Banggai, Sulawesi Tengah (ANTARA) - Khatib Shalat Idul Fitri 1440 Hijriah di Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, Prof Dr KH Zainal Abidin MAg, mengemukakan indahnya kemanusiaan kita hari ini dengan lentunan takbi, untuk bermaaf-maafkan membangun silaturahim untuk peningkatan toleransi antarsesama manusia.

"Betapa indahnya kemanusiaan kita pada hari ini. Dengan lantunan takbir, tahmid, dan tahlil, dari lubuk hati yang terdalam kita sadari betul bahwa selama ini yang kita besarkan adalah bukan Allah. Yang kita besarkan selama ini adalah harta, kedudukan, popularitas, dan perkara keduniaan lainnya, sehingga membuat rohani kita menjadi tumpul dan tidak berkembang," ucap Prof Zainal Abidin dalam khutbahnya.

Sholat Ied yang baru saja kita lakukan merupakan simbolisasi dari kesuksesan kita menghidupkan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan. Oleh karena itu, pelajaran berharga dari Idul Fitri yang kita rayakan hari ini merupakan akumulasi dari pelajaran-pelajaran ibadah puasa, sholat, dan zakat kita di bulan Ramadhan.

Selama 720 jam, Ramadhan sebagai suatu madrasah ruhaniah, spiritual training, telah menggembleng kita untuk memahami prinsip kesuksesan hidup yang hakiki dan cara meraih kesuksesan itu.

Pemerintah Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah menggandeng dia yang juga Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Sulawesi Tengah, untuk memperkuat pembangunan dan peningkatan toleransi antarsesama manusia pascaramadhan dan di Idul Fitri 1440 Hijriah/2019 Masehi.

Ketua MUI Kota Palu itu mengatakan Islam sangat menganjurkan umatnya untuk membangun kehidupan yang harmoni melalui toleransi sosial dengan memperbaiki hubungan bertetangga. Rektor Pertama IAIN Palu itu mengutip kisah Aisyah.

Suatu hari istri Nabi Muhammad SAW, Aisyah, mengadakan tasyakkuran dengan menyembelih kambing yang dibuat gulai, sebagaimana selalu dianjurkan Nabi Muhammad SAW jika memasak hendaknya diperbanyak kuahnya agar para tetangga dapat juga merasakannya.

Setelah masak Aisyah membagi-bagikan kepada para tetangga dekatnya, setelah selesai Nabi Muhammad SAW bertanya kepada Aisyah, ”apakah si Fulan sudah dikirimi makanan?” Kata Aisyah, "Belum! bukankah dia seorang Yahudi dan saya tidak akan memberinya masakan." 

Mendengar pernyataan itu dengan senyum Nabi Muhammad SAW mengatakan, "Walaupun seorang Yahudi dia tetangga kita, maka kirimilah."

"Dari kisah ini kita dapat memetik pelajaran berharga bahwa dalam bertetangga Nabi tidak pernah memilah dan memilih berdasarkan suku, ras, agama golongan dan seterusnya," ucap Abidin.

Dewan Pakar Pengurus Besar Alkhairaat itu menyebut tetangga adalah orang yang pertama kita tuju, tatkala kita membutuhkan bantuan. Bertetangga adalah menjalin hubungan sosial kemasyarakatan dan itu ada prinsip-prinsip universalnya yaitu tolong- menolong tanpa pamrih dan tidak saling mengganggu, itu pulalah yang menyebabkan Islam bisa diterima dan tumbuh di tengah-tengah populasi mayoritas non muslim, mereka bisa hidup damai dan saling menolong antar-tetangga, antar suku serta antariman.

Harmoni ini tumbuh dengan semaian iman yang ikhlas dan dibingkai dengan kejujuran, retaknya hubungan bertetangga bisa berakibat fatal. Harmoni kehidupan bertetangga adalah modal sosial yang perlu dipupuk dan ditumbuhkembangkan.

Kearifan universal bertemu dengan kearifan lokal. Tak ada keberhasilan pembangunan tanpa didukung oleh keharmonisan para pelakunya yang lintas etnis, ras, agama, profesi dan seterusnya.

"Karena itu langkah awal terciptanya toleransi sosial adalah dengan memperbaiki hubungan bertetangga, dari hal yang kecil, berbagi makanan dengan niat ikhlas dan kejujuran sikap. Dan itu secara universal dianjurkan oleh ajaran agama-agama dunia," kata Rois Syuria NU Sulawesi Tengah itu.

Nabi dan para sahabatnya memberi contoh yang begitu agung dan indah. Hubungan antar umat beragama berada pada tataran hubungan sosial kemasyarakatan tidak memasuki wilayah akidah karena tiap-tiap agama punya garis batas untuk wilayah akidah ini. Begitu pula dalam Islam, urai dia, ada pembeda dan itu perlu dihormati dengan cara tidak dicampuradukkan yang mengakibatkan disharmaoni.

Islam punya perinsip yang jelas, lakum dienukum waliyadiyn (bagimu agamamu dan bagiku agamaku). "Soal kepercayaan adalah soal masing-masing dan itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan di akhirat kelak, tugas kita adalah berupaya agar harmoni tetap terjaga dan kerukunan dapat ditumbuh-kembangkan," katanya.

Salah satu sifat yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW sebagai pengejawantahan dari misi kerahmatan yang diemban Beliau adalah sikap toleransi, dan sebagai umat Nabi Muhammad SAW, kata dia, umat Islam adalah penerus pengemban misi itu. 

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019