Bandung (ANTARA) - Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Nina Susana Dewi, akan melakukan konfirmasi kepada Polda Jawa Barat terkait status penahanan Dodi Suardi yang ditetapkan sebagai tersangka kasus penyebaran hoaks tentang remaja berumur 14 tahun yang tewas saat aksi 22 Mei 2019, karena status hukum Dodi akan berpengaruh terhadap karirnya sebagai dokter.

"Saat ini kami terus memantau kelanjutannya dan proses hukum yang berlaku kami hargai. Apabila memang nanti sudah terjadi keputusan sesuatu, tentu ada kaitannya dengan status kepegawaian," kata Nina di RSHS, Jalan Pasteur, Kota Bandung, Rabu.

Dia menyebutkan, Dodi merupakan dokter spesialis kandungan dan kebidanan yang telah bekerja selama 20 tahun. Selain itu dia juga merupakan konsulen yang menurutnya hingga saat ini belum pernah memiliki masalah dengan pasien.

"Mengenai yang bersangkutan kami melihat bahwa selama ini kinerja dia baik, baik dalam pelayanan terhadap pasien maupun dalam aturan-aturan kepegawaian, tidak pernah ada masalah sampai saat ini," katanya.

Setiap harinya para dokter, kata dia, memiliki target pekerjaan untuk diselesaikan. Sehingga itu yang menurutnya akan menyebabkan status kepegawaian Dodi terganggu.

"Jadi sudah mempunyai target (pekerjaan) berapa yang harus dilakukan di rumah sakit, itu adalah salah satu cara penilaian kinerja, semua dokter sudah mempunyai target yang dilakukan," kata dia.

Sebelumnya, Dirreskrimsus Polda Jabar Kombes Samudi mengatakan DS juga merupakan seorang dosen di salah satu perguruan tinggi di Bandung.

"Yang bersangkutan kita lakukan penangkapan karena di akun facebooknya ini membuat berita berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran, berkaitan dengan kejadian di Jakarta 22 Mei kemarin," kata Samudi, Selasa (28/5).

Berdasarkan laporan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jabar pada 26 Mei 2019, Dodi melalui Facebooknya membuat status berisi,

“Malam ini Allah memanggil hamba-hamba yang dikasihinya. Seorang remaja tanggung, mengenakan ikat pinggang berlogo osis, diantar ke posko mobile ARMII dalam kondisi bersimbah darah. Saat diletakkan di stretcher ambulans, tidak ada respons, nadi pun tidak teraba. Tim medis segera melakukan resusitasi. Kondisi sudah sangat berat hingga anak ini syahid daIam perjalanan ke rumah sakit.

Tim medis yang menolong tidak kuasa menahan air mata. Kematian anak selalu menyisakan trauma. Tak terbayang perasaan orangtuanya... Korban Tembak Polisi, Seorang Remaja 14 Tahun Tewas"

Akibat perbuatannya Dodi terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara karena melanggar pasal 14 ayat 1 dan 2 kemudian pasal 15 undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana dan atau pasal 207 KUHP pidana.

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019