Jakarta (ANTARA) - Cendekiawan Muslim Komaruddin Hidayat mengatakan korupsi yang terjadi sejatinya tidak terkait agama seiring dengan tertangkapnya politisi PPP dan pegawai Kementerian Agama karena kasus suap baru-baru ini.

Komaruddin di Jakarta, Rabu, mengatakan kasus-kasus serupa banyak terjadi di kementerian atau departemen lain atau tidak hanya di Kemenag.

"Hampir semua departemen banyak yang memalukan departemennya. Hanya persoalannya momentum, Kementerian Agama, orang pada ngomong," kata dia di Kantor Kemenag, MH Thamrin, di sela menghadiri pernyataan sikap aksi teror dan kekerasan di Selandia Baru.

Mantan Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta itu mengatakan Indonesia adalah negara yang agamis sehingga orang di lembaga negara atau pendidikan keagamaan yang melanggar nilai-nilai moral menjadi lebih banyak disorot.

"Lebih-lebih yang menggunakan simbol lembaga pendidikan dan keagamaan, tentu lebih berat bebannya," kata dia.

Dia mengatakan saat Orde Baru berkuasa, korupsi informasinya sangat tertutup. Sementara di era reformasi yang seiring dengan keterbukaan kasus suap dapat diketahui publik secara terbuka.

"Dulu waktu Orde Baru, kalau ngomong korupsi di ruang tertutup. Sekarang di era reformasi, pelakunya, pengamatnya, tv, semua terang benderang. Jadi salah satu kelebihan reformasi adalah keterbukaan informasi," kata dia.

Kasus korupsi yang menjerat mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy beserta pejabat Kemenag baru-baru ini, bagi Komaruddin seharusnya menjadi pembelajaran yang serius bagi siapapun.

Dia mengatakan salah satu cara mencegah praktik korupsi di Indonesia adalah dengan memperbaiki sistem pendidikan dimulai dari perguruan tinggi.

"Departemen yang mengurus pendidikan, entah itu Diknas atau Dikti atau Kemenag itu hendaknya sadar betul punya tanggung jawab moral untuk generasi. Kalau salah urus jembatan, itu bisa dibangun lagi, diperbaiki. Tapi kalau salah ngurus lembaga pendidikan, generasi korbannya banyak," kata dia.

Baca juga: Ketua KPK: pencegahan korupsi belum terintegrasi
Baca juga: Presiden Jokowi: Stranas pencegahan korupsi jangan hanya dibaca
Baca juga: Presiden Jokowi catat pungli masih banyak

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019