Banjarbaru (ANTARA) - Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof Dr H Sutarto Hadi menggulirkan program satu program studi (prodi) satu guru besar atau profesor.

Hal itu disampaikan saat Sidang Terbuka Senat Pengukuhan Lima Guru Besar di Auditorium ULM Banjarbaru, Kamis.

"Program ini langkah besar ULM menjadi Universitas terkemuka dan berdaya saing. Jika satu prodi minimal memiliki satu guru besar saja, setidaknya ada 100 profesor di ULM," kata Sutarto.

Diakui dia, tanpa ada intervensi maka akan lambat mendorong penambahan guru besar. Untuk itu, Sutarto telah memerintahkan Wakil Rektor II Bidang Umum dan Keuangan ULM Dr Achmad Syamsu Hidayat untuk menyiapkan pendanaan membantu para dosen yang tengah berjuang merengkuh guru besar.

Kemudian para Dekan juga diminta terus berkoordinasi ke rektorat terkait apa saja yang dibutuhkan dosen-dosennya untuk diikutkan dalam program percepatan tersebut.

"Jadi tidak ada alasan lagi para dosen yang sudah bergelar Doktor dan jenjang fungsional lektor kepala untuk menunda-nunda meraih guru besar. Kita harus berlari meraihnya," ucap Sutarto menegaskan.
 


 



Saat ini masih banyak prodi di ULM yang belum memiliki guru besar. Padahal akademisi yang tinggal satu langkah menuju jenjang karir tertinggi tersebut cukup banyak.

Contohnya, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), saat ini memiliki 100 dosen bergelar Doktor. Sementara guru besarnya hanya 10 orang.

Sedangkan secara keseluruhan, ada 315 dosen berkualifikasi S3. Mereka pun umumnya dosen muda berusia di bawah 50 tahun.

"Generasi akademis muda inilah yang kelak membawa kejayaan ULM menembus kancah global menjadi universitas terkemuka di dunia 10 tahun ke depan. Karena apabila program ini berhasil, maka menjadi lompatan besar kemajuan pendidikan di ULM," katanya.

Adapun kelima akademisi yang dikukuhkan menjadi guru besar tersebut, yakni Prof Dr Abdul Halim Barkatullah yang merupakan Dekan Fakultas Hukum.

Kemudian Prof Dr Saladin Ghalib dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP), Prof Dr Nia Kania dari Fakultas Kedokteran, serta dua lainnya dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), yakni Prof Dr Ersis Warmansyah dan Prof Dr Fatchul Mu'in.

Pengukuhan sekaligus lima profesor itu, menurut Sutarto, jadi tinta emas sejarah di ULM. Apalagi didominasi bidang sosial dan humaniora.

Untuk menjadi seorang guru besar
bidang sosial dan humaniora saat ini sangat berat persyaratannya. Dimana karya ilmiahnya harus dipublikasikan di jurnal internasional dan bersaing ketat dengan akademisi berbagai negara di dunia.

"Alhamdulillah jumlah publikasi ULM tertinggi di Kalimantan dan sudah ada ribuan publikasi dihasilkan," katanya.
 


 



Pada kesempatan itu, kelima guru besar yang dikukuhkan juga menyampaikan orasi ilmiahnya. Prof Dr Abdul Halim Barkatullah dengan judul "Harmonisasi prinsip caveat emptor dan prinsip caveat venditor dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen pada era revolusi industri 4.0".

Kemudian Prof Dr Saladin Ghalib berjudul "Pembinaan dan implementasi good corporate governance pada usaha kecil dan menengah di Indonesia".

Prof Dr Ersis Warmansyah berjudul "Pendidikan profetik guru sekumpul". Selanjutnya orasi ilmiah Prof Dr Nia Kania berjudul "Karsinogenesis akibat polutan (Fenomena dan solusi di Indonesia)".

Terakhir Prof Dr Fatchul Mu'in dengan judul orasi ilmiah "Etiket dalam berbahasa".

Acara pengukuhan yang menjadikan ULM kini memiliki 49 guru besar tersebut juga dihadiri sejumlah pejabat daerah seperti Wakil Gubernur Kalsel Rudy Resnawan, Wakapolda Kalsel Brigjen Pol Aneka Pristafuddin, Walikota Banjarmasin Ibnu Sina, Wakil Walikota Banjarbaru H Darmawan Jaya Setiawan, Wakil Bupati Hulu Sungai Utara H Husairi Abdi beserta Ketua DPRD HSU H Sahrujani.

Nampak juga mantan Gubernur Kalsel H Rudy Ariffin dan para tamu undangan lainnya, termasuk sejumlah guru besar tamu dari berbagai perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.*


Baca juga: Tambah 5 guru besar, ULM miliki 49 profesor

Baca juga: ULM dan Solidaridad teken MoU


 

Pewarta: Firman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019