Sumenep (ANTARA) - Ahmad Riyadi tidak pernah menyangka, bahwa ombak besar dan angin kencang akan terjadi dalam perjalanannya. Saat berangkat dari Pulau Guwa Guwa, Kecamatan Raas, Kabupaten Sumenep, pada Senin (17/6) sekitar pukul 07.00 WIB pagi, cuaca nampak cerah dan tidak terlihat adanya tanda-tanda ombak akan besar.

Adanya kebutuhan berbelanja dan bersilaturrahmi dengan sanak familinya yang tinggal di daratan di Kabupaten Sumenep, mendorong Riyadi bersama anaknya Mohammad Fardiansyah (12) dan istrinya Suliya (22), berangkat ke Sumenep.

Kapal Motor (KM) Arim Jaya merupakan salah satu transportasi yang memang biasa melayani angkutan laut warga di Pulau Raas ini. Bagi masyarakat di wilayah itu, kapal kayu berukuran tiga "gross tonnage" (GT) yang dinakhodai "Arim" sesuai dengan nama pemilik kapal ini, memang merupakan transportasi alternatif, karena kapal laut sejenis ferry memang belum tersedia.

Riyadi tidak ingat berapa jumlah penumpang yang ikut kapal naas itu. Ia hanya memperkirakan antara 50 hingga 60 orang. Maklum, data manifes dianggap tidak penting untuk sejenis kapal kayu ini.

Bagi Readi yang kesehariannya menangkap ikan dengan menggunakan perahu kayu, alat keselamatan seperti pelampung, tidak menjadi persoalan utama. "Asapo' angin abhantal omba' (beselimut angin berbantal ombak)" merupakan pribahasa yang akrab bagi para nelayan, bahkan sudah menjadi pengalaman hidup sehari-hari saat menangkap ikan di laut. Disamping kemampuan berenangnya juga menjadi pertimbangan pokok.

Keyakinan bahwa akan sampai dengan selamat di tempat tujuan, apalagi cuaca sedang cerah dan tidak ada tanda-tanda akan terjadi ombak besar dan angin kencang, mendorong Readi dan para penumpang kapal lainnya tetap berangkat.

"Tidak terbersit dibenak saya akan terjadi angin kencang dan ombak besar. Angin bertiup dengan landai, sepoi-sepoi dan cuaca cerah," tutur pria berusia 45 tahun.

Namun di luar dugaan, setelah kapal berada di sekitar perairan Giliyang, tiba-tiba angin bertiup kencang dan ombak besar. Nakhoda kapal meminta penumpang pindah ke belakang kapal agar tetap mudah dikendalikan.

Hanya dalam hitungan detik setelah nakhoda menyerukan penumpang pindah, tiba-tiba ombak setinggi 3 meter menghantam kapal, dan kapal yang mengangkut 60 orang itu pun oleng. Selang beberapa menit, ombak kembali menghantam kapal. "Saat itu juga kapal lalu karam," tutur Readi.

Jeritan penumpang yang kebanyakan ibu-ibu, seolah mengakhiri perjalanan kapal, sebelum akhirnya terbalik di lautan lepas di sekitar Giliyang, Sumenep, Madura, Senin (17/6) kala itu. Penumpang yang bisa berenang berupaya keluar dari kapal, dan mereka naik ke atas kapal yang terbalik itu.

Penumpang yang selamat dan bisa berenang berupaya membantu korban lain, namun kuatnya arus laut lepas dan tingginya ombak yang disertai angin kencang, upaya itu tidak membuahkan hasil. "Banyak penumpang yang terjebak dalam kapal yang kami tumpangi yang telah terbalik itu yang tidak bisa menyelamatkan diri," tutur Readi.

Anaknya, Muhammad Fardiansyah dan istrinya Suliya yang semula bersamanya, juga hilang. Readi berusaha mencari keduanya, dan pada satu titik ia melihat tangan anaknya di dalam kapal yang terbaik itu, dan pria ini berhasil mengangkatnya.

"Bagi saya, ini sungguh merupakan anugerah dari Allah SWT, anak saya bisa selamat. Sebab, posisinya saat ditemukan sudah berada di bawah kapal," katanya saat di Puskesmas Dungkek, Selasa.

Pria ini lalu menatap dalam-dalam buah hatinya yang berhasil selamat dalam musibah kecelakaan laut itu. Terlintas senyum di bibirnya saat ia mengusap rambut sang anak yang saat itu sedang tertidur lelap disampingnya.

Namun, kebahagiaan yang dirasakan Ahmad Readi hanya sebentar. Mata ayah satu orang anak ini nampak berkaca-kaca, saat menuturkan, bahwa hingga Selasa (18/6) pagi istrinya belum ditemukan.

Dibantu Nelayan

Selama berjam-jam para penumpang Kapal Motor Arim Jaya yang selamat itu terombang-ambing di tengah laut. Readi tidak tahu persis berapa orang yang bersama dirinya kala itu. Ia hanya memperkirakan puluhan orang dan kebanyakan laki-laki.

