Ini adalah masalah moral untuk menjaga keberlanjutan Bum
Jakarta (ANTARA) - Kerusakan lingkungan telah menjadi persoalan yang mengemuka di dunia saat ini. Faktor alam ditambah ulah manusia, membuat Bumi yang di dalamnya terdapat unsur air, tanah, dan udara menjadi sekarat.

Pencemaran lingkungan karena perilaku membuang limbah berbahaya di tanah, air, dan udara telah membuat Bumi menangis dan menjadi rusak.

Oleh karena Bumi adalah rumah bagi banyak makhluk, sudah sepatutnya masyarakat global menjaganya.

Menghadapi kondisi Bumi yang sekarat, keberadaaan generasi muda dinilai penting sebagai agen perubahan dalam pemecahan masalah lingkungan, salah satunya dengan pendekatan berbasis sains.

Di antara anak-anak muda Indonesia, Intan Utami Putri dan Shofi Latifah Nuha Anfaresi, pelajar SMA Negeri 1 Sungailiat, Bangka, tampil sebagai peneliti muda yang tergerak untuk upaya penyelamatan lingkungan di daerah itu.

Terusik dengan keprihatinan terhadap dampak buruk pencemaran akibat aktivitas pertambangan timah di perairan pantai Bangka, Intan dan Shofi melakukan eksperimen menggunakan pasir timah dari laut Bangka untuk menurunkan kadar logam berat timbal pada hasil samping proses pengolahan biji timah.

"Daerah pantai Bangka berair keruh akibat pembuangan hasil samping proses pengolahan biji timah," tutur Intan dalam diskusi Millenial Talks "Research, Film and Young Inventor" yang terselanggara atas kerja sama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia di Jakarta, Senin.

Lewat penelitian itu, Intan dan Shofi menjadi pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 2016 dan berkesempatan mengikuti dan menampilkan karyanya dalam kompetisi ilmiah internasional untuk remaja, Intel International Science and Engineering Fair 2017, di Los Angeles, Amerika Serikat. Ajang itu diikuti peneliti-peneliti muda pilihan berasal dari 78 negara.

Meskipun tidak berhasil membawa kemenangan ke Indonesia dari ajang itu, tetapi setidaknya Intan dan Shofi menjadi peserta yang mewakili anak muda Indonesia yang mendorong kesadaran akan peduli lingkungan dan menggunakan penelitian untuk mengatasi masalah lingkungan.

Lewat penelitiannya, Intan dan Shofi berusaha menginspirasi anak-anak muda untuk berkontribusi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang ditemui di lingkungan sekitar, menjawab kebutuhan bangsa, serta menjaga keberlanjutan alam.

"Hilangkan jauh-jauh bahwa meneliti itu membosankan, karena meneliti itu banyak manfaatnya buat negara, diri sendiri, dan utamanya lingkungan. Dari hasil meneliti, kita bisa beri solusi ke negara dan lingkungan," ujarnya.

                                                   Inventing Tomorrow
Film Inventing Tomorrow karya sutradara Laura Nix merekam kisah inspiratif dari peneliti muda empat negara yang menjadi peserta dalam ajang International Science and Engineering Fair 2017, yakni Indonesia, Hawaii, India, dan Meksiko yang memiliki semangat juang untuk menyelesaikan masalah lingkungan di sekitar mereka.

Film itu menjadi nomine Grand Jury Prize di Sundance Film Festival 2018 dan pemenang Documentary Competition Award di Seatle International Film Festival 2018. Film itu akan diputar, antara lain di Amerika Serikat, Norwegia, dan Australia.

Intan mengaku sangat terharu karena dapat menjadi bagian dalam pembuatan film dokumenter yang mengambil latar belakang proyek penelitian yang ditampilkan di ajang Intel International Science and Engineering Fair 2017.

"Ini adalah penelitian pertama aku dan nggak pernah menyangka bisa sampai di titik seperti ini," kata dia.

Sekretaris Utama LIPI Nur Tri Aries menuturkan film dokumenter yang menampilkan karya penelitian anak muda Indonesia itu akan mengharumkan nama bangsa dan mempromosikan Indonesia ke dunia.

"Menjadi generasi sains, menjadi peneliti ilmuwan itu sekarang harus mengikuti perkembangan zaman, mengikuti teknologi-teknologi yang bisa diakses dengan lebih mudah untuk mempromosikan sains seperti halnya kalau kita menonton di televisi," ujarnya.

