Setelah pelimpahan tahap dua, Jaksa Penuntut Umum akan menyusun dakwaan sesuai dengan hasil penyidikan yang dilakukan
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan proses penyidikan ke tahap penuntutan terhadap satu tersangka kasus suap bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).

Adapun pengangkutan itu untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Satu tersangka itu adalah Marketing Manager PT HTK Asty Winasti (AWI) yang merupakan pemberi suap kepada anggota DPR RI Bowo Sidik Pangarso (BSP).

"Penyidikan untuk tersangka AWI telah selesai. Pada Jumat (24/5), penyidik telah melimpahkan tersangka dan berkas perkara ini ke penuntut umum," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Sabtu.

Febri mengatakan sekitar 30 orang saksi telah diperiksa dalam proses penyidikan dengan tersangka Asty.

"Setelah pelimpahan tahap dua, Jaksa Penuntut Umum akan menyusun dakwaan sesuai dengan hasil penyidikan yang dilakukan," ucap Febri.

Selain peran Asty, kata dia, juga akan diuraikan peran pihak lain di perusahaan yang diduga bersama-sama memberikan suap.

"Diduga AWI memberikan suap sekitar 158 ribu dolar AS dan Rp311 juta yang diberikan dalam beberapa tahap, sejak Mei 2018 hingga 27 Maret 2019," ungkap Febri.

Persidangan terhadap Asty direncanakan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Selain Asty, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso (BSP) dan Indung (IND), dari pihak swasta.

Diduga sebagai penerima adalah Bowo Sidik Pangarso dan Indung. Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Asty Winasti.

Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa pada awalnya perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK sudah dihentikan.

Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso.

Selanjutnya, pada 26 Februari 2019 dllakukan nota kesapahaman (MoU) antara PT PILOG (Pupuk lndonesia Logistik) dengan PT HTK.

Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.

Bowo diduga meminta "fee" kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metric ton.

Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan 85.130 dolar AS.

Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di kantor PT Inersia di Jakarta.

Selanjutnya, KPK pun mengamankan 84 kardus dan dua kontainer plastik yang berisikan sekitar 400 ribu amplop berisi uang dengan total Rp8,45 miliar, diduga dipersiapkan oleh Bowo Sidik Pangarso untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.

Uang tersebut diduga terkait pencalonan Bowo sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019