Padang (ANTARA) - Sepanjang 210 kilometer dari 300 kilometer panjang lintasan rel kereta api di Sumatera Barat masih "mati suri" karena sejumlah kendala.

"Saat ini baru 90 kilometer lintasan yang efektif digunakan untuk angkutan orang dan barang," kata Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Wilayah Sumbar, Catur Wicaksono di Padang, Senin.

Lintasan itu dari Teluk Bayur-Padang, Padang-Stasiun Duku, Duku-Bandara Internasional Minangkabau, Duku-Pariaman-Naras dan Duku-Kayu Tanam.

Lintasan yang saat ini "mati suri" secara bertahap hingga 2024 akan diaktifkan dimulai dengan Stasiun Simpang Haru-Pulau Aia di Kota Tua, Padang.

"Lintasan itu diaktifkan tahun ini. Panjangnya sekitar tiga kilometer. Ada satu jembatan, satu halte di Tarandam dan satu stasiun yang akan diperbaiki," kata Catur.

Lintasan itu sebenarnya masih menyambung hingga pinggir pantai Muaro Padang. Namun aktivasi jalur itu baru masuk rencana strategis Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan 2020-2024.

Baca juga: Masyarakat Sumbar makin minati transportasi kereta api

Sesuai rencana itu juga akan dilakukan peninjauan untuk aktivasi Naras-Sungai Limau untuk kepentingan angkutan barang dan penumpang.

"Di sini ada potensi minyak CPO untuk dibawa ke Teluk Bayur selain untuk penumpang juga," ujarnya.

Selain itu lintasan Kayu Tanam-Padang Panjang yang kemudian terpecah pada lintasan Bukittinggi-Payakumbuh dan Padang-Panjang-Solok terus ke Sijunjung juga masuk pada renstra 2020-2024.

"Secara bertahap seluruh lintasan kereta api di Sumbar akan kita aktifkan kembali untuk memberikan layanan maksimal pada masyarakat," kata dia.

Kereta api memiliki sejarah panjang di Sumatera Barat, dimulai pada zaman penjajahan Belanda dengan pembangunan jalur Pulau Air ke Padang Panjang yang diresmikan pada 6 Juli 1887. Jalur kereta api itu diteruskan ke Bukittinggi sepanjang 90 kilometer dan dioperasikan mulai November 1891.

Baca juga: Kereta api bisa atasi kemacetan Sumbar

Jalur kereta itu dibangun guna mengangkut biji kopi hasil tanam paksa dari pedalaman Sumbar seperti Bukittinggi, Payakumbuh dan Pasaman ke Padang untuk kemudian diekspor ke Eropa.

Penemuan batu bara di Sawahlunto oleh W.H De Grave pada tahun 1871 makin memantapkan keinginan Belanda untuk mengembangkan jalur kereta api di Sumbar. Maka rel kereta api dari Padang Panjang menuju Muaro Kalaban sepanjang 56 kilometer pun dibangun dan selesai Oktober 1892. Jalur itu dilanjutkan menuju Sawahlunto pada 1896.

Selanjutnya dalam kurun waktu 22 tahun selesailah pembangunan jalan kereta api di Sumbar.

Maka dimulailah zaman kejayaan kereta api di Sumbar pada akhir abad 19 tersebut hingga pertengahan abad 20. Kereta api tidak hanya sebagai sarana pengangkut barang, tetapi juga transportasi massal.

Kejayaan itu mulai mundur pada 1970-an sampai akhirnya sebagian jalur kereta dihentikan operasionalnya pada 1973 karena kalah bersaing dengan moda transportasi darat lainnya. Berkurangnya produksi batu bara pada tambang PT Bukit Asam Ombilin kemudian menyebabkan kereta api jurusan tersebut juga dihentikan operasinya pada 2003.

Praktis, jalur yang tertinggal hanya Padang-Pariaman yang difokuskan untuk wisata sehingga berangsur-angsur ingatan masyarakat Minang terhadap kereta api mulai pudar.

Baca juga: Pengaktifan jalur kereta api di Sumbar dukung pariwisata

Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019