masih cukup banyak candi-candi di wilayah Yogyakarta yang kondisinya masih gersang, sehingga membutuhkan program penghijauan
Prambanan, Yogyakarta (ANTARA) - "Prinsipnya memang memadukan antara kegiatan konservasi lingkungan dengan penanaman pohon dan agenda 'heritage' (warisan) sejarah-kebudayaan melalui gagasan program gerakan Candi Sadar Lingkungan (Candi Darling) ini," demikian sebuah pernyataan.

Pernyataan itu meluncur dari Direktur Program Bakti Lingkungan Djarum Foundation Mutiara Dyah Asmara di sela-sela aksi penanaman pohon di Kompleks Candi Prambanan, Rabu (26/6), saat ditanya mengenai program "Candi Darling" itu.

"Candi Darling" merupakan program dari gerakan Siap Sadar Lingkungan (Siap Darling) yang digagas Bakti Lingkungan Djarum Foundation, setelah sebelumnya --dan hingga kini masih berjalan-- mencuatkan program kegiatan menanam pohon trembesi melalui Pohon Djarum untuk Kehidupan (Djarum Trees for Life/(DFTL), yang juga menyasar kegiatan lingkungan, berkolaborasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta para pihak terkait lainnya, seperti pemerintah daerah (pemda) dan lainnya.

"Jadi, program penanaman trembesi masih terus berjalan, dan kini digagas program baru penghijauan di kawasan candi-candi," tambah Vice President Director Djarum Foundation F.X. Supanji.

Penanaman pohon trembesi sejak 1997 hingga 2019 sudah mencapai dua juta pohon. Penanamannya sepanjang 2.150 kilometer di berbagai tempat di Indonesia, mulai dari Merak (Provinsi Banten) hingga Banyuwangi (Jatim), seluruh lingkar Pulau Madura, dan kini di Jalan Tol Trans Jawa.

Gerakan penghijauan tanaman aneka pohon di candi, diawali di Candi Prambanan, yang secara administratif berada di dua daerah, yakni Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.

Program itu dirancang dilaksanakan hingga 2025 dan akan menyasar candi-candi di seluruh Indonesia.

Sambil mendata jumlah candi yang akan disasar, untuk sementara ada 60 candi prioritas, yang semuanya berada di Pulau Jawa, sedangkan khusus di Yogyakarta dan sekitarnya ada 24 candi.

"Sebenarnya, masih cukup banyak candi-candi di wilayah Yogyakarta yang kondisinya masih gersang, sehingga membutuhkan program penghijauan seperti yang dimulai hari ini," kata Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY Dra Zaimul Azzah, M.Hum

Apresiasi disampaikannya atas program penghijauan di kawasan candi-candi seperti itu. Khusus di kawasan Candi Prambanan -- berada di jalur DIY-Solo-- di mana mobilitas kendaraan sangat tinggi kuantitasnya, jelas akan memengaruhi lingkungan hidup sekitarnya.

"Bila kawasan Candi Prambanan ditanami pohon dan hijau dengan aneka pohon akan mengurangi polusi udara di kawasan ini," katanya.

Penanaman pohon di kawasan candi juga bisa kian menumbuhkan rasa cinta generasi muda terhadap peninggalan para leluhurnya.

Apalagi Kompleks Candi Prambanan dan Candi Sewu termasuk dalam daftar Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO).

"Dan itu artinya diakui sebagai warisan dunia," katanya.

Dengan teduhnya wilayah candi, bukan tidak mungkin generasi milenial akan semakin tertarik dengan peninggalan sejarah.

"Sehingga paradigma sejarah itu membosankan akan hilang dengan kian semakin cantik dan teduhnya candi-candi di Indonesia," katanya.

Bupati Sleman Sri Purnomo dan Bupati Klaten Sri Mulyani yang dalam kesempatan itu diwakili pejabat masing-masing daerah menyambut baik program penanaman pohon di kawasan candi tersebut.

Kedua daerah sepakat bahwa program itu akan menambah perbaikan lingkungan dan memberdayakan masyarakat dengan kepariwisataan, mengingat Candi Prambanan dikenal juga sebagai objek wisata.

                                                           Aspek "heritage"
Dalam amatan Mutiara Dyah Asmara, salah satu aspek "heritage" dari pemaduan program konservasi dan warisan sejarah dan budaya itu, adalah jenis tumbuhan yang ditanam.

Ia menyebut pohon maja (Aegle marmelos (L.) Correa, suku jeruk-jerukan atau Rutaceae.

Tumbuhan berbentuk pohon yang mampu tumbuh di lingkungan keras tetapi mudah luruh daunnya dan berasal dari daerah Asia tropika dan subtropika itu biasanya dibudidayakan di pekarangan, tanpa perawatan dan dipanen buahnya.

Dalam sejarah Indonesia, maja dikaitkan dengan asal nama Majapahit, kerajaan yang wilayahnya membentang di Nusantara dari abad XIII-XV.

