Mataram (ANTARA) - Kejaksaan tidak menahan polwan berinisial TU, tersangka penerima suap dari penyelundup narkoba asal Prancis, Dorfin Felix, yang sempat kabur ketika masih berstatus tahanan Rutan Polda Nusa Tenggara Barat.

Kepala Kejari Mataram Ketut Sumadana di Mataram, Senin, mengatakan jaksa penuntut umum tidak melakukan penahanan terhadap TU karena ancaman hukuman dalam pasal sangkaannya kurang dari tiga tahun dan nilai kerugiannya di bawah nominal Rp5 juta.

"Terkait dengan ini diatur dalam ketentutan Pasal 21 KUHAP,  yang bersangkutan secara hukum tidak bisa dilakukan penahanan," kata Sumadana.

Nominal yang nilainya di bawah Rp5 juta tersebut diketahui setelah pihaknya melakukan pemeriksaan berkas perkara TU yang dilimpahkan penyidik Tipikor Ditreskrimsus Polda NTB.

Dalam berkasnya, tercantum kerugian atau suap yang diterima TU hanya mencapai Rp2,5 juta.

"Fakta yang ada dalam berkas perkaranya, kerugiannya kurang lebih Rp2,5 juta," ujarnya.

Pasal yang diterapkan dalam sangkaan tersebut, yakni Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga: Polda NTB limpahkan tersangka polwan penerima suap Dorfin Felix

Polwan berpangkat komisaris polisi (kompol) ini tersangkut kasus pidana suap atau gratifikasi ketika masih menjabat sebagai Kasubdit Pengamanan Tahanan (Pamtah) Dittahti Polda NTB.

Kompol TU diduga terlibat dalam pelarian tersangka penyelundup narkoba kelas kakap asal Prancis, Dorfin Felix (35), dari Rutan Polda NTB.

Nilai sebesar Rp2,5 juta ini berbeda dengan rilis Polda NTB ketika menetapkan TU sebagai tersangka, yang sebelumnya disebutkan telah menerima uang dari orang tua Dorfin yang berdomisili di luar negeri sebesar Rp14,5 juta dalam dua kali penerimaan.

Uang tersebut terindikasi digunakan Kompol TU untuk memberikan fasilitas mewah kepada Dorfin Felix selama berada di dalam rutan, dengan membeli handphone, televisi, selimut, dan juga kebutuhan hariannya.

Hal itu telah terungkap dari pelacakan nomor handphone Dorfin yang terdaftar menggunakan nomor induk kependudukan (NIK) TU.

Dengan indikasi tersebut, TU diduga sebagai oknum anggota  kepolisian yang menyebabkan Dorfin Felix berhasil kabur dari rutan pada Minggu (21/1) malam.

Indikasi gratifikasi ini melunturkan informasi yang sebelumnya tersiar cukup menghebohkan  sehingga menarik perhatian Mabes Polri, yakni adanya dugaan penerimaan "uang sogok" dari Dorfin senilai Rp10 miliar.

Tidak hanya dalam kasus Dorfin Felix, TU juga terindikasi telah menerima gratifikasi dari tahanan lainnya.

Pelanggaran jabatan itu dilihat dari adanya bukti penarikan uang kepada para tahanan untuk penggunaan telepon genggam di dalam rutan, dan juga fasilitas lainnya seperti selimut dan bantal.

Dalam perkembangan penanganannya, TU pada saat penyidikan tidak menjalani penahanan di balik jeruji besi Rutan Polda NTB.

Meski demikian, TU saat ini sudah tidak lagi menjabat dalam struktur organisasi Polda NTB, dia hanya berstatus sebagai anggota kepolisian biasa.

Baca juga: Dorfin Felix penyelundup narkoba dituntut 20 tahun penjara

Baca juga: Penyelundup narkoba asal Prancis akhirnya ditangkap

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019