Bandung (ANTARA) - Bunda Literasi Provinsi Jawa Barat, Atalia Praratya Kamil mengajak seluruh korban bullying atau perundungan untuk tidak takut melaporkan hal hal tersebut kepada pihak terkait yakni sekolah dan orang tua maupun pihak lain yang dirasa bisa membantu menyelesaikan masalah.

"Ketika mereka melaporkan, banyak sekali yang bisa dilakukan, (diantaranya) apakah pembinaan atau melakukan trauma healing bagi para korban," kata Atalia Kamil seusai menghadiri acara Be Positive Fest Vol. 1 'Stop Bullying' di SMAN 8 Bandung, Rabu.

Dia mengatakan bullying merupakan tindakan mencelakai, membahayakan atau mengintimidasi orang lain dengan menggunakan kekerasan fisik, kekerasan psikis maupun kekerasan verbal.

Baca juga: KPAI: anak harus dibekali keterampilan menghadapi perundungan

Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), jumlah kasus pendidikan di Indonesia per tanggal 30 Mei 2018 adalah 161 kasus, dengan rincian anak korban tawuran sebanyak 23 kasus atau 14,3 persen, anak pelaku tawuran sebanyak 31 kasus atau 19,3 persen.

Kemudian anak korban kekerasan dan bullying sebanyak 36 kasus atau 22,4 persen, anak pelaku kekerasan dan bullying sebanyak 41 kasus atau 25,5 persen, dan anak korban kebijakan (pungli, dikeluarkan dari sekolah, tidak boleh ikut ujian, dan putus sekolah) sebanyak 30 kasus atau 18,7 persen.

Atalia mengatakan sekolah harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi peserta didik karena anak-anak Indonesia masih belum bebas dari tindak kekerasan, termasuk perilaku mengejek dan mengolok-olok terhadap teman yang masuk dalam ranah bullying.

"Kasus (bullying) ini harus menjadi perhatian bagi kita semua karena kasus ini bisa menimbulkan efek yang luar biasa, ada yang sampai depresi hingga bunuh diri, " kata dia.

Baca juga: Dian Sastro: Soal "bullying" bukan hanya siapa yang salah

"Ini menjadi perhatian kita semua, agar anak-anak Indonesia tidak hanya sehat fisik, tapi juga sehat batin. Sehat batin ini bisa juga dengan menghindarkan mereka dari perasaan tertekan, terancam, dan tidak nyaman," lanjut dia.

Atalia pun berpesan kepada seluruh peserta didik untuk memahami kasus bullying karena itu dapat dipicu dari hal sepele.

Apabila sudah terjadi, peserta didik diharapkan segera melapor kepada pihak terkait yakni sekolah dan orang tua maupun pihak lain yang dirasa bisa membantu menyelesaikan masalah tersebut.

"Data dari KPAI saja sudah 161 kasus, itu yang melapor, bayangkan mereka yang tidak melapor. Atau mungkin mereka tidak tahu kalau yang dialaminya adalah bullying," ucap Atalia.

Baca juga: Peneliti sebut perundungan maya lebih pengaruhi remaja

Ditempat yang sama Kapolrestabes Kota Bandung, Kombespol Irman Sugema, kasus bullying di sekolah sudah sangat meresahkan, terutama di tingkat SMA.

Irman memaparkan 160 ribu murid per hari membolos sekolah untuk menghindari bullying, 80 persen murid kelas 4 sampai 11 menjadi korban bullying di sekolah, dan 10 persen murid pindah sekolah untuk menghindari bullying.

"Data ini tentu meresahkan. Banyak anak dan remaja yang masih mencari jati diri dengan mem-bully teman seusianya atau juniornya, sehingga suasana sekolah menjadi tidak nyaman untuk teman-temannya ataupun pelaku sendiri," kata Irman.

Dia menambahkan saat ini pun banyak kenakalan remaja yang diawali dari perilaku bullying, beberapa di antaranya berurusan dengan masalah hukum dan menjadi tindak pidana.

"Kalau secara hukum kami sudah ada pasal-pasal hukum yang mengatur terkait dengan perbuatan seperti kekerasan fisik atau hal-hal lain," ujar Irman.

"Saya mengimbau kepada pihak sekolah dan juga pada pelajar mari kita setop bullying, kita bangun generasi muda menuju Indonesia Emas ini menjadi generasi yang positif dengan melakukan hal-hal positif, sehingga diharapkan generasi muda siap menyongsong masa depan gemilang," kata dia.

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019