Konon, Raden Wijaya, sang pendiri kerajaan, menerima sebidang tanah di daerah Tarik (Terik atau Trik).
Sewaktu membangun daerah itu, ada anak buahnya yang memakan buah maja. Kebetulan buah yang dimakan berasa pahit. Oleh sebab itu, daerah tersebut kemudian dinamakan "Majapahit" atau "Wilwatikta" (wilwa, maja).

Kemudian, tanaman Bo (Bodhi) yang berasal dari bahasa Sansekerta "as'sttha", yang berhubungan dengan pencerahan Sang Buddha Gautama.

Di tanah Jawa tanaman bodhi disamakan dengan tanaman keben, yang di dalam Keraton Ngayogyakarta ditanam di pelataran "Kamandhungan Ler". Tanaman keben ini juga disebut tanaman perdamaian.

Selain itu, ada tanaman sawo kecik (Manilkara kauki), sejenis tanaman penghasil buah pangan anggota suku sawo-sawoan atau "Sapotaceae".

Tumbuhan berbentuk pohon ini biasanya berfungsi sebagai tanaman hias pekarangan dan pelindung.
Memiliki arti "sarwa becik" yang bermakna selalu dalam kebaikan. Tanaman ini pula yang menghiasi pelataran Kedhaton atau "dalemipun para dharahing Nata" (tempat para bangsawan) di Keraton Yogyakarta.

Jenis pohon lainnya juga mempunyai manfaat pengobatan, seperti pulai, nama pohon dengan nama botani "Alstonia scholaris".

Pohon ini dari jenis tanaman keras yang hidup di Pulau Jawa dan Sumatera. Dikenal juga dengan nama lokal pule, kayu gabus, lame, lamo dan jelutung, yang banyak digunakan untuk penghijauan karena daunnya hijau mengkilat, rimbun dan melebar ke samping sehingga memberikan kesejukan.

Kulitnya untuk bahan baku obat, yakni berkhasiat untuk mengobati penyakit radang tenggorokan dan lain-lain.

Ada juga pohon tanjung (Mimusops elengi), sejenis pohon yang berasal dari India, Sri Lanka, dan Burma (Myanmar).

Setelah masuk Nusantara semenjak berabad-abad silam, pohon ini berbunga harum semerbak dan bertajuk rindang, biasa ditanam di taman-taman dan sisi jalan. Pada zaman dahulu pohon ini sering sebagai pengharum pakaian, ruangan, atau perhiasan. Bunga dari pohon ini juga berkhasiat sebagai obat penurun panas (demam).

                                                                  Gandeng milenial
Gerakan "Siap Darling" itu mengajak generasi milenial untuk terjun dan tidak sekadar peduli, namun terlibat langsung dalam melakukan aksi nyata.

Prakarsa melalui program "Candi Darling" itu merupakan langkah nyata dalam menggerakkan generasi milenial, khususnya mahasiswa, agar lebih peduli terhadap lingkungan.

Pada awal program yang diawali di Candi Prambanan, tak kurang dari 500 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta, seperti dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Universitas Sanata Dharma, Universitas Atmajaya, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Universitas Kristen Duta Wacana, dan generasi muda lainnya, terlibat dalam aksi penanaman pohon itu.

Sebanyak empat candi utama di kompleks itu, yakni Candi Roro Jonggrang, Candi Sewu, Candi Lumbung dan Candi Bubrah, ditanami 250 pohon dan 5.000 semak berbunga yang terdiri atas 25 varietas

Program ini diharapkan menumbuhkan rasa memiliki dan bangga karena mereka turut berperan menghijaukan situs-situs cagar budaya Indonesia, serta menularkannya kebiasaan baik ini di masyarakat luas.

Harapan jangka panjangnya disebut F.X. Supanji sebagai langkah yang akan menciptakan ekosistem lingkungan yang berkelanjutan.

Penyanyi rap Indonesia, Igor Saykoji, yang diundang dalam kegiatan itu juga menyatakan dukungannya atas prakarsa menaman pohon di kawasan candi-candi di Tanah Air.

Raper yang baru saja merilis lagu bertema lingkungan dengan judul "Plastik" dan berduet dengan anaknya itu, menyatakan bahwa ikut dalam aksi lingkungan, termasuk mengenai isu sampah plastik, adalah bentuk kepedulian dirinya.

Faktanya, kata dia, Indonesia menduduki peringkat nomor 2 di Asia sebagai negara penghasil sampah terbanyak.

Padahal, sudah menjadi informasi umum mayoritas sampah saat ini berjenis plastik yang sangat sulit diurai oleh bumi.

Hal itulah yang membuat dia tertarik memberikan edukasi soal dampak dan tata kelola penggunaan plastik, termasuk penghijauan, demi kelestarian alam.

Gerakan bersama mahasiswa seperti menanam pohon itu menunjukkan adanya harapan yang besar untuk memiliki lingkungan yang lebih baik pada masa yang akan datang.

Baca juga: Trembesi sepanjang Pantura Jateng "anti-gagal"
Baca juga: Untuk pelestarian, Gunung Tidar ditanami ratusan pohon buah
Baca juga: Ribuan pohon gayam ditanam di Rawa Pening

 

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019