Kita masih menggunakan satelit. Padahal yang terbakar bukan lahan tapi terdeteksi. Ini butuh informasi dini,
Jambi (ANTARA) - Danrem 042/Gapu Kolonel Arh Elphis Rudy mengatakan bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang mengakibatkan kabut asap lebih besar dari perang, sebab itu perlu pencegahan.

Hal tersebut dikatakannya dalam pertemuan koordinasi kebakaran hutan dan lahan di Balai Prajurit Korem 042/Gapu, Jambi, Kamis.

"Bencana kebakaran hutan dan lahan lebih besar dari perang seperti kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 yang lalu mengakibatkan terjadinya kabut asap. Sebab itu saya selaku Danrem selalu meminta kepada Dandim jajaran untuk terus memantau hotspot," jelasnya.

Menurutnya ada hal menonjol yang harus diantisipasi yakni kesadaran masyarakat yang masih rendah dalam pembakaran hutan dan lahan. Selain itu deteksi dini juga masih kurang, karena personel belum mumpuni dan terbatasnya personel pemantauan.

"Kita masih menggunakan satelit. Padahal yang terbakar bukan lahan tapi terdeteksi. Ini butuh informasi dini," ujarnya.

Selain itu dalam penanggulangan karhutla di Provinsi Jambi, peralatan yang dimiliki, sebut Danrem masih kurang sehingga tidak akan mampu memadamkan api, dimana akses ke lokasi juga sulit yang hanya bisa dilakukan jalan kaki. "Saat ini Korem 042 Gapu telah bisa memantau dari Posko Karhutla di Makorem 042/Gapu," tambahnya.

Baca juga: Danrem 042/Gapu perintahkan prajurit proaktif cegah karhutla

Konsep operasi agar tepat sasaran, katanya butuh sosialisasi kepada masyarakat tentang bahayanya melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Dan itu harus dilakukan secara masif ke tengah masyarakat.

"Kami juga telah melakukan patroli secara rutin dan deteksi dini, sehingga dapat diinventarisir," tambahnya.

Sementara Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setda Provinsi Jambi, Agus Sunaryo menyebutkan pertemuan koordinasi karhutla itu sangat penting.

Dimana perkembangan perkebunan sangat banyak, di sisi lain Jambi juga rawan kebakaran hutan dan lahan bahkan terjadi setiap tahunnya.

Petani, jelas dia juga masih banyak yang melakukan pembakaran lahan dengan alasan kesuburan tanah. Dampaknya beberapa aspek sosial, ekonomi bahkan berpengaruh terhadap hubungan internasional. "Inilah salah satu yang menyebabkan buruknya citra produksi kelapa sawit Indonesia," ujarnya.

Untuk itu Pemprov Jambi, kata Agus telah berupaya mengantisipasi hal tersebut sehingga secara berangsur-angsur berkurang. Hingga bulan Juni 2019 di Jambi terdapat 79 hotspot.

"Saya minta kepada perusahaan perkebunan untuk dapat melakukan mobilisasi jika terjadi kebakaran kebun dan lahan," sebut dia.

Baca juga: Daerah rawan karhutla di Batanghari Jambi minim embung

Baca juga: BNPB ajak pemda berdayakan masyarakat cegah karhutla

Pewarta: Syarif
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019