. Misalnya, les komputer, atau senang bermain musik hingga budi daya perikanan atau pertanian," papar Sandra lagi.

Untuk itu, dia mengimbau kepada orang tua untuk bisa membawa anaknya yang terindikasi sebagai pecandu ke BNNP Kalsel atau BNK setempat agar segera mendapat rehabilitasi setelah melalui asesmen dari tim dokter dan psikolog.

Keluarga juga jangan khawatir soal biaya, karena seluruh program rehabilitasi gratis ditanggung oleh negara. Apalagi sampai takut ditangkap. Karena Undang-Undang Narkotika jelas memerintahkan pecandu direhabilitasi, bukan dipenjara.

Maka dari itu, daripada akhirnya ditangkap saat mengonsumsi narkoba, mending sukarela datang ke BNN untuk minta disembuhkan.

Salah satu cara jemput bola yang dilakukan BNNP Kalsel dengan membentuk Pojok Konseling Narkoba (Poskona) yang sudah ada di Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kecamatan Banjarmasin Timur dan Tunggul Irang Martapura.

Poskona jadi alternatif menyiasati pecandu yang merasa takut jika harus datang langsung ke kantor BNN. Maka dari itu, Sandra sangat berharap ke depan seluruh kantor lurah atau kecamatan serta puskesmas ada Poskona, sehingga pihaknya dapat memberikan layanan semaksimal mungkin dengan keterjangkauan yang lebih luas dan efektif.

Candu terhadap narkoba diakui Sandra kebanyakan berawal dari coba-coba dengan bujuk rayu kawan dan sebagainya.

Untuk itu, diingatkan kepada semua orang untuk tidak sekali-kali mencoba yang namanya narkoba. Karena sekali mencoba, akibatnya fatal pasti ketagihan. Salah satu cara mencegahnya dengan menghindari teman yang menggunakan barang haram tersebut.

"Biasanya ketagihan karena merasa keenakan melayang (fly). Zat yang terkandung dalam narkoba memiliki molekul kecil sehingga bisa menembus ke susunan saraf pusat di otak," katanya.

Narkoba memang tidak mengenal latar belakang ekonomi, status sosial dan sebagainya. Kaya atau miskin, terpelajar atau bahkan tidak sekolah, semuanya bisa terjerat oleh tipu dayanya. Maka dari itu, langkah awal yang penting dilakukan adalah mengetahui tentang bahaya narkoba dan menghindari untuk coba-coba.*

Baca juga: Polisi sita sabu-sabu 4 ons dan ratusan ekstasi jaringan internasional

Baca juga: Empat kilogram narkotika asal Malaysia gagal beredar di Kalsel

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019