Dia berharap, akan banyak anak muda yang lahir untuk menjadi peneliti yang mampu menjawab berbagai tantangan bangsa dan dunia dalam upaya menciptakan dunia yang lebih baik.

Terkait dengan Intel International Science and Engineering Fair, Sutradara Laura Nix mengatakan selama lima tahun belakangan, 60-70 persen hasil penelitian remaja Indonesia dalam ajang Intel International Science and Engineering Fair menyoroti masalah lingkungan hidup.

Hanya 10 persen pelajar Amerika Serikat yang ikut pada ajang itu yang menaruh perhatian dalam hasil penelitiannya terhadap masalah lingkungan.

Hal itu menunjukkan betapa anak-anak muda Indonesia peduli terhadap upaya penyelamatan lingkungan dan menjaga keberlanjutan Bumi.

"Lingkungan sangat penting. Kita mengembalikan lingkungan ke asalnya," tutur Intan dalam film dokumenter Inventing Tomorrow.

Oleh karenanya, Laura Nix tergugah untuk mengikutsertakan peneliti muda Indonesia, yakni Intan dan Shofi, dalam karya film dokumenternya yang berjudul Inventing Tomorrow dengan durasi 87 menit.

Film itu mengungkap perjalanan para peneliti muda dari empat negara, yakni Indoensia, Hawaii, Meksiko, dan India yang berupaya mencari solusi berbasis sains untuk mengatasi permasalahan lingkungan sekitar mereka.

Permasalahan lingkungan itu, mencakup tanah yang tercemar arsenik, udara yang tercemar limbah industri; danau yang tercemar limbah, mengalami eutrofikasi dan sekarat; serta laut yang tercemar hasil samping proses pertambangan timah.

Film itu juga mengambil latar belakang kehidupan sehari-hari para peneliti muda itu dan bagaimana mereka hidup di tengah lingkungan yang sedang menderita dan mempersiapkan hasil penelitian yang menjawab masalah lingkungan yang menjadi sorotan hasil penelitian mereka hingga proses mereka berkompetisi di ajang internasional itu.

Laura menuturkan film itu menjadi upaya untuk membangkitkan kepedulian dan menggugah masyarakat global serta menginspirasi anak-anak muda untuk berkontribusi pada penyelamatan lingkungan.

Film itu juga menyiratkan bagaimana solusi ilmiah dan teknologi dapat berkontribusi bagi penyelamatan lingkungan. Pada permasalahan industri yang menghasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan, penutupan industri bukan serta merta menjadi solusi di mana industri justru menjadi tulang punggung perkembangan ekonomi di wilayah itu, namun dapat dicarikan solusi agar limbah tersebut disaring sehingga tidak melepaskan partikel berbahaya ke udara dan air.

Lewat film itu, Laura juga ingin mendorong masyarakat untuk bercermin pada tindakan sehari-hari yang ternyata telah merusak lingkungan dan mulai untuk meninggalkan praktik lama perusakan lingkungan, seperti pembuangan limbah rumah tangga tanpa ada proses penyaringan bahan berbahaya ke air dan tanah.

"Ini adalah masalah moral untuk menjaga keberlanjutan Bumi," tuturnya.

Film itu juga dapat menyampaikan sebagian kecil dari masalah lingkungan yang benar-benar terjadi saat ini dan berdampak sangat buruk terhadap kehidupan di muka Bumi jika dibiarkan begitu saja.

"Film ini menunjukkan bagaimana tindakan kita berdampak buruk terhadap lingkungan seperti membuang limbah secara langsung ke tanah, air dan udara," ujarnya.

Film itu juga diharapkan dapat menggugah para pembuat kebijakan untuk membuat kebijakan yang menyelamatkan lingkungan.

Sekarang waktu untuk melakukan perubahan dalam tindakan dan pola pikir untuk tidak lagi merusak lingkungan akibat berbagai aktivitas di muka Bumi.

Namun, sekarang justru harus ada upaya bersama-sama dengan semangat menyelamatkan Bumi dari masa sekaratnya, untuk menjaga keberlangsungan hidup di muka Bumi ini.

Sains disebutnya sebagai bahasa universal yang bisa membawa orang-orang dari berbagai latar belakang budaya berkumpul bersama, memecahkan masalah untuk membuat dunia menjadi lebih baik dan Bumi lestari.
 

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019