Jakarta (ANTARA) - Pada hari Jumat, 14 Juni 2019, Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memulai sidang terbuka untuk menyidangkan gugatan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Pasangan Calon Presiden RI Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memenangkan Pasangan Calon Nomor Urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Dalam pemilu presiden pada tanggal 17 April 2019, Joko Widodo bersama Ma'ruf Amin dinyatakan KPU meraih suara 55 persen, sedangkan Prabowo Sandiaga mendapat 45 persen.

Pengumuman KPU semula dijadwalkan berlangsung 22 Mei. Namun, diajukan menjadi 21 Mei dini hari karena perhitungan di 34 KPU provinsi sudah selesai.

Situasi yang diperkirakan bakal aman, ternyata akhirnya berubah menjadi kericuhan dan bentrok antara massa dan aparat kepolisian.

Saat itu, massa memprotes secara damai pengumuman KPU tentang kemenangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin di depan Kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat.

Namun, pada kenyataannya kemudian muncul kelompok lain yang memicu kericuhan hingga akhirnya terjadi bentrokan, bahkan sedikitnya delapan orang meninggal dunia.

Situasi Jakarta, khususnya di kawasan Sarinah dan Petamburan, sempat memanas sehingga jajaran Polri dan TNI mengambil tindakan tegas dan akhirnya ketegangan mereda walaupun puluhan prajurit Polri dan TNI juga mengalami luka-luka.

Situasi keamanan memang terganggu. Namun, pendukung Prabowo-Sandiaga tetap mendatangi Mahkamah Konstitusi pada tanggal 24 Mei untuk menyatakan kesiapannya menggugat KPU. Tim Prabowo-Sandiaga dipimpin oleh Bambang Widjojanto dan Denny Indrayana, keduanya memang merupakan pakar di bidang hukum.

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam membuka sidang MK menjamin seluruh rakyat Indonesia bahwa sidang lembaga negara ini yang dijadwalkan bakal berlangsung paling lambat hingga 28 Juni akan bersifat terbuka dan independen serta tidak akan bisa diintervensi oleh siapa pun juga.

Kepastian bahwa MK tidak bisa diintervensi oleh lembaga pemerintah yang mana pun juga yang dinyatakan oleh Anwar Usman pasti akan melegakan masyarakat karena akhir-akhir muncul kekhawatiran, bahkan ketakutan, bahwa MK dengan mudah bisa "ditindas", terutama oleh lembaga negara lainnya.

Jaminan Ketua MK itu amat penting karena jumlah hakim konstitusi hanya sembilan orang sehingga muncul kesan bahwa para hakim konstitusi ini dengan mudah bisa "ditekan" oleh pihak-pihak lainnya.

Sidang MK masih akan berlangsung hingga sekarang. Dengan harapan keputusan untuk menerima atau sebaliknya menolak gugatan Pasangan Calon Nomor Urut 02 paling lambat bisa diputuskan pada tanggal 28 Juni 2019.

Tugas MK amat banyak dan berat sekali karena tidak hanya mengurusi gugatan oleh Prabowo-Sandiaga, tetapi juga ratusan calon anggota DPR, DPRD, hingga DPD sebagai pemenang pesta demokrasi.

Argumen 02

Ketika membacakan dalil atau alasan mengajukan gugatan ini, Bambang Widjojanto yang pernah bertugas di KPK memberikan sejumlah alasan tentang gugatan ini, misalnya bahwa pasangan Prabowo- Sandiagalah yang sebenarnya berhak dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2019 karena suaranya lebih banyak.

Selain itu, Bambang juga mempertanyakan posisi Ma’ruf Amin di dua perusahaan, yakni BNI Syariah dan Mandiri Syariah, sebagai komisaris. Dia juga menuduh telah terjadi pelanggaran hukum secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Karena ini adalah arena peradilan, tentu Pasangan Calon Nomor Urut 02 ini berhak mengajukan berbagai dalil, dalih, alasan apa pun juga. Akan tetapi, pasangan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin juga mempunyai setumpuk pembelaan untuk membalas atau menandingi argumen-argumen Prabowo-Sandiaga.

Dengan terjadinya adu pendapat di antara kedua pihak tersebut, sembilan hakim konstitusi tersebut diharapkan akan lebih mudah mengambil keputusan, apalagi para hakim konstitusi in pada dasarnya telah dikenal luas oleh rakyat Indonesia. Mereka memiliki pengetahuan yang amat mendalam alias kompetensi di bidang hukum.

Ketua MK telah memberikan jaminan kepada rakyat Indonesia tentang proses peradilan ini.

Kini, tinggal sembilan hakim ini yang harus membuktikan kemandirian, keteguhan hati mereka, dan integritas pribadinya masing-masing bahwa mereka adalah benar-benar merupakan "wakil Tuhan" di bidang hukum yang harus mengambil keputusan yang seadil-adilnya, jujur-jujurnya demi rakyat, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Rakyat di seluruh Tanah Air menanti-nanti keputusan Mahkamah Konstitusi ini jika dibanding dengan putusan bakal diambil bagi para calon anggota DPD, DPR, dan DPRD, karena seorang presiden dan wakil presiden adalah pemegang tertinggi pemerintahan di negara ini.

Keputusan MK ini bersifat final dan tidak bisa diganggu gugat sehingga "vonis" tentang hasil pilpres tersebut akan sangat memengaruhi jalan atau roda pemerintahan selama 5 tahun, yakni mulai pelantikan pada tanggal 20 Oktober 2019 hingga 20 Oktober 2024.

Joko Widodo tidak akan muncul atau tampil lagi dalam pemilihan presiden 5 tahun mendatang sehingga keputusan MK tentang hasil pilpres pada tanggal 17 April 2019 ditunggu-tunggu oleh banyak pihak.

Mahkamah Konstitusi juga perlu menyadari bahwa semua negara sahabat dan lembaga- lembaga internasional yang ditempatkan di Jakarta juga akan memperhatikan keputusan yang paling tepat yang diambil sembilan hakim konstitusi ini. Pasalnya, jika terjadi "kesalahan" yang sedikit saja oleh MK, negara-negara sahabat dan organisai tingkat dunia akan bisa bersikap negatif terhadap bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selamat bersidang dan mengetuk palu yang seadil-adilnya para hakim konstitusi.

*) Arnaz Ferial Firman adalah wartawan LKBN ANTARA tahun 1982-2018, pernah meliput acara-acara kepesidenan tahun 1987 s.d. 2009.

Baca juga: Bawaslu pastikan keterangan di sidang MK objektif

Baca juga: Sidang MK, KPU berikan jawaban perbaikan permohonan untuk hormati MK

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019