Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan bahwa harga gas industri di Indonesia relatif stabil dan kompetitif dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

"Kalau kita lihat lebih detail perbandingan dari titik referensi yang sama, harga hulu di Indonesia sebesar 5,3 dolar AS/MMBTU, ini terbilang kompetitif," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Senin.

Agung membandingkan harga gas di tiga negara Asia Tenggara yang memiliki perkonomian kuat. Thailand mematok harga gas di hulu sebesar 5,5 dolar AS/MMBTU dan Malaysia sebesar 4,5 dolar AS/MMBTU. Sementara harga gas di Singapura jauh di atas 15 dolar/MMBTU. Bahkan kalau dibandingkan dengan Tiongkok yang ekonominya kian menggeliat harga gas di hulu telah mencapai 8 dolar AS/MMBTU.

"Jika dicermati lebih lanjut, harga gas Malaysia memang lebih rendah. Rendahnya harga gas di Malaysia ditopang dari struktur biaya pembentukan gas yang menerapkan Regulation Below Cost (RBC). "Sistem RBC menuntut adanya penerapan subsidi sehingga membuat harga gas di Malaysia lebih murah," jelas Agung.

Sementara di Thailand dan Tiongkok menjalankan model indeksasi ke harga minyak. Artinya, harga gas akan mengikuti pergerakan harga minyak (gas pipa). Jika harga minyak naik, maka harga gas akan naik. Begitu pula sebaliknya. "Skema ini mendorong tingginya tingkat fluktuasi sehingga menyebabkan ketidakstabilan harga gas," kata Agung.

Indonesia sendiri, imbuh Agung, menerapkan skema Regulation Cost of Services (RCS). Jadi, penetapan harga gas berdasarkan keekonomian di setiap mata rantai. Skema ini cocok diterapkan di Indonesia karena tidak mengikuti harga minyak dan tidak menimbulkan volatilitas.

"Ini yang membuat harga gas di Indonesia cukup stabil," tegasnya.

Kestabilan harga gas terlihat pada catatan harga gas pipa domestik dari tahun 2008 hingga April 2019. Pada tahun 2008, gas pipa domestik sebesar 4,83 dolar/MMBTU. Sementara, pada April 2019 sebesar 5,87 dolar/MMBTU. Dalam kurun 11 tahun, gas pipa domestik hanya terkoreksi sebesar 1,04 dolar/MMBTU. Kalau dibandingkan dengan pergerakan ICP dalam kurun waktu yang sama, fluktuasi ICP punya selisih 34,58 dolar/barrel. "Ini sebatas gambaran umumnya," singgung Agung.

Kendati demikian, Pemerintah akan terus mendorong struktur biaya energi di Indonesia makin kompetitif sehingga harga gas di level plant gate bisa lebih rendah dari rata-rata biaya sekarang, yaitu sebesar 9 dolar/MMBTU. "Kami terus mencari formula baru untuk menekan harga gas sampai ke tingkat akhir pengguna," terang Agung.

Perlu diketahui, struktur harga gas domestik di Indonesia ditetapkan berdasarkan biaya gas bumi (60 persen), biaya transmisi (22 persen) dan biaya distribusi + niaga (18 persen).

Baca juga: Bila harga gas turun, ekspor industri keramik bakal naik 30 persen

Baca juga: Kementerian ESDM: Harga jual gas melalui jargas lebih murah dari LPG


Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019