Harapan hidup terbersit dibenaknya, karena ternyata teman-temannya yang lain yang berangkat bersama-sama dari pelabuhan Gua-Gua, Kepulauan Raas, banyak yang tidak ada. Namun, harapan itu tidak berlangsung lama, karena di laut lepas itu, tidak ada siapa-siapa.

Rasa putus asa sempat menyelimutinya. Pasrah dan berdoa memohon keselamatan kepada Tuhan itu yang dilakukan diatas kapal yang terbalik itu oleh Ahmad Readi dan teman-teman lainnya yang selamat.

Untungnya, penantian Ahmad Readi dan teman-temannya tidak sia-sia. Sebab saat itu juga ada empat kapal nelayan yang melintas. Mereka langsung mendekat, dan menolak para korban, dan semua penumpang selamat kemudian naik ke kapal itu dan dibawa ke pelabuhan terdekat, yakni di Pelabuhan Dungkek, Sumenep, Madura.

Kabar tentang tenggelamnya Kapal Motor Arim Jaya ini tersebar, setelah sebagian penumpang selamat berhasil dievakuasi nelayan ke daratan.

Ahmad Readi dan anaknya Mohammad Fardiansyah, serta para penumpang selamat lainnya yang diketahui berjumlah 30 orang langsung dievakuasi ke puskesmas Dungkek, Sumenep.

Mendirikan Posko
Pemerintah Kabupaten Sumenep juga langsung bertindak cepat berkoordinasi dengan aparat keamanan dari kepolisian Polres Sumenep dan Kodim 0827 Sumenep, melakukan pencarian korban kapal tenggelam yang belum ditemukan.

Petugas juga mendirikan posko informasi bagi keluarga korban kapal tenggelam di sekitar perairan Giliyang, Sumenep, yang terjadi Senin (17/6) itu.

Posko yang dibangun di sekitar pelabuhan Dungkek itu, dimaksudkan untuk memudahkan koordinasi bagi keluarga korban kapal tenggelam dalam mengecek identitas korban atau melaporkan kemungkinan adanya korban yang hilang dan belum ditemukan, tapi tidak terdata oleh petugas.

Sehingga, jika ada keluarga korban yang hendak melakukan pengecekan, diminta melalui posko, sehingga akan lebih mudah, kata Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkab Sumenep Edy Rasyiadi di Sumenep, Selasa.

Ia juga meminta agar keluarga yang hendak mengetahui korban meninggal dunia di kamar jenazah RSUD dr H. Moh. Anwar Sumenep, hendaknya mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh petugas.

Sementara itu, Berdasarkan rilis terbaru dari Bagian Humas Polres Sumenep diketahui bahwa jumlah korban meninggal dunia pada peristiwa tenggelamnya perahu motor Arim Jaya tercatat 16 orang, dengan perincian, 39 orang selamat, 16 orang meninggal dunia dan 5 orang masih dinyatakan hilang.

"Tapi ini memang bukan data final. Data tentang jumlah korban sejak kemarin memang masih simpang siur, karena sebagaimana kita ketahui bersama, di kapal yang mengalami kecelakaan itu, tidak ada data manifes penumpang," Kasubbag Humas Polres Sumenep AKP Widiarti.

Data awal yang disampaikan petugas tentang jumlah penumpang sebanyak 40 orang, lalu bertambah menjadi 50 orang, dan terakhir sebanyak 60 orang.

Musibah ini, menjadi perhatian semua pihak, baik Pemkab Sumenep, Pemprov Jawa Timur, bahkan Polda Jatim dengan mengirim tim Tim Disaster Victim Investigation (DVI).

Fasilitasi Pemulangan Korban

Bantuan kepada para korban oleh pemerintah, yakni Pemkab Sumenep tidak hanya membebaskan biaya perawatan kepada para korban, akan tetapi juga dengan memfasilitasi pemulangan jenazah korban Kapal Motor Arim Jaya yang tenggelam di sekitar perairan Giliyang, Senin (17/6) ke rumah duka masing-masing.

Menurut Bupati Sumenep Busro Karim, pihaknya telah menginstruksikan kepada dinas terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Sosial untuk memfasilitasi kepulangan mereka, baik kepada korban meninggal dunia ataupun kepada korban selamat.

"Nanti kami akan memfasilitasi pemulangan jenazah korban ke rumah duka, termasuk para korban selamat," kata Busro Karim di Sumenep, Selasa.

Ia menjelaskan, saat ini tim dokter dari sedang melakukan identifikasi terhadap korban yang telah ditemukan di SAR gabungan.

"Setelah selesai diidentifikasi, mereka selanjutnya akan diantarkan ke rumah duka masing-masing dengan fasilitas yang akan disediakan Pemkab Sumenep," katanya, menjelaskan.

Pemkab, sambung dia, juga akan berkoordinasi dengan pihak terkait, terutama terkait kondisi cuaca. Hal ini, untuk mencegah terulangnya kejadian serupa. "Kalau misalnya cuacanya membaik yang memungkinkan untuk segera diantar ke rumah duka, para jenazah korban kapal tenggelam ini langsung akan kita pulangkan," katanya, menjelaskan.

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019