Palu (ANTARA) - Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) bersama Pemerintah Kota Palu, prajurit angkatan laut Pangkalan TNI Angkatan Laut Palu dan dan personel Polisi Perairan dan Udara (Polairud) Polda Sulteng melepas berbagai spesies ikan di perairan laut Teluk Palu.
.
Gempa disusul terjangan tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 lalu mengakibatkan ekosistem laut di Teluk Palu rusak yang mengakibatkan tidak sedikit biota laut di perairan Teluk Palu hilang, salah satunya spesies ikan capungan banggai (Banggai Cardinal Fish) dan pohon megrove.

Untuk itulah ratusan ikan capungan banggai yang merupakan ikan endemik Sulawesi Tengah yang dilindungi secara terbatas itu dilepas oleh Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Kemanan Hasil Perikanan (BKIPM) bersama Pemerintah Kota Palu dan prajurit angkatan laut Pangkalan Angkatan Laut Palu dan personel Polisi Perairan dan Udara (Polairud) Polda Sulteng di perairan Teluk Palu di Kelurahan Mamboro, Rabu (17/7).

"Kita juga menanam bibit pohon mangrove dalam gerakan Masyarakat Sadar Mutu dan Karantina (Gemasatukata) hari ini untuk mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan yang lestari dan berkelanjutan," kata Kepala BKIPM Kementerian Kelautan dan Perikanan, Rina.

Ie menyatalan tujuan dilaksanakannya kegiatan tersebut untuk mengembalikan ekosistem dan biota flora dan fauna di Teluk Palu seperti sebelum bencana. Yang paling penting kegiatan tersebut merupakan salah satu cara untuk melestarikan keanekaragaman hayati yang ada di Teluk palu agar dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang.

"Melihat potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang begitu besar, maka upaya-upaya pengelolaan sumber daya perikanan terkait dengan fungsi biologi, sosial, teknologi, ekosistem dan lingkungan sumber daya perlu dilakukan secara sinergis dan berhubungan demi terjaminnya pemanfaatan sumber daya ikan yang berkelanjutan," ujarnya yang diwakili Kepala Bagian Hukum, Organisasi dan Kehumasan BKIPM Sugiman.

Dalam kesempatan yang diikuti komunitas pecinta lingkungan dan pelajar di Kota Palu itu, ia berharap dan mengajak kaum milenial agar turut berpartisipasi dalam upaya menjaga dan melestarikan ekosistem dan biota laut di Teluk Palu pada khususnya dan di Sulawesi Tengah pada umumnya.

Kepala Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu (KIPM) dan Keamanan Hasil Perikanan Palu Khoirul Makmum dalam kesempatan itu menjelaskan salah satu bagian terpenting dari geografi Kota Palu sebagai kota teluk adalah wilayahnya yang di kelilingi oleh pantai., sehingga kualitas kehidupan masyarakat sangat dipengaruhi oleh kualitas ekosistem di pesisir teluk.

"Mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir yang sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekologis, sosial ekonomi dan sebagai sistem pertahanan yang penting. Keberadaan mangrove di Kota Palu sudah semakin kritis ketersediaannya, bencana alam tanggal 28 September 2018 telah merusak sangat banyak mangrove di Teluk Palu," ujarnya.

Proses pembangunan pascabencana lanjutnya sampai sekarang masih banyak mengalami permasalahan. Di satu sisi kebutuhan hidup usai bencana kian menimgkat, sedangkan di sisi lain Sumber Daya Alam (SDA) yang ada sangatlah terbatas.

"Agar terwujud keseimbangan antara aspek ekologis dan aspek sosial ekonomi dan pertahanan, maka Stasiun KIPM Palu berinisiatif untuk melaksanakan kegiatan penanaman mangrove yang dirangkaikan dengan pelepasliaran ikan capungan banggai serta penandatanganan komitmen untuk menjaga ekosistem pesisir Teluk Palu," katanya.

Baca juga: Peneliti: pembangunan tanggul tsunami Teluk Palu perlu kajian ulang
Baca juga: BMKG kaji pemasangan sensor deteksi tsunami di Teluk Palu
Baca juga: Lomba terumbu karang di Festival Teluk Palu

Pewarta: Muhammad Arshandi
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019