Banjarmasin (ANTARA) - Staf Khusus Presiden Bidang Pangan Luwarso mengapresiasi lahan Sistem Integrasi Unit Tani Intensif (SIUTI) hasil riset Universitas Lambung Mangkurat (ULM) di Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan yang berhasil panen padi perdana.

"Hasil panen ini bisa 6,2 ton gabah per hektare. Namun perlu penelitian lebih lanjut bagaimana supaya potensi varietasnya akan lebih baik alias yang tahan di lahan gambut untuk meminimalisir kekosongan jumlah bulirnya," ujar Luwarso, Jumat.

Dia pun optimistis optimalisasi lahan rawa lebak dan pasang surut yang selama ini belum tergarap maksimal bisa terus dilakukan di Desa Jejangkit Muara, mengingat Kalsel yang sudah melakukan pembukaan lahan pertanian seluas 4.000 hektare menyambut peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-38 pada 18 Oktober 2018 lalu.

"Saya sudah ngobrol sama pak rektor untuk bikin tim kecil membuat roadmap revitalisasi. Kan sayang sekali investasi pemerintah dengan uang rakyat yang begitu besar menjadi sia-sia. Jadi kita coba bikin desain ulang supaya investasi yang sudah ada di sini menjadi bermanfaat," kata Luwarso.

Ia yakin, hamparan luas lahan tidur di Desa Jejangkit Muara dapat dijadikan penyangga pangan nasional jika disusun menjadi blueprint yang komprehensif ditinjau dari berbagai aspek. Selain aspek teknis agronomis, ada aspek sosial dan ekonomis.

"Jadi jangan sampai kita bisa memproduksi beras dengan baik, tapi harganya mahal. Inilah peran peneliti dari ULM untuk bisa membantu dan terus mendampingi para petani," ujarnya lagi.

Apalagi, Kalsel salah satu provinsi yang diwacanakan untuk menjadi ibukota negara, sehingga Luwarso berharap, multiefek ekonomi dengan adanya pemindahan ibu kota bisa dirasakan betul oleh masyarakat terutama masyarakat petani.
Baca juga: Masyarakat Kalsel-Kalteng panen raya padi lokal

Rektor ULM Prof Dr H Sutarto Hadi menyatakan, pihaknya telah membuktikan seiring panen padi yang dihasilkan, sehingga potensi besar tersebut menjadi model untuk masyarakat setempat.

"Kalau tenaga ahli dan pakar kita sudah cukup. Ada ahli tanah, ahli sosial ekonomi, dan ahli proteksi tanaman serta banyak yang profesor juga. Jadi kita malu kalau ULM tidak bisa. Saya kira ini pertaruhan bagi kita semua, tapi alhamdulilah hari ini kita berhasil," ujarnya pula.

Panen perdana tersebut merupakan hasil saat Rektor bersama Gubernur Kalimantan Selatan H Sahbirin Noor dan 5.000 sivitas akademika ULM melakukan penanaman padi serentak jelang Hari Pangan Sedunia tahun lalu. Pada lahan di Desa Jejangkit Muara yang mempunyai lahan submarginal dijadikan pilot percontohan model pertanian terpadu.

Universitas Lambung Mangkurat melakukan kegiatan Program Riset Aksi Budi Daya Padi Intensif pada lahan rawa Jejangkit setelah kegiatan HPS yang dilaksanakan mulai pertengahan bulan Desember 2019.

Wakil Rektor IV Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Hubungan Masyarakat ULM Prof Dr Ir H Yudi Firmanul Arifin menjelaskan, program riset tersebut mengintegrasikan pengelolaan tanah dan air, dan teknik budidaya padi secara intensif dalam satu unit usaha tani. Model pengelolaan dikenalkan sebagai model SIUTI (Sistem Integrasi Unit Tani Intensif).

Kegiatan yang dimulai dengan penataan air dengan ketinggian genangan lebih satu meter, dengan prinsip pertama bahwa menjaga keseimbangan air dan mempertahankan fungsi ekologis lahan dari model SIUTI, melalui pembuatan galangan dari bahan mineral tanah, pembuatan saluran dan embung mampu mengangkat permukaan tanah, sehingga bisa ditumbuhi padi.

Pengelolaan tanah pada model ini dengan prinsip kedua dari model ini adalah tanah sebagai media tumbuh dan memiliki proses biologi di dalamnya mampu mendukung pertumbuhan padi dengan baik.

Model ini memiliki prinsip ketiga bahwa padi sebagai makhluk hidup. Cara SRI (System of Rice Intensification) yang dimodifikasi dengan menanam benih bernas langsung pada titik tanam merupakan alternatif budi daya padi yang dilakukan dari model ini.

Cara ini telah mampu meningkatkan jumlah anakan produktif mencapai 2-3 kali jumlah anakan padi Inpara 2 yang dibudidayakan di lahan rawa Jejangkit. Jika sebelumnya potensi budi daya padi Inpara 2 memiliki 16 anakan produktif, dengan model SIUTI dapat menghasilkan 30 hingga 45 anakan produktif. Kondisi itu berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi.

Penerapan model SIUTI di lahan rawa di Desa Jejangkit Muara telah menunjukkan kemampuannya dalam mendukung pertumbuhan dan produksi padi. Lahan rawa Jejangkit yang awalnya tidak dapat dikelola pada saat musim hujan dan air menggenangi lahan, sekarang ini dengan penerapan SIUTI telah dibuktikan dapat dikelola dengan baik hingga berproduksi, sehingga dapat disimpulkan model SIUTI di lahan rawa telah mampu membudidayakan padi di lahan rawa.

"Model SIUTI dapat direkomendasikan untuk kegiatan pertanaman padi dalam mendukung program pemerintah pada program SERASI (Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani), karena diyakini berpotensi meningkatkan pertanaman (IP) dan produktivitas," ujar Prof Yudi mewakili tim riset pertanian ULM itu pula.

Pewarta: Firman